JARILANGIT.COM - Pelaku pembunuhan terhadap enam jemaah yang tengah salat berjemaah di masjid Kota Quebec, Kanada pada 2017, Alexandre Bissonneete (29), dua hari lalu dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Sebelumnya, jaksa telah meminta Bissonnette untuk menjalani enam hukuman berurutan atau 150 tahun penjara tanpa memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat, hukuman terberat sejak Kanada menghapuskan hukuman mati pada tahun 1976.
Hakim Francois Huot memilih sebaliknya, yakni memungkinkan pembebasan bersyarat setelah 40 tahun. Hakim juga mengatakan masalah kesehatan Bissonnette, juga dapat memengaruhi hukumannya, dikutip dari BBC News, Sabtu (9/2).
Keputusan hakim jauh berbeda pada persidangan sebelumnya. Saat itu ia menolak permintaan untuk pembebasan bersyarat, dan mengatakannya sebagai hal yang "tidak masuk akal. Perlu diketahui, penembakan massal seperti yang dilakukan Bisonnette adalah kejadian yang sangat langka di Kanada.
"Hukuman seharusnya tidak menjadi ajang pembalasan," kata hakim.
Bisonnette telah mengaku bersalah pada Maret 2018 atas enam tuduhan pembunuhan dan enam tuduhan percobaan pembunuhan di masjid Quebec, Kanada.
Pemuda 29 tahun menembaki jemaah di masjid Quebec Islamic Cultural Centre pada Minggu malam 29 Januari 2017, bertepatan dengan salat isya. Insiden itu menewaskan 6 jemaah.
Tak lama kemudian, polisi menangkap dua pria, salah satunya adalah Bissonnette.
Ada lebih dari 50 orang berada di masjid kala penembakan terjadi. Sebanyak 19 orang dilaporkan terluka. Lima jemaat masih di rumah sakit, dua di antaranya dalam kondisi kritis.
Seorang pria keturunan Maroko yang juga ditahan, Mohamed Khadir dibebaskan dan berstatus sebagai saksi mata.
Polisi di Provinsi Quebec merilis nama 6 korban yang tewas terbunuh. Mereka adalah: Azzeddine Soufiane, ayah tiga anak berusia 57 tahun yang memiliki toko daging. Khaled Belkacemi, profesor food science department di Laval University. Ia berusia 60 tahun.
Korban lainnya adalah Abdelkrim Hassen, Aboubaker Thabti, dan dua warga Guini lainnya.Ia ditangkap di mobilnya di jembatan yang menghubungi Kota Quebec dan Ile d'Orleans. Saat itu ia mengontak pihak keamanan dan mengatakan akan bersikap kooperatif.
Menurut media lokal, Bissonnette adalah mahasiswa politik dan antropologi di Laval University. Kampusnya hanya berjarak 3 km dari masjid yang ia berondong dengan peluru.
Montreal Gazzette melaporkan sebelum menembak masjid ia memposting fotonya di Facebook menggunakan kostum Grim Reaper. Akunnya itu kini tak lagi aktif.
Dalam media sosial itu ia dilaporkan me-like laman Presiden Donald Trump dan pemimpin sayap kanan Prancis, French National Front, Marine Le Pen. Beberapa kali mem-posting kekagumannya terhadap Trump dan Le Pen.
Francois Deschamps, pejabat di grup advokasi Welcome to Refugee mengatakan pemuda itu memiliki pandangan sayap kanan yang ekstrem.
"Dengan perih dan kemarahan kami mempelajari identitas teroris Alexandre Bissonnette. Banyak para aktivis mengenalnya sebagai pengikut sayap kanan, pro Le Pen, anti-feminis di Laval University dan media sosial," kata Deschamps.
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan Premier Quebec Philippe Couillard menyebut serangan ini merupakan aksi terorisme. Kepada 1 juta muslim yang tinggal di Kanada, Trudeau mengatakan, "kami akan bersama dengan Anda semua."
Penembakan terjadi kala tensi di AS meningkat setelah Perintah Eksekutif Donald Trump dikeluarkan. Melarang warga dari 7 negara muslim masuk AS. Gedung Putih mengecam seragan itu namun juga menekankan kenapa AS butuh kebijakan seperti yang digagas Trump. (*)