Tempo.co edisi Kamis (7/3) menulis berita dengan judul “Ketua Cakra 19: Jokowi Berpesan Gaspol Terus Soal Lahan Prabowo.” Jika isi berita itu benar, maka makin benderanglah manusia seperti apakah Joko Widodo.
Andi Widjajanto, Ketua Tim Cakra 19 yang mewadahi para purnawirawan TNI yang jadi relawan mengatakan, Jokowi memerintahkan para tim sukses untuk gaspol menggoreng isu lahan Prabowo. Tancap gas itu terutama harus dilakukan menjelang hari-H pemungutan suara.
"Minggu lalu, di Hotel Kartika, Pak Jokowi mengatakan, sampai akhir Maret, gaspol terus tentang lahan Prabowo. Narasinya sederhana, Pak Prabowo pernah mengeluh 1% orang di Indonesia menguasai 90% kekayaan. Ternyata dia lah 1% itu,” ujar Andi Widjajanto di bilangan Pasar Minggu, Jakarta pada Rabu malam, 6 Februari 2019, seperti ditulis Tempo.co.
Dengan perintah gaspol itu, wacana dan opini yang ingin dipompakan Jancuk ke benak rakyat adalah Prabowo orang kaya yang jahat. Keruan saja seruan itu segera disambut para begundalnya di dunia maya. Tidak sulit untuk menemukan bukti bahwa di media sosial operasi ini sudah berjalan massif. Para buzzer inti Jokowi sangat aktif menggoreng isu lahan ini. Mereka diketahui dioperasikan dan berhubungan dengan Cakra-19.
Berdasarkan berita ini, sejatinya Jokowi adalah tipe manusia yang menghalalkan segala cara untuk menggapai tujuan. Dengan posisinya sebagai Presiden, dia tentu punya akses ke semua sumber informasi dan data. Pada titik ini, dia telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk keperluan menyerang lawannya. Akibatnya pertandingan tidak berjalan dengan fair. Tidak adil dan tidak jujur. Ini, tentu saja, termasuk kategori menghalalkan segala cara.
Lewat perintah gaspol tadi, Capres petahana, yang oleh pendukungnya di Jawa Timur dijuluki Cak Jancuk tersebut, bisa dikategorikan orang yang telengas. Kejam! Dia tidak mau tahu, bahwa orang-orang di sekelilingnya banyak yang juga menguasai lahan luas. Bahkan beberapa di antaranya punya lahan lebih luas ketimbang yang dimiliki Prabowo.
Jancuk juga tidak mau tahu, bahwa kepemilikan Prabowo atas lahan itu berlangsung setelah memenuhi serangkaian prosedur sebagaimana dijelaskan Wapres Jusuf Kalla. Jancuk abai, bahwa Prabowo tetap rajin membayar pajak-pajaknya kendati sebagian lahan dimanfaatkan pihak-pihak lain. Mantan tukang mebel tersebut juga tidak peduli, bagaimana rivalnya itu berjasa amat besar terhadap rakyat Aceh yang berada di sekitar lahan. Buat rakyat Caeh, Prabowo adalah pahlawan, karena mengizinkan mereka memanfaatkan lahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Lelaki yang gemar memelihara kodok itu juga tidak peduli, bahwa Prabowo mengeluarkan banyak uang untuk menyelamatkan lahan tadi agar tidak jatuh ke pihak asing yang sangat bernafsu menguasainya. Bahkan, Jancuk sama sekali mengabaikan pernyataan Prabowo saat debat Capres kedua, bahwa dia siap melepaskan haknya bila negara memang membutuhkan.
Biayai nyagub
Jokowi terbukti telengas. Bahkan kepada orang yang jelas-jelas berjasa besar bagi karirnya di ranah kekuasaan. Siapa pun tentu tidak lupa, bahwa Prabowo yang memboyong dia dari Solo untuk berlaga di Pilgub DKI Jakarta, 2012 silam. Siapa pun juga tahu, bahwa Prabowo dan adiknya Hasjim Djohodikusumo yang membiayai pengeluarannya selama nyagub.
Video pendek Hasjim yang beberapa hari ini viral, menjelaskan proses pencaguban Cak Jancuk. Prabowo dan Hasjim pula yang meyakinkan Megawati, Ketum PDIP, agar setuju mengusungnya. Di video itu juga dijelaskan bagaimana Jancuk berkali-kali datang ke kantor Hasjim untuk urusan pendanaan kampanye merebut kursi Gubernur DKI. "Saya punya catatannya. Lengkap," kata Hasjim.
Bukan itu saja, ketika sudah jadi Gubernur, berkali-kali Jokowi mengaku bahwa Prabowo dan Hasjim berjasa sangat besar kepadanya. Dalam banyak kesempatan pula, Jancuk menyatakan tidak akan maju sebagai Capres pada 2014.
“Tidak mungkinlah saya maju jadi Capres, pak Hasjim. Presiden taksi. Hahaha…” ujar Hasjim di video itu menirukan ucapan Cak Jancuk.
