Investasi sekitar Rp 240 triliun yang sudah tertanam di sekitar 20 proyek mangkrak
Investasi sekitar Rp 240 triliun yang sudah tertanam di sekitar 20 proyek mangkrak

Investasi sekitar Rp 240 triliun yang sudah tertanam di sekitar 20 proyek mangkrak

Padahal Jokowi mengatakan tidak boleh ada proyek yang mangkrak dan tidak boleh ada regulasi yang menghambat investasi




Kaget ?

Saya juga kaget pertama mendengar informasi ini dari seorang pelaku industri pengolahan dan pemurnian mineral bahwa ada Investasi US$18 Milyar atau sekitar Rp 240 triliun dalam bidang usaha smelter yang sudah tertanam di sekitar 20 proyek yang sekarang dapat di katakan mangkrak.

Padahal saat ini Presiden Jokowi sudah mengatakan tidak boleh ada proyek yang mangkrak dan tidak boleh ada regulasi yang menghambat investasi. Maka situasi smelter mangkrak ini seharusnya yang menjadi prioritas untuk di carikan solusinya.

Tetapi kenyataannya keadaan ini sudah berjalan hampir setahun tetapi sampai saat ini tidak mendapatkan respond yang kongkrit dari pemerintah menurut pengakuan salah satu pelaku Industri yang berani berbicara blak-blakan.

Memang angka $18 Milyar tidak muncul di berita tapi media menulis ada sekitar 23 proyek smelter yang macet. Saya melakukan pengecekan ke beberapa sumber eselon II di BKPM, Kemenperin dan Menko Perekonomian, yang semuanya benarkan adanya proyek smelter mangkrak yang perkiraan sekitar $17 - $18 milyar.

Off-the-record beberapa sumber di kementrian mengatakan ketika di tanya mengapa demikian? Hampir semua mengatakan tanya ESDM deh.. Jujur dalam proses penulisan tulisan ini saya tidak bertanya ke ESDM karena sudah tahu apa jawabannya. Justru dengan tulisan ini saya berharap Presiden atau kantor Kepresidenan dapat melakukan pengecekan kebenaran dari informasi ini.

Baca :

23 smelter nikel kolaps akibat relaksasi ekspor
11 Perusahaan Smelter Tumbang Akibat Relaksasi Ekspor Konsentrat

Mengapa ini bisa terjadi?

Sejak di terbitkannya UU Minerba maka pada tahun 2011 maka seluruh penambang yang selama ini melakukan export bahan mentah tambang mineral tidak di perbolehkan lagi dan harus melakukan pembangunan smelter. Untuk yang tidak mampu membangun smelter maka perusahaan penambangan dapat menjual hasil tambang ke smelter -- Kebijakan ini disebut Hilirisasi Tambang.

Kebijakan hilirisasi ini sebenarnya sangat bagus karena selama puluhan tahun ekonomi Indonesia hanya mengandalkan export bahan mentah tanpa ada nilai tambah dan tanpa adanya nilai tambah maka Industri akan merosot terus. -- Sayangnya kebijakan yang di keluarkan pada pemerintahan SBY tersebut telat untuk di tegakan. Saat itu pemerintah terus menerus mengulur waktu memberikan tengat waktu kepada penambang.

Salah satu mineral dimana Indonesia dapat menentukan pasar adalah Nikel karena Indonesia menguasai 15% produksi dunia dan bersama 3 negara lainya, Rusia, Filipina, Kanada menguasai 53% produksi Nikel dunia sehingga dengan mengontrol jumlah produksi, Indonesia dapat mempengaruhi harga Nikel dunia.

Indonesia dan Filipina per 2016 menguasai lebih dari 30% produksi nikel dunia, bayangkan bila Indonesia - Filipina bekerjasama untuk dapat menentukan arah pasar nikel pasti akan menjadi sebuah kekuatan yang sangat kuat sebagaimana OPEC. Yang seharusnya dapat menjadi sebuah kartu As yang dapat di mainkan untuk kepentingan bangsa.

