JARILANGIT.COM - Harga saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) langsung amblas hingga 6,9% pada perdagangan sesi I, Senin ini (8/7/2019) setelah manajemen perseroan mengungkapkan adanya risiko gagal bayar atas notes atau surat utang yang diterbitkan anak perusahaan.
Pada pukul 09.44 WIB, saham KIJA amblas 6,9% di level 296/saham dengan nilai transaksi Rp 3,68 miliar dan volume perdagangan 11,95 juta saham. Investor asing hari ini langsung menjual Rp 6,5 juta atas kepemilikan saham KIJA, sementara sejak awal Januari hingga 8 Juli ini, asing melepas Rp 119 miliar.
Meski demikian, secara year to date (ytd) atau tahun berjalan, saham KIJA masih naik 7,25%.
Dalam keterbukaan informasi pekan lalu di Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen perseroan mengungkapkan ada risiko gagal bayar atau default atas kewajiban pembayaran Notes yang diterbitkan anak usaha.
Secara rinci, risiko ini muncul akibat perubahan susunan anggota direksi dan anggota dewan komisaris perusahaan.
Disebutkan, manajemen perseroan mengungkapkan perubahan susunan anggota direksi dan anggota dewan komisaris yang merupakan usulan dari PT Imakotama Investido dan Islamic Development Bank (IDB), bertutut-turut selaku pemegang saham perseroan sebesar 6,387% dan 10,841% dari seluruh saham perseroan (saat RUPST 26 Juni 2019 berlangsung), mengusulkan Sugiharto sebagai dirut dan Aries Liman sebagai Komisaris.
Usulan ini telah disetujui dalam RUPST dengan jumlah suara setuju sebesar 52,117%. "[ini] dapat dilihat sebagai telah terjadi acting in concert dan adanya perubahan pengendalian berdasarkan syarat dan kondisi Notes yang tepat diterbitkan perseroan," tulis manajemen KIJA.
"Dengan terjadinya perubahan pengendalian dalam perseroan, sebagaimana dimaksud dalam syarat dan kondisi dari Notes yang diterbitkan oleh Jababeka International BV, anak usaha KIJA, maka perseroan/Jababeka International berkewajiban untuk memmberikan penawaran pembelian kepada para pemegang Notes dengan harga pembelian sebesar 101% dari nilai pokok Notes sebesar US$ 300 juta ditambah kewajiban bunga," tulis keterangan KIJA tersebut.
Jika perseroan tidak mampu melaksanakan penawaran pembelian tersebut, "maka perseroan/Jababeka interantional akan berada dalam keadaan lalai atau default."
"Kondisi lalai atau delault tersebut mengakibatkan perseroan atau anak usaha perseroan lainnya menjadi dalam keadaan default pula terhadap masing-masing kreditor mereka lainnya. Dampak terhadap kondisi keuangan dan proyeksi keuangan: perseroan dan anak anak perusahaan tertentu dari KIJA akan berada dalam keadaan lalai atau default."
Tahun lalu, laba KIJA anjlok 52% menjadi Rp 40,97 miliar dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar Rp 84,86 miliar.
Mengacu laporan keuangan perseroan, penurunan laba bersih ini seiring dengan koreksi yang dialami di pos pendapatan tahun lalu. KIJA mencatat total penjualan dan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 2,71 triliun pada 2018, turun 9% dibandingkan 2017 Rp 2,99 triliun.
Corporate Secretary Jababeka, Muljadi Suganda, dalam keterangannya mengatakan alasan utama penurunan laba bersih karena dampak pergerakan selisih kurs.
Pada 2017, perseroan membukukan laba selisih kurs sebesar Rp 66,4 miliar, sementara pada 2018 dibukukan rugi selisih kurs Rp 247,9 miliar.
"Keuntungan selisih kurs neto tersebut merupakan jumlah bersih dari keuntungan kerugian selisih kurs pendanaan dan keuntungan dari kontrak lindung nilai, serta keuntungan/kerugian selisih kurs operasi, yang dapat ditemukan catatan atas laporan keuangan konsolidasian pada akun beban keuangan dan pendapatan lainnya tahun 2018," katanya dalam siaran pers, Jumat (29/3/2019). (CNBC)