Tapi apa lacur, semua ucapannya dusta belaka. Janjinya tidak akan maju di ajang Capres pun dia ingkari. Tentu saja, maju dalam pertarungan politik menjadi hak (konstitusi) siapa saja. Tapi jika berkali-kali membuat pernyataan di hadapan orang yang berjasa, kemudian ternyata diingkari sebutan apa yang tepat baginya?
Sikap telengas ini makin menemukan bentuknya setelah fakta-fakta menunjukkan gerakan rakyat yang menghendaki perubahan tak terbendung. Rakyat, dengan suka cita dan gegap-gempita, selalu membanjiri dimana pun Prabowo dan atau Sandi datang. Tua-muda, laki-laki perempuan, bapak-bapak dan emak-emak, semuanya tumplek-bleg. Secara khusus harus disebut, gerakan emak-emak yang dahsyat luar biasa!
Orang-orang ini teramat militan. Tidak ada mobilisasi, apalagi iming-iming uang saku. Mereka bergerak atas kesadaran sendiri, dengan biaya sendiri. Sangat jauh berbeda dengan yang dialami Jancuk. Warga dimobilisasi, aparat dan birokrat diperalat, dana dalam jumlah superjumbo digelontorkan. Toh rakyat yang hadir selalu saja jauh dari harapan.
Bayang-bayang kekalahan inilah yang tampaknya menjadikan Jancuk seperti gelap mata. Hal serupa pun menyergap para hulubalangnya. Masih ingat, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang membuat pernyatakan akan melakukan perang total?
Oxford Living Dictionaries mendefinisikan perang total sebagai perang yang tidak dibatasi dalam hal senjata yang digunakan, teritori atau kombatan yang terlibat, atau tujuan yang ingin dicapai, terutama perang yang mengabaikan hukum perang. Jadi, Moeldoko telah menyatakan kubunya akan mengabaikan 'hukum perang' untuk memenangkan junjungannya.
Sepertinya, pernyataan Moeldoko adalah penyempurna dari sikap dan sifat telengas Jancuk. Untuk itu, mereka mengerahkan segala sumber daya yang ada untuk melibas dan memusnahkan musuh. Musuh yang dimaksud adalah Prabowo. Ya, Prabowo adalah musuh harus dimusnahkan. Bukan main!
Sampai disini saya jadi berpikir, kalau terhadap orang yang amat berjasa saja dia bisa membohongi dan mengingkari janji, bagaimana halnya dengan rakyat kebanyakan? Inikah yang menjelaskan bagaimana dia bisa dengan enteng mengingkari 66 janjinya saat pencapresan 2014 silam?
Kampung Akuarium diratakan dengan tanah saat Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI menggantikan Jokowi |
Saya juga berpikir, kalau terhadap orang yang berjasa besar kepadanya saja dia bisa bersikap telengas, bagaimana terhadap rakyatnya? Inikah pula yang menjelaskan Jancuk diam seribu bahasa ketika eks Wagubnya Ahok dengan ganas dan sadis menggusur ratusan titik rumah dan mata pencaharian warga Jakarta?
Jancuk juga membutatulikan mata-telinganya, ketika Ahok dengan angkuh dan brutal meratakan rumah-rumah nelayan di kampung Akuarium, Jakarta Utara. Padahal, ketika maju sebagai Cagub, Jancuk ini datang ke lokasi yang sama dan menyatakan, tidak boleh ada penggusuran. Dia juga mengumbar janji akan membuatkan sertifikat bagi warga yang sudah tinggal 20 tahun lebih. Tapi, janji tinggal janji…
Dia juga bungkam saja manakala banyak terjadi konflik agraria antara rakyat dan pemerintah. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebut sepanjang 2018 saja, terjadi 410 kejadian konflik agraria dengan luas wilayah konflik mencapai 807.000 hektare dan melibatkan 87.000 lebih kepala keluarga di berbagai provinsi di daerah. Dari jumlah tersebut, 16 konflik atau 4% disumbangkan oleh sektor infrastruktur.
Menurut KPA, secara akumulatif sedikitnya 41 orang tewas di berbagai wilayah konflik agraria, 546 dianiaya, 51 orang tertembak, dan sebanyak 940 petani dan pejuang agraria dikriminalisasi. Toh dengan data dan fakta seperti itu, Jancuk dengan enteng mengklaim selama 4,5 tahun kekuasannya hampir tidak ada terjadi konflik pembebasan lahan. Hal ini terjadi karena pemerintah menerapkan ganti utung, bukan ganti rugi.
“Ketua Cakra 19: Jokowi Berpesan Gaspol Terus Soal Lahan Prabowo.” Sungguh, judul berita menjelaskan siapa sejatinya Jokowi. Ya, dia adalah Laki-laki telengas yang tak tahu berterima kasih, bahkan kepada orang yang telah berjasa amat besar kepadanya. Air susu dibalas tuba! Ngeri…!
Penulis : Edy Mulyadi, wartawan senior tinggal di Jakarta (konfrontasi)