Karena kebijakan larangan ekspor bahan tambang mentah telah membuat harga nikel dunia terus bergerak naik sampai ke level $11,000/ton dari yang awalnya berada di level $8000/ton dengan melihat gejala bergeraknya terus harga nikel para investor nikel mulai tertarik untuk membangun smelter di Indonesia tetapi karena alasan yang tidak jelas, ESDM pada awal 2017 mengeluarkan PERMEN no 5 & 6 tahun 2017 yang pada intinya membuka kembali kran export yang disebut kebijakan relaksasi export maka sejak terbitnya PERMEN tersebut harga Nikel dalam 3 bulan merosot menjadi $9000/ton dengan kecenderungan turun terus.

Hal ini menyebabkan smelter Nikel bukan saja kehilangan keekonomisan karena di asumsikan harga nikel dunia pada level $10,000 tetapi juga kehilangan pasokan bahan baku karena sebagian besar penambang lebih memilih export. -- Yang pada akhirnya menyebabkan para investor smelter memberhentikan proyeknya.

Perdebatan dengan ESDM

Secara nalar akal sehat jelas PERMEN tersebut bertentangan dengan semangat UU No 4 tahun 2009 tentang Minerba, sehingga Koalisi Masyarakat Sipil, melalui kuasa hukumnya Bisman Bhaktiar menggugat ke Mahkamah Agung pada Maret 2017, atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 serta aturan turunnya berupa Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 tahun 2017 dan Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017.

"...Ketentuan tentang dibolehkanya Pemegang IUP Operasi Produksi melakukan penjualan ke luar negeri tanpa melakukan pemurnian di dalam negeri (Pasal 112C angka 4 PP 1/2017) merupakan pelanggaran terhadap Pasal 102 dan Pasal 103 UU Minerba No 4 Tahun 2009. Menurut UU Minerba hasil tambang mineral harus dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebelum dijual ke luar negeri" [1]

Bahkan menurut Aliansi Serikat Pekerja Serikat Buruh (ASPSB) Kabupaten Serang kebijakan relaksasi tersebut telah merugikan ribuan pekerja yang harus kehilangan pekerjaan, karena pabrik pengolahan Nikel, PT Indoferro yang berada di cilegon akhirnya menyatakan bangkrut dan menutup pabrik.

Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonathan Handojo yang juga merangkap sebagai direksi Indoferro mengatakan "Indoferro sudah PHK sekitar 1.000 orang, saya minta dua aturan itu dicabut"[2]

Menurut data Indonesia Resources Studies sedikitnya ada 11 smelter yang berhenti beroperasi karena merugi akibat kebijakan relaksasi yang sebagian besar adalah industri lokal.[3]

Tetapi anehnya ESDM merasa bahwa PERMEN tersebut tidak melanggar UU dan tidak merugikan perekonomian sebagaimana di sampaikan oleh Dirjen Minerba, Bambang Gatot Aryono:

"Tidak ada yang salah dengan Permen ESDM 5/2017 pasal 10 yang membuka peluang ekspor bijih nikel kadar rendah dan bauksit dengan kadar A12O3 lebih dari 42 persen... UU Minerba tidak melarang perusahaan tambang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk mengekspor mineral mentah. Mana ada pasal yang mengharuskan itu (pemegang IUP hanya boleh mengekspor mineral yang sudah dimurnikan)? Coba tunjukkan," [4]

Bahkan komentar Dirjen Minerba terdengar emosional dan tidak professional, "Daripada jadi sampah yang tak bernilai, lebih baik diekspor saja dan menghasilkan penerimaan untuk negara"

ESDM dalam siaran persnya juga menepis bahwa PP No 1 tahun 2017 beserta turunannya adalah sumber tutupnya beberapa smelter "Tidak tepat jika PP No. 1 Tahun 2017 menimbulkan kerugian bagi pengusaha smelter nikel sehingga menyebabkan ditutupnya operasi produksi smelter nikel di tanah air. Masih adanya surplus produksi dari tahun 2016 yang tidak diikuti dengan peningkatan permintaan di pasar dan meningkatnya pasokan nikel dari Filipina menjadi faktor utama trend rendahnya harga nikel dunia saat ini" [5]

Jelas ESDM terlihat utak-utik pasal mencari celah untuk terlihat regulasi relaksasi export tersebut tidak melanggar UU Minerba. Tetapi yang harus di ingat bahwa semangat atau spirit dari UU Minerba tersebut adalah meningkatkan nilai tambah hasil tambang dengan melarang export dan mulai membangun pabrik smelter.

