Polemik Sistem Pemilu Tradisional Noken di Papua Barat
Polemik Sistem Pemilu Tradisional Noken di Papua Barat

Polemik Sistem Pemilu Tradisional Noken di Papua Barat

Sistem pemilu tradisional noken, di mana kepala desa mengumpulkan surat suara dari penduduk setempat dan memberikan satu suara atas nama mereka



JARILANGIT.COM - Ballot papers fail to arrive in remote areas in time for election amid questions over traditional noken voting system. (Febriana Firdaus Al Jazeera)

Praktik noken telah memicu perdebatan mengenai kemungkinan kecurangan pemilu dan risiko memicu konflik atas hasilnya. Pemerintah Indonesia telah membiarkan sistem tersebut berjalan, dalam upaya untuk menunjukkan bahwa pemerintah memenuhi tuntutan orang Papua untuk menentukan nasib sendiri, dan untuk memastikan partisipasi masyarakat lokal dalam pemilu nasional.

Pada Selasa (16/4) malam hanya beberapa jam sebelum Indonesia melaksanakan pemungutan suara surat suara masih belum tiba di Mugi, sebuah desa di dataran tinggi tengah Papua, provinsi paling timur di Indonesia.

Dengan surat suara masih berada di Dekai kota utama di daerah itu beberapa jam jauhnya potensi penundaan membuat penduduk setempat Bastiana Asso dan suaminya, Zeep Siep, khawatir.

Para pemilih meminta penjelasan atas keterlambatan surat suara (Febrianan Firdausi)

Asso sangat ingin mengambil bagian dan memberikan suara untuk kandidat favoritnya, Jokowi, dalam pemilu yang menempatkan melawan saingannya lamanya Prabowo.

Tetapi bahkan jika dia bisa memilih, Asso tidak yakin pilihannya akan dipertimbangkan oleh para tetua desa yang akan membuat keputusan akhir dengan noken, sistem pemungutan suara tradisional di daerah tersebut, di mana kepala desa mengumpulkan surat suara dari penduduk setempat dan memberikan satu suara atas nama mereka.

“Hati saya mengatakan bahwa saya akan memilih Prabowo,” katanya kepada Al Jazeera. “Tapi distrik yang akan memutuskan.”

Digunakan di 12 dari 29 kabupaten di provinsi ini, noken diambil dari nama tas besar yang digunakan untuk menampung suara.

Tas tersebut yang secara tradisional dirajut dari serat kayu atau daun oleh para wanita tetua dari kalangan adat adalah simbol kreativitas dan karma yang dimiliki oleh orang-orang yang berbudaya dan beradab, menurut Titus Pekei, seorang peneliti Papua Barat dan Direktur Lembaga Ekologi Papua.

Theo Kossay, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua, mengatakan bahwa sistem itu memiliki dua bentuk. “Pertama, noken adalah kotak suara,” katanya kepada Al Jazeera. “Kedua, noken adalah sistem yang akan digunakan untuk memutuskan melalui musyawarah oleh setiap kepala suku.”

Sistem noken diadopsi setelah jatuhnya mantan pemimpin Jenderal Muhammad Soeharto pada akhir 1990-an, ketika provinsi tersebut yang berjarak hampir enam jam perjalanan dengan pesawat dari ibu kota, Jakarta mendapat otonomi khusus di Indonesia. Idenya adalah untuk menyatukan apa yang disebut sistem modern Indonesia dengan sistem suku tradisional Papua Barat. (Al Jazeera)
 
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.