Ada Apa di Balik Rebana, Kawasan Ekonomi Terbesar di Indonesia ?
Ada Apa di Balik Rebana, Kawasan Ekonomi Terbesar di Indonesia ?

Ada Apa di Balik Rebana, Kawasan Ekonomi Terbesar di Indonesia ?

Dalam sistem kapitalis, ketika dia berhasil maka akan menyebabkan hegemoni ekonomi. Tetapi ketika gagal, akan menyebabkan inflasi atau depresiasi ekonomi



Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menjadikan kawasan Pelabuhan Patimban di Subang, Bandara Internasional Kertajati di Majalengka, dan Pelabuhan Cirebon sebagai wilayah pengembangan ekonomi terpadu.

Wilayah yang kelak disebut Segitiga Emas Rebana (Cirebon, Patimban, dan Kertajati) itu diproyeksikan menjadi area sangat maju dan futuristik di Jawa Barat. Di Segitiga Rebana nanti beroperasi industri padat karya pada 10 kawasan yang dikembangkan dengan potensi mencapai 6.857 perusahaan.

Kawasan Segitiga Rebana ini juga akan diupayakan menjadi Special Economic Zone atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sehingga anggaran akan didukung penuh oleh APBN. Dikatakan Azis, Rebana sendiri diprediksi dapat mendongkrak perekonomian di Jawa Barat terutama di Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Subang.

Hal tersebut disampaikan Nasrudin Azis selaku Wali Kota Cirebon, usai mengikuti Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (KOPDAR) Gubernur dengan Bupati dan Wali Kota se-Jabar di salah satu hotel di Kabupaten Kuningan, Kamis (11/7). Ia pun menyampaikan bahwa pembangunan di daerah masing-masing agar menyelaraskan dengan program pembangunan provinsi Jabar.

Dikatakan Azis, Rebana sendiri diprediksi dapat mendongkrak perekonomian di Jawa Barat terutama di Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Subang. Pemerintah Daerah Kota Cirebon siap sambut pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Cirebon-Patimban-Kertajati (Rebana), yang diproyeksikan akan menjadi kawasan ekonomi terbesar di Indonesia dan mampu mencetak lima juta orang tenaga kerja. (RmolJabar, 12/7/2019)

Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk mempercepat pembangunan ekonomi secara merata. Salah satunya dengan terobosan berupa pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) di berbagai wilayah. Model kawasan ekonomi ini dipercaya bisa mendorong pusat pertumbuhan ekonomi baru dengan daya saing tinggi.

Presiden Joko Widodo sendiri menargetkan dapat tercipta 17 daftar daerah kawasan ekonomi khusus hingga 2019. Jumlah sebanyak itu dalam rangka mencapai tujuan pemerintah, yakni menjadikan KEK sebagai pusat pertumbuhan baru. Kawasan Segitiga Rebana ini juga akan diupayakan menjadi Special Economic Zone atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sehingga anggaran akan didukung penuh oleh APBN.

Akan tetapi yang terjadi beberapa waktu lalu, Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil telah menawarkan Kawasan Segitiga Rebana kepada Duta Besar Belgia untuk Republik Indonesia Stephane de Loecker yang melakukan kunjungan ke Gedung Sate Bandung, Jabar, Rabu. 12/6/2019. (Antaranews.com, 12/6/2019).

KEK sendiri sebenarnya bukan barang baru di Indonesia, bahkan dunia. Konsep KEK mulai booming sejak diterapkan oleh Republik Rakyat Tiongkok pada era tahun 1980-an. KEK di negara tersebut mampu menarik para investor, terutama investor asing untuk berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja. Hal itu tak lain karena kemudahan yang didapat para investor, seperti perpajakan dan kepabeanan.

Di Indonesia sendiri, KEK mulai diberlakukan secara massif sejak diterapkannya UU No 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. KEK bisa terdiri dari satu atau beberapa sektor usaha diantaranya pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan kegiatan ekonomi lainnya.

Tak dipungkiri bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki potensi luar biasa membuat berbagai pihak ingin mengeksplorasi bahkan menguasai kekayaan nya.