Bahkan mantan Dirjen Minerba Simon Sembiring dengan keras mengatakan : "Sebenarnya kebijakan itu (relaksasi) bagus tapi pemerintah bodoh. Kenapa saya bilang bodoh? Karena mereka tidak paham esensi dan alasan (dibalik) pembuatan UU Minerba" [5A]

Simon menjelaskan bahwa diterbitkannya UU Minerba pada 2009 silam dimaksudkan untuk memaksa perusahaan-perusahaan raksasa pemegang KK seperti PT Freeport Indonesia (PTFI), PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) dan PT Vale Indonesia (Vale) untuk mau membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter dalam jangka waktu lima tahun sejak beleid tersebut resmi diberlakukan.

Mungkin ESDM juga tidak sadar bahwa bila perekonomian Indonesia tidak loncat dari hanya mengexport bahan mentah menjadi bahan dengan nilai tambah tinggi maka GDP per kapita Indonesia tidak akan dapat menyamai negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura yang GDP per kapita sudah di atas $10,000.

Apa Kata Presiden ?

Dalam acara Sarasehan 100 ekonomi pada 12 Desember 2017, Presiden menyambaikan arahan tentang stretegi ekonomi yang mana salah satu secara tegas Presiden menyaatakan:

"Ini menjadi kunci, jangan sampai kita terus-terusan lagi mengekspor sumber daya alam mentah kita tanpa pengolahan. Kita harus mulai ekonomi berbasis proses" [6]

Jelas Kebijakan relaksasi ini tidak sejalan dengan perintah Presiden dan apakah Presiden sadar bahwa sampai saat ini export sumber daya alam mentah masih terus berlangsung yang telah menyebabkan investasi lebih dari 200 Triliun mangkrak padahal target investasi 2017 adalah 670 Triliun artinya kebijakan relaksasi telah menghambat 20% dari target investasi tercapai.

Dalam berbagai kesempatan Presiden menyampaikan pentingnya investasi

"Sekali lagi, dalam pertumbuhan ekonomi kita investasi memegang peran yang sangat penting sekali bagi pertumbuhan ekonomi" [7]

Presiden juga sering mengatakan bahwa regulasi jangan menghambat investasi. Bahkan Presiden sudah menginstruksikan Sekretaris Kabinet untuk mencabut 23 Permen yang menghambat investasi tapi sayang Permen ESDM No 5 dan 6 tahun 2017 luput masuk dalam daftar cabut.

"5 tahun ya sudah rutinitas. Enggak ada perbuatan. Kalau enggak ada keberanian ya enggak ada perubahan"[8]

Bukankah relaksasi export merupakan sesuatu yang sudah kita lakukan selama lebih dari 30 tahun yang artinya kembali lagi kepada rutinitas atau business-as-usual, tidak ada perbuatan dan tidak ada keberanian maupun perubahan.

Apa sebenarnya yang terjadi ?

Mengapa ESDM mengeluarkan kebijakan relaksasi export padahal program hilirisasi mineral dalam UU Minerba adalah program unggulan ESDM ketika di lahirkan pada 2009. Mengapa sekarang seolah menentang ? -- Ini adalah yang menjadi pertanyaan semua orang bahkan banyak orang kementrian yang saya tanya tidak dapat menjawab pertanyaan ini.

Siapa yang di untungkan ? Menurut Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) adalah perusahaan smelter di china, Jonathan Handoyo mengatakan:

"Perusahaan smelter china akan diuntungkan dengan kebijakan perpanjangan ekspor konsentrat dan mineral mentah tersebut. Penyebabnya adalah industri smelter China biasanya juga memiliki pabrik pengolahan dan pemurnian di negaranya. Dengan adanya kebijakan tersebut maka industri smelter luar negeri akan mendapatkan keuntungan yaitu bahan baku dengan harga murah".[9]

Apakah ini alasan di balik di bukanya kembali kran export?

