JARILANGIT.COM - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani mendesak kepolisian agar membebaskan mahasiswa yang ditangkap usai berunjuk rasa di berbagai daerah. Dia juga meminta agar pemberian bantuan hukum tidak dihalang-halangi.
Sebelumnya, polisi menangkap mahasiswa yang berunjuk rasa di Jakarta, Bandung, Makassar, serta Palembang.
"Bebaskan segera yang ditangkap, jangan halangi akses bantuan hukum kepada mereka," tutur Yati melalui pesan singkat, Rabu (24/9).
Yati juga mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan anggota polisi saat membubarkan mahasiswa. Menurutnya, itu bisa memantik kemarahan mahasiswa serta masyarakat pada umumnya.
"Hentikan cara-cara lama yang arogan dan kekerasan terhadap mahasiswa. KontraS terus memantau ini. Polisi yang terbukti melakukan kekerasan harus dihukum," kata Yati.
Diketahui, mahasiswa di berbagai daerah menggelar unjuk rasa menolak pengesahan RKUHP pada Selasa (24/9). Di antaranya di Jakarta, Bandung, Makassar, Medan, Semarang, dan kota besar lainnya.
Unjuk rasa tidak hanya sebatas penyampaian aspirasi. Sempat terjadi kericuhan di beberapa tempat hingga penangkapan mahasiswa yang diduga membuat rusuh.
Bentrok mahasiswa dan polisi di Makassar, Sulawesi SelatanBentrok mahasiswa dan polisi di Makassar, Sulawesi Selatan (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
Bentuk Tim Advokasi
Tim Advokasi untuk Demokrasi bakal menyiapkan bantuan hukum untuk massa aksi unjuk rasa di sekitar Gedung DPR/MPR, Jakarta, yang mengalami penyiksaan dan penangkapan paksa. Tim terdiri dari