Rencana Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir merekrut rektor asing untuk memimpin Perguruan Tinggi Negeri (PTN), mengundang polemik. Sebagian kalangan menganggap Menteri Nasir tidak mengetahui persoalan sesungguhnya dalam dunia pendidikan di Indonesia. Menteri Nasir lewat kebijakan itu berniat memajukan kualitas pendidikan di Indonesia, sehingga kampus di Indonesia bisa menembus ranking 200 besar dunia.
"Apabila kita punya keinginan meratingkan perguruan tinggi kita di kelas dunia berarti kita harus melihat dunia atau di negara-negara lain. Oleh karena itu yang namanya rektor dari luar negeri atau asing, guru besar asing yang akan masuk pada perguruan tinggi di Indonesia itu hal yang lumrah," ungkapnya (CNN Indonesia)
Keinginan tersebut sah- sah saja ketika Menteri pendidikan memiliki tujuan meningkatkan daya saing perguruan tinggi dalam negeri. Namun pertanyaan apakah dengan impor rektor asing dapat menjamin mutu pendidikan akan semakin tinggi?. Apakah di negeri +62 ini tidak memiliki stock orang cerdas yang berkompeten menjadi rektor?.
Kalau alasan mampu menghadapi persaingan dengan asing, lalu apakah selama ini negara telah memfasilitasi tenaga pendidik dalam mengembangkan seluruh risetnya? .Betapa banyak para ilmuwan Indonesia yang ahli dibidangnya .Namun tidak mendapatkan tepat di negeri +62 ini dan akhirnya memilih untuk berkiprah di luar Negeri. Perguruan tinggi Indonesia banyak mencetak para tenaga didik yang ahli dibidangnya tapi jerih payah mereka tidak dihargai . Kecuali sebatas nilai untuk kelulusan saja. Ini tidak hanya persoalan tidak mampu bersaing tapi lebih kepada penguasaan asing semakin mengurita. Bahkan meliputi seluruh aspek kehidupan bangsa sehingga rakyat semakin terasingkan.
Disisi lain, anak negeri kesana- kemari mencari pekerjaan demi mendapatkan penghidupan yang layak. Tingginya angka pengangguran tingkat perguruan tinggi pertahun menunjukkan betapa sulitnya mereka menyalurkan keahlian mereka. Sementara pemerintahnya mencari orang asing untuk meningkatkan persaingan. Ini jelas bukan solusi tapi ambisi pro asing.
Justru tindakan mengimpor rektor asing itu merupakan sikap pembodohan yang menyakiti hati rakyat. Lalu bagaimana pandangan Negara- negara luar terhadap negara kita ,tentu saja mereka memandang rendah. Hal ini bisa saja menjatuhkan harga diri serta martabat anak bangsa ke level paling rendah. Apakah ini sebenarnya yang menjadi tujuan penguasa?. Kalau ia silahkan tunggu kehancuran berikutnya.
Ironis memang setiap persoalan yang dihadapi bangsa ini selalu solusinya adalah impor. Wajar saja akhirnya ada sebuah celetukan dari petinggi negeri ini yang mengatakan "Kenapa tidak sekalian dengan Presidennya yang di impor?". Ini jelas menunjukkan sikap kesal atas tindakkan tersebut. Bisa dibayangkan kalau itu benar- benar terjadi. Akankah akhirnya rakyat ini juga ikut mereka ekspor keluar dan diganti dengan rakyat impor?. Sebagaimana yang kita saksikan hari ini ,produk-produk dan pekerja asing tak henti menyerbu Indonesia.
Pemerintah harus lebih bijak lagi dalam mengurusi persoalan dalam negeri ini. Tidak ceroboh memberikan solusi apalagi urusan "dapur" sendiri. Sikap bergantung kepada asing menunjukkan sikap ketidak mandirian suatu bangsa. Memberikan peluang besar pada asing menguasai serta mengendalikan urusan bangsa bukti kelemahan. Rakyat seolah menjadi anak tiri dirumahnya sendiri karena selalu di nomor duakan. Sementara orang asing lebih leluasa berkuasa .
Oleh sebab itu solusi bangsa tak kan usai dengan kata "Impor". Kecuali dengan mengekspor kembali seluruh pemikiran- pemikiran asing beserta seluruh sistem kufurnya. Negara hanya akan mengadopsi pemikiran-pemikiran serta aturan kehidupan yang bersumber dari sang Pencipta manusia. Inilah solusi terbaik untuk seluruh persoalan negeri ini.
Oleh : Mira Susanti
Aliansi Penulis Perempuan Untuk Generasi