JARILANGIT.COM - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu menanggapi pernyataan Direktur Materi Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sudirman Said soal Jokowi dan Freeport. Menurutnya, pernyataan itu tidak menyerang dan merugikan siapa pun.
“Saya pikir pernytaan Pak Dirman soal Presiden Jokowi bertemu diam-diam dengan Bos PT. Freeport, James R Moffett itu biasa saja dan tak merugikan,” kata Said di Jakarta, Jumat (22/2/2019).
Karena, menurutnya, negosiasi Freeport yang grasak-grusuk itu hanya sebagai target politik, bukan benar-benar untuk kepentingan bangsa.
"Ya sejak awal saya lihat, (negosiasinya) memang terlalu grasak-grusuk," ujarnya.
Said Didu menceritakan, dulu pada waktu kita berunding pada tahun 2015-2016 Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan berhenti berunding karena menunggu tahun 2019 alasannya karena masih dua tahun lagi sebelum masa kontrak habis.
“Tapi ternyata belum sampai 2019, tiba-tiba sudang berunding, itu kan berarti target politik,” tegas dia.
Bukti bahwa perundingan Freeport adalah target politik, menurutnya, tampak dari pembelian saham Freeport 51 persen seakan-akan adalah prestasi pemerintah.
“Sehingga mungkin pertimbangan bisnisnya agak dikesampingkan seperti halnya kan pembangunan jalan tol, itu kan target politik, akhirnya kan mahal. Jadi saya katakan ini menjadi biaya pencitraan yang mahal,” ujarnya.
Lebih lanjut, Said Didu menyatakan, Freeport mendapatkan lima keuntungan dari pengambilan saham oleh Indonesia. Keuntungan pertama, menurut dia Freeport dapat uang cash sebesar Rp 54 triliun.
Kedua, Freeport dapat kepastian perpanjangan dari perubahan kontrak karya menjadi UPK sampai 2041. Ketiga, perusahaan Amerika itu dapat kepastian pajak sampai 2041. Keempat, terbebas dari tuntutan perbaikan lingkungan.
"Terakhir dia terbebas dari berkurang kewajibannya investasi smelter, karena mayoritas kan sekarang harus inalum. Lima hal itu yang didapat Freeport,” sambung dia.
Sementara itu, menurut Said Didu, dari pembelian saham Freeport ini Indonesia malah menelan banyak kerugian. Salah satu kerugian yang nyata menurutnya adalah Indonesia dapat hutang BUMN, kemudian Indonesia dapat kewajiban investasi, jadi harus ngutang lagi.
“Bahakan, Indonesia diwajibkan untuk memperbaiki lingkungan. Indonesia kemungkinan akan dapat laba tapi kemungkinan dapat resiko juga jika bertambahnya saham. Nah itu kira-kira kerugian yang didapat indonesia,” jelas Said Didu. (JP)