Tidak ada yang tahu, kita hanya dapat berspekulasi -- Karena faktanya menurut beberapa sumber di kementrian dalam rapat-rapat kordinasi dengan kementrian kordinator perekonomian, kebijakan relaksasi export di tentang tetapi ESDM tetap bersikeras membuka kran export tanpa memperdulikan dampaknya kepada kredibilitas pemerintah yang sudah selama ini mendorong program hilirisasi mineral.

Menurut beberapa sumber salah satu alasan yang di berikan ESDM saat itu adalah untuk menolong Aneka Tambang yang saat itu memiliki stock cukup banyak tetapi alasan tersebut kemudian di bantah oleh Menteri BUMN yang mengatakan tidak benar.

Kredibilitas Pemerintah Merosot

Dampak dari inkonsistensi regulasi ini sangat besar terhadap kepercayaan Investor, selama lebih 20 tahun setelah reformasi pola regulasi di Indonesia menurut seorang konsultan Asing kepada Saya, tambal-sulam/maju-mundur - Tidak percaya ? cukup google dengan kata kunci "Pemerintah tidak konsisten..." maka akan muncul berbagai regulasi yang tidak konsisten.

Presiden Jokowi sangat menyadari hal tersebut dan sudah berupaya untuk membuat kepastian hukum dalam pemerintahnya tetapi upaya Presiden tersebut kenyataannya banyak tidak di patuhi oleh para mentri sehingga banyak sekali Permen yang inkonsisten. Hal Inilah yang menyebabkan banyak Investor dalam sikap "Wait-and-See" yang membuat Presiden marah.

"Jangan biarkan investasi, jangan biarkan investor, pelaku-pelaku usahanya ngomongnya wait and see. Kalau ada masalah di kementerian-kementerian diselesaikan!"[10]

Sikap wait and see sebenarnya adalah sikap tidak percaya kepada pemerintah dengan kata lain yang investor katakan adalah "kita tunggu dulu... kalo regulasinya tidak berubah lagi baru kita invest" -- jelas melihat maju mundur regulasi tersebut sikap wait-and-see investor tidak dapat di salahkan.

Apalagi mengingat bahwa merosotnya investasi dalam semua sub-sektor yang di kelola oleh ESDM, migas, listrik dan tambang yang menyebabkan Rembug Nasional memberikan Nilai C kepada kementrian ESDM. [11]

Apa yang harus di lakukan ?

Dengan terus merosotnya kontribusi industri terhadap PDB sampai ke level 20% dari 29% pada 2001 ayng dapat mengancam Indonesia masuk dalam jebakan middle income trap, maka membangun industri smelter adalah cara cepat membangkitkan peran industri sebagai motor pembangunan ekonomi sebagaimana di rencanakan dalam perencanan pembangunan nasional.

Dengan mencabut kebijakan relaksasi export maka harga nikel akan mulai naik dan investasi 200 triliun yang mangkrak dapat jalan kembali dan memberikan lapangan kerja bagi ribuan orang.

Perdebatan ini sudah hampir sering di bahas di Menko Perekomian dengan melibatkan Kementrian ESDM, Perindustrian, BKPM dan Bappenas, bahkan menurut kajian menko perekonomian royalti negara dan kontribusi terhadap ekonomi jauh lebih besar bila relaksasi di cabut di banding bila kran ekspor bahan mentah terus di buka.

Sebenarnya masih ada permasalahan lainnya dalam persoalan smelter yang dapat berpotensi menghambat investasi yaitu : ijin smelter kewenangan siapa ? Perindustrian atau ESDM tetapi kita tunda pembahasan permasalahan tersebut. -- yang ingin tahu permasalahan tersebut dapat membaca link berikut

Baca : Menyatukan Dualisme Perijinan Smelter.

Semoga tulisan ini dapat menjadi catatan akhir tahun dan mendapatkan perhatian Presiden demi kemajuan Bangsa..

Jakarta 23 Desember 2017.

Bob S. Effendi
 
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.