JARILANGIT.COM - Pemerintah China saat ini tengah mendorong sejumlah kebijakan agar tingkat pengangguran tidak meningkat. Pasalnya, hal itu bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi mereka.
Dikutip dari CNBC, Kamis (17/1/2019) terjadi penutupan industri besar-besaran jelang perayaan tahun baru Imlek. Salah satu pabrik di wilayah ekspor Guangdong dikatakan menurtup pabrik mulai awal Desember dan pekerjaan diperkirakan tidak akan dilanjutkan.
Survei juga menunjukkan akan terjadi peningkatan pengangguran di sektor industri, terutama setelah Amerika Serikat (AS) menaikkan tarif barang terhadap China senilai US$ 250 miliar.
Analis Konsumen China, Gavekal Dragonomics, Ernan Cui menjelaskan laporan pada 9 Januari menunjukkan jumlah pekerja menurun sekitar 2,8 juta orang pada 374.000 perusahaan industri besar dalam 12 bulan hingga November.
"Kami pikir ancaman terbesar adalah meningkatnya pengangguran di tahun baru (Imlek) ini," kata ekonom China sekaligus kepala China Equity Strategy, JP Morgan, Haibin Zhu.
Sementara itu, pemerintah China saat ini tengah meningkatkan program pelatihan kerja, membuat beberapa kebijakan seperti pemotongan pajak untuk meredam angka pengangguran. Sebab, diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat dari sekitar 6,5% menjadi hanya tumbuh di atas 6%.
Juru Bicara Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional, Meng Wei pada akhir Oktober kemarin mengatakan meningkatnya angka pengangguran dikarenakan adanya ketegangan perdagangan AS-Tiongkok. Hal itu membuat pasar tenaga kerja menjadi tidak stabil.
China in Africa
China has become Africa’s largest trade partner and has greatly expanded its economic ties to the continent, but its growing activities there have raised questions about its noninterference policy.
Chinese companies are also diversifying their business pursuits in Africa, in infrastructure, manufacturing, telecommunications, and agricultural sectors.
However, China’s activity in Africa has faced criticism from Western and African civil society over its controversial business practices, as well as its failure to promote good governance and human rights. (cfr.org)