Dibawah Jokowi, bangsa Indonesia semakin lemah dan terjajah
Dibawah Jokowi, bangsa Indonesia semakin lemah dan terjajah

Dibawah Jokowi, bangsa Indonesia semakin lemah dan terjajah

Prabowolah yang pantas jadi pemimpin nasional, visi-misi-ideologinya jelas dan kredibel


Jokowi sebenarnya tidak punya visi-misi, strategi dan ideologi untuk membangun bangsa Indonesia. Jokowi tidak mengerti masalah, tidak mengerti reformasi agraria dan pasal 33 UUD45, orientasinya hanya membangun di Indonesia, bukan membangun bangsa Indonesia.

Akibatnya, bangsa Indonesia diambang kehancuran, Neoliberalisme semakin menggila dan kita dipaksa jadi bangsa kuli dan jongos bagi kekuatan asing.

Ini berbeda dengan Prabowo yang ingin membangun kedaulatan pangan, energi, air dan keuangan agar mandiri sesuai cita-cita Proklamasi 1945. Prabowo memiliki visi-misi, strategi dan ideologi, mengerti masalah serta tidak ingin bangsa ini jadi jongos dan kuli bagi asing.

Maka, Jokowi sudah tidak pantas menjadi pemimpin RI karena tidak kompeten, datanya ngawur, miskin gagasan dan sangat dangkal, memalukan, dan demokrasi liberal yang dibajak modal ini hanya akan membawa kegagalan dan kehancuran.

Suko Sudarso, Komandan Barisan Soekarno tahun 1966 dan mantan tokoh GMNI ITB

Demikian pandangan Suko Sudarso, Komandan Barisan Soekarno tahun 1966 dan mantan tokoh GMNI ITB. Menurutnya, di bawah Jokowi lima tahun ini, bangsa Indonesia makin miskin, lemah dan dijajah, tergantung pada asing dan menjadi bangsa terhina di Asia Tenggara.

"Data Jokowi ngawur dalam debat pilpres kemarin, asal ngomong, hanya menunjukkan pembangunan fisik dan pembagian sertifikat tanah yang tidak menyelesaikan masalah. Ekonomi jeblok, utang bertumpuk lebih dari 5200 trilyun rupiah dan daya beli rakyat ambruk, Jokowi tidak pantas menjadi pemimpin nasional karena tidak kompeten dan membuat bangsa kita terhina di Asia dan jauh menyimpang dari Trisakti dan konstitusi 1945, sangat memalukanlah," katanya.

"Prabowolah yang pantas jadi pemimpin nasional, visi-misi-ideologinya jelas dan kredibel, dengan kawalan dan kontrol civil society. Sedangkan Jokowi itu tak kompeten, tidak kredibel, tidak ngerti masalah dan menjadi bagian dari masalah, dimana rakyat diperas untuk pembangunan, bukan pembangunan untuk rakyat, bukan pembangunan sosial/SDM, semua itu dikhawatirkan akan membawa kehancuran," tegas Suko Sudarso.

Menurutnya, demokrasi liberal 50 persen plus satu tidak cocok dengan cita-cita dan amanat para pendiri bangsa (Founding Fathers), ditambah dengan Neoliberalisme selama ini, maka yang menang adalah uang (modal).

Kita harus menggunakan musyawarah mufakat UUD45 untuk mengatasi kekacauan demokrasi ini sebab dengan demokrasli liberal 50% plus satu itu, jelas yang menang adalah uang (modal), apalagi rakyat yang sudah lemah dan miskin diperdaya/dimiskinkan lagi oleh Neolibralisme, dan merekalah yang digiring memilih Jokowi.

Sungguh, pemilihan presiden langsung itu sangat mahal, dibajak modal, tidak cocok bagi Indonesia yang masyarakatnya masih miskin dan lemah, sementara para elite di Jakarta tergantung pada asing, rakyat dipaksa jadi kuli, elitenya korup, tidak mandiri dan defisit gagasan/ideologi, semuanya sekedar kerja, teknikalitas dan artifisial, tidak substantif.

"’Semua itu mencemaskan kita karena tidak ada harapan di masa depan. Bangsa kita kehilangan harapan dan hanya jadi kelas pekerja yang lemah dan miskin serta tidak mandiri seperti Korsel, Vietnam dan Malaysia, yang sudah meninggalkan kita dalam kehinaan, ketidakadilan dan kebodohan," kata pendiri Founding Fathers House ini

Oleh sebab itu, kata tokoh senior nasionalis yang mencintai ummat dan rakyat kecil ini, ummat Islam dan kaum kebangsaan harus menolak Jokowi yang sudah gagal dan defisit strategi karena tidak mengerti masalah.

Prabowo harus menang kalau Indonesia tidak ingin dilanda kehancuran, dimana pengangguran membludak, harga energi dan pangan naik, para elite ekonomi-politiknya menjajah bangsa sendiri, kolonialisme internal yang keji dan membiarkan rakyat dalam kemiskinan dan penindasan.

"Jokowi, sudahlah, sebaiknya melempar handuk sebelum ekonomi rakyat total ambruk dan dikuasai asing, banjir buruh China dan menjadi negara kapitalis pariah di Asia, semua itu bertentangan dengan UUD 45 dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945," tegas Suko Sudarso yang sangat kecewa dengan dua kali debat pilpres karena seperti cerdas cermat anak SMP tanpa cukup waktu untuk eksplorasi gagasan, strategi, visi-misi dan basis ideologi yang mendidik rakyat.

"Ada yang mengatakan Debat Pilpres semacam itu hanya cocok untuk memilih ketua KPU dan Bawaslu, bukan untuk memilih pemimpin nasional. Debat capres kok waktunya cuma dua menit, semenit, sangat dangkal, tidak bernas dan penuh tipu muslihat yang mengelabui rakyat. Bagaimana bisa Soekarno-Hatta baru akan muncul dalam euphoria demokrasi yang dangkal, pestapora belaka dan defisit gagasan besar ?" ujarnya. (edt/k)

 
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.