Apapun skenario yang dimainkan oleh asing (melalui proxy) di Indonesia soal isu Papua, intinya memancing negara cq aparatnya agar bertindak brutal supaya timbul pelanggaran HAM dalam upaya menangani rentetan peristiwa akibat isu Manokwari.
Selanjutnya terbit resolusi PBB, lalu hadir pasukan internasional/United Nations, dan ujungnya adalah referendum. Sayonara Papua. Demikian itu urutan ringkas skenario yang hendak dihamparkan di Bumi Pertiwi.
Kenapa demikian, oleh karena isu Manokwari, tersengat bau bahwa pola yang dimainkan hampir sama dengan isu Tolikara tahun 2015 lalu.
Apabila dalam peristiwa Tolikara dahulu yang dieksploitasi ialah isu sentimen agama, namun tema/agenda Tolikara untuk membenturkan umat Islam versus Kristen ternyata GAGAL TOTAL akibat ketanggapan para elit politik saat itu, kesigapan tokoh lintas agama dan pejabat negara dalam memadamkan “api sentimen” agar tidak menjalar serta tak meluas.
Nah, untuk isu Manokwari kali ini agak terlambat antisipasinya —bila dibanding penanganan Tolikara— karena isu telah liar menjalar serta menimbulkan kerusuhan massa di beberapa kota melalui menu rasisme.
Apa boleh buat. Intinya begini, negara tidak/jangan mau terpancing untuk bertindak secara brutal dalam upaya meredam kerusuhan, sebab jika aparat tepancing maka justru moment itulah yang sesungguhnya ditunggu-tunggu oleh asing.
Seperti contoh hadirnya pasukan asing di Libya dahulu, gegara Moamar Gadhafi terpancing bertindak brutal dalam merespon pemberontakan bersenjata di negaranya (sedang pemberontakan itu bikinan asing), seketika Resolusi PBB 1973/No Fly Zone pun terbit sebagai dasar NATO memporak-porandakan Libya.
Demikian pula kasus Papua. Salah penanganan justru akan menimbulkan masalah baru yang lebih kompetitif, akumulatif bahkan kompleks.
Ya, jika aparat terpancing bertindak brutal dan terindikasi pelanggaran HAM maka Resolusi PBB bisa terbit, pasukan asing akan hadir di Papua dan referendum pasti terjadi. Sekali lagi, sayonara Papua!
Geopolitik bertanya, “Seandainya Papua cuma penghasil koteka, apakah akan ada isu Tolikara dan/atau muncul isu Manokwari di Pulau Cendrawasih?”
Waspadalah bangsaku!
Penulis : M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)