Organisasi teroris sparatis OPM, telah lama menantang pemerintahan Indonesia, merongrong NKRI, terbuka melakukan gerakan spartisme. Tapi apa tindakan negara ? Jangankan menumpas, melabeli teroris atau separatis saja tidak berani.
Rezim berkelindan dibalik istilah-istilah yang membisingkan, KKB kemudian bertransformasi menjadi KKSB. Beda, jika gerakan fisik bersenjata dilakukan oleh umat Islam, langsung digelari Teroris.
Menhan, juga hanya bisa berbusa akan menempeleng yang mengatakan 'kafir', tapi tak mampu meredam gerakan teroris sparatis OPM. Ini menteri pertahanan apa ? Pertahanan dari kata kafir ? Atau pertahanan untuk menjaga kedaulatan dari rongrongan sparatis teroris OPM ?
Tiga prajurit TNI kembali gugur dalam kontak senjata dengan kelompok kriminal bersenjata di Nduga, Papua, Kamis (7/3/2019).
Ini sudah korban yang kesekian kalinya. Dimana tanggung jawab negara yang tidak becus menjaga kedaulatan negara ? Meski tentara siap berperang dan mati demi membela negara, tetapi perang konyol jika negara tidak serius memberantas teroris OPM.
Memangnya OPM itu sebesar apa? Jangan meremehkan nyawa prajurit, kebijakan tegas pada OPM yang harus diambil. Bukan kirim dan setor nyawa prajurit TNI berulang kali, tewas karena kecerobohan pengambil kebijakan.
Kondisi situasi dalam negeri belum sepenuhnya dijaga, nyawa tentara jadi korban kebijakan ambivalen. Namun rezim Jokowi pada Senin (11/3/2019), berbusa-busa mengabarkan telah membebaskan Siti Aisyah.
Klaimnya, Aisyah bebas dari dakwaan setelah pemerintah RI atas perintah Jokowi melobi Jaksa Agung Malaysia Tommy Thomas.
Tidak cukup sampai disitu hoax yang diproduksi, Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkum HAM Cahyo Rahadian Muzhar juga menyebut upaya lobi pembebasan Siti Aisyah sesuai dengan arahan Presiden Jokowi setelah menggelar koordinasi bersama Menkum HAM, Menlu, Kapolri, Jaksa Agung, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Menkum HAM, atas perintah Jokowi, lantas langsung melobi Jaksa Agung Malaysia.
Dilain pihak, Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, menyatakan tidak tahu menahu soal lobi-lobi pemerintah Indonesia untuk membebaskan Siti Aisyah dari kasus pembunuhan Kim Jong-nam. Menurut dia, pembebasan Siti sudah sesuai aturan hukum.
"Saya tidak punya informasi. Keputusan ini dibuat oleh pengadilan. Dia (Siti) sempat diadili dan kemudian tuntutannya dicabut. Jadi itu proses yang sesuai aturan hukum. Saya tidak tahu detilnya, tetapi jaksa penuntut umum bisa mencabut tuntutan tidak secara keseluruhan," kata Mahathir dalam jumpa pers di Parlemen Malaysia, seperti dilansir The Straits Times, Selasa (12/3).
Artinya, tidak ada peran apalagi lobi-lobi Pemerintah RI atas pembebasan Siti Aisyah. Dia, bebas murni karena proses justicia di pengadilan yang tidak menemukan bukti kesalahannya.
Namun, karena rezim minim prestasi, rezim sedang haus akan Legacy keberhasilan Pemerintah, maka proses hukum biasa ini disiarkan dan diklaim sebagai 'ikhtiar maksimal rezim Jokowi' dengan mengumbar aksara lobi sana sini.
Rezim Jokowi ini terlalu banyak membual, minim prestasi tapi minta dipilih kembali. Karena itu, segenap rakyat dan seluruh tumpah darah Indonesia, wajib bersatu padu, pada tanggal 17 April 2019 untuk bersama sama memastikan memotong kekuasaan rezim pembohong, penuh dusta dan khianat.
Penulis : Nasrudin Joha