Anak-anak cowok juga memulai proker mereka masing-masing, seharusnya, tidak ada satupun orang di rumah itu, namun, siang itu, terdengar suara sesuatu yang di pukuli, hal itu menimbulkan rasa penasaran, suaranya seperti benturan antara lempengan yang keras, awalnya Widya menghiraukanya
namun, semakin lama, Widya tidak tahan dan akhirnya memeriksanya.
Suara itu terdengar ada di belakang rumah, tepat di samping pawon (dapur), maka Widya pergi kesana, saat ia sampai di pintu pawon, yang terbuat dari kayu, Widya berhenti, di sela2 pintu, Widya mengintip...
Alangkah bingungnya Widya, melihat di antara pohon pisang, ada seorang bapak-bapak, usianya berkisar antara 50'an, menggunakan pakaian hitam ala orang yang akan berkebun, ia berdiri di antara pohon pisang, matanya tampak mengawasi rumah yang menjadi penginapan Widya selama KKN.
Lama sekali, bapak itu berdiri mengawasi penginapan Widya, gerak-geriknya sangat mencurigakan, seperti ingin masuk ke rumah namun, bapak itu ragu-ragu.
Ketakutan, tiba-tiba terasa di dalam diri Widya, kemudian, selang beberapa menit, bapak itu pergi meninggalkan tempat itu.
Rasa lega, bapak itu pergi, Widya berniat kembali ke kamar, disana ia melihat Anton, baru saja masuk rumah, mereka berpapasan, bodohnya, Widya tidak menceritakan hal itu kepada Anton dan anak lain, karena keesokan harinya, peristiwa yang sama itu, kembali terulang...
Di awali suara keras yang sama, Widya kembali mengintip, kali ini, bapak itu lebih berani, ia melihat kesana-kemari, mendekati penginapan dan beberapa kali berusaha mengintip, dari gerak-geriknya, tampaknya bapak itu berniat buruk, masalahnya, apa yang ingin dia cari disini.
Memikirkan hal itu, Widya tiba-tiba seperti baru ingat, ia hanya di rumah ini sendirian, seorang wanita, sendirian di dalam rumah, dan seorang pria asing, mendekati rumah itu, apalagi kalau bukan...
Sesaat, ketika si bapak sudah berdiri di depan pintu pawon, suara itu mengejutkanya, suara keras itu rupanya dari Batu di belakang pawon, keras sekali sampai membuat si bapak lari tunggang langgang, Widya menyaksikanya sendiri, ada yang melempar batu cukup besar, tepat di Watu item (Batu kali) di belakang rumah. Sehingga si bapak panik dan pergi, Widya ikut pergi.
Widya melaporkanya pada pak Prabu, yang ikut kaget mendengarnya, di carilah si bapak itu, dan ketemu, rupanya dia adalah warga desa sana, ketika di tanya apa yang dia lakukan di rumah anak-anak KKN,
Bapak itu mengatakan sesuatu, yang entah benar atau tidak, bila ia melihat wanita. Wanita yang di lihat si bapak ini, mengenakan pakaian seperti dayang (penari) dan ia masuk rumah ini, namun karena beliau takut di sangka melakukan hal-hal tidak baik, ia memeriksanya diam-diam.
Ia melihat sesuatu di pawon rumah ia melihat wanita itu di dalam pawon rumah, ia sedang menari dengan anggun, sesaat sebelum ia melihat wajahnya, si bapak kaget setengah mati, karena di balik sirat wajah wanita yang di sangka terlihat jelita itu, rupanya polos, rata tak ada bentuk.
Apa yang di ucapkan si bapak memang tidak dapat di percaya, namun pak Prabu tidak punya bukti lebih jauh, maka pak Prabu hanya menegur agar tidak melakukan hal itu lagi, si bapak pun pergi, namun, pak Prabu mengatakan hal lain yang membuat Widya begidik ngeri, "onok sing nyoba ngabari sampeyan mbak" (ada yang mencoba memberi pesan sama kamu mbak)
"Sinten pak?" (siapa pak?)
"mBah-mbah sing nunggu nang Watu Item" (kakek-kakek penjaga batu kali itu)
Setelah kejadian itu, Widya di minta ke rumah pak Prabu bila masih sakit. Namun, ada kejadian lagi, yang Widya alami, kali ini melibatkan Nur, dan alasan kenapa rentetan semua kejadian ini, berhubungan satu sama lain.
Mohon Maaf, harusnya hari ini gw Free, udah siapin waktu juga, rencana awal mau namatin malam ini tapi tiba-tiba di suruh lembur lagi.
Besok saja ya, mohon maaf sekali.
Waktu itu siang hari, Widya sedang mengerjakan prokernya yang sudah tertunda beberapa hari, Wayu mendekati Widya, ia menawarkan kesempatan untuk keluar desa sementara karena harus membeli perlengkapan untuk progress kerjanya yang harus di beli di kota.
"Melu mboten?" (ikut gak?)
"Adoh gak?" (jauh gak?)
"2 jam" kata Wahyu, "aku wes ijin pak Prabu, oleh nyilih motor'e" (aku sudah ijin pak Prabu, boleh pinjem motornya)
"ngGih pun, melu" (ya sudah, ikut)
Wahyu melihat jam di tanganya, pukul 11 lewat, ia harus cepat menyelesaikan urusanya di kota, karena sesaat sebelum meminta ijin, pak Prabu sudah mewanti-wanti untuk sudah kembali sebelum hari petang, saat Wahyu menanyakan kenapa harus seperti itu, toh ada jalan setapak yang gampang di telusuri untuk masuk ke hutan ini.
Dengan wajah tidak tertebak, pak Prabu, mengatakan, "gak onok sing ngerti opo sing onok gok jero'ne Alas le" (tidak ada yang pernah tau apa yang tinggal didalam hutan nak)
Mereka berangkat, menembus jalan setapak, lalu sampai di jalan raya besar, menyusurinya, jauh, sangat jauh, sampai akhirnya mereka tiba di kota B, disana mereka berhenti di sebuah pasar, Wahyu dan Widya mulai mencari segala keperluan mereka.
Kurang lebih setelah 2 jam, mencari kesana kemari dan setelah mendapatkanya, mereka langsung cepat kembali.
Wahyu berhenti di pom bensin, ia harus mengembalikan motornya dalam keadaan bensin full, etika ketika meminjam barang orang lain.
Jam sudah menunjukkan pukul 4, sudah terlalu sore, sejenak ia melihat Widya dari jauh, ia berhenti tepat di samping penjual cilok, ketika Wahyu sampai disana, ia membeli beberapa cilok, untuk Widya dan dirinya sendiri, saat itulah, si penjual cilok, melihatnya seperti ingin menyampaikan sesuatu.
"Mas nya pendatang?" tanya orang asing itu.
"mBoten pak" "kulo KKN ten mriki" (tidak pak, saya hanya KKN disini)
"Tetep ae, wong joboh to" (tetap saja, orang luar kan?) kata si penjual, masih melihat Widya dan Wahyu bergantian.
"Nek oleh takon, masnya sama mbaknya KKN dimana?"
Wahyu menceritakan semuanya, termasuk tempat KKN nya, saat itu juga terlihat jelas sekali perubahan wajah si penjual.
"Loh, sampeyan berarti mari iki liwat Alas D*********??" (berarti sebentar lagi anda akan lewat di hutan **********??)
"nggih pak" (iya pak)
"Loh loh, halah dalah" "wes yangmene mas, opo ra isok mene ae mas, sampeyan golek penginapan ae, soale nek jam yangmene, jarang onok sing liwat" (sudah jam segini mas, apa gak bisa besok saja mas, cari saja penginapan, soalnya jam segini sudah jarang ada yang lewat) kata si bapak
"mboten pak, kulo bablas mawon" (tidak pak, saya lanjut saja) kata Wahyu,
"ngeten mas, isok kulo nyuwun waktu'ne sampeyan??" (gini mas, bisa saya minta waktunya sebentar)
Si penjual cilok, tiba-tiba mengatakan hal itu dengan wajah tegang.
"nggih pak" kata Wahyu.
Bersambung....