Melalui KEK, suatu kawasan dikembangkan hingga memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

Pada kawasan KEK, sejumlah fasilitas untuk mensejahterakan pekerja dan pengusaha akan dibangun seperti perumahan. Lalu pengusaha akan mendapatkan kemudahan dari segi kepajakan, kepabeanan, dan cukai. Singkatnya, perkonomian diyakini akan bergerak lebih cepat, menjadi magnet bagi investor dalam dan luar negeri, dan mendongkrak perekonomian masyarakat.

Di sisi lain, KEK akan membawa ancaman polusi, limbah, konsekuensi penyediaan buruh berupah rendah, ketergantungan terhadap investor, penguasaan pasar pembelian dan penjualan, penguasaan atas bahan mentah di suatu daerah dan eksploitasi besar-besaran terhadap daerah tersebut.

Jika dilihat, dasar pemikiran KEK adalah mendatangkan investasi -termasuk investasi asing baik perorangan ataupun negara-. Hal ini dapat menguatkan penguasaan pemilik modal terhadap Indonesia, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi negara yang disetir oleh kepentingan negara lain jika negeri ini tidak memiliki kemandirian dan political will yang kuat.

Namun sayangnya, negeri ini menjadikan sistem sekuler kapitalis sebagai sistem hidup dan pemerintahan yang diterapkan bangsa ini. Ideologi kapitalis menjadikan kepemilikan dan penguasaan terhadap harta secara bebas, dan negara bertindak hanya sebagai mediator bahkan pelaksana kebebasan ekonomi di dalam dan luar negeri. Artinya, negara hadir untuk melaksanakan kepentingan pengusaha.

Semakin terbukanya intervensi asing dengan adanya KEK dan kemudahan serta fasilitas duty free atas impor barang-barang modal untuk bahan baku komoditas sebagian ekspor yang dibuka luas. Sehingga akan semakin memudahkan asing untuk memasukkan produk mereka ke Indonesia.

Kondisi ekonomi seperti ini akan sangat menguntungkan kapitalis, dan masyarakat dengan daya saing lemah akan makin hancur dengan lepas tangannya negara. Karena dalam sistem kapitalis, ketika dia berhasil maka akan menyebabkan hegemoni ekonomi. Tetapi ketika gagal, akan menyebabkan inflasi atau depresiasi ekonomi.

Hal ini bertentangan dengan tujuan politik ekonomi Islam karena dengan KEK tidak memperhatikan terjaminnya setiap orang untuk menikmati kekayaan alam. Yang bisa menikmati hanya para wisatawan yang memiliki uang dan pengusaha yang kuat. Dengan investasi asing yang mendominasi, individu (pemilik modal) dibiarkan memperoleh kemakmuran sebebas-bebasnya dan dengan cara apapun.

Sementara syariat Islam secara tegas telah melarang pengelolaan dan kepemilikan kekayaan alam milik umum kepada individu. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw, “Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak) dalam tiga hal, air, pasang gembalaan, dan api”. (HR. Ahmad). Islam menjadikan kepemilikan umum sebagai otoritas negara yang harus dikelola oleh negara.

Tidak seorangpun diberi izin untuk mengelolanya, memilikinya ataupun diberi otoritas untuk mengelolanya. Semata diperuntukkan bagi kemaslahatan umat. Hal inilah perbedaan yang sangat mendasar. Islam memperhatikan kepengurusan umat, sementara sekuler kapitalis, tidak.

Negara dalam Islam bertanggungjawab memenuhi kebutuhan pokok seluruh rakyatnya. Peningkatan taraf hidup dalam negara dan jaminan pemenuhan kebutuhan rakyat merupakan kewajiban negara. Hal tersebut dapat terealisasi jika negara menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kebidupan termasuk ekonomi dan pengelolaan kekayaan alam. Wallahu ‘alam.

Titis Afri Rahayu dan Lulu Nugroho
Muslimah Penggerak Opini dan Penulis dari Cirebon
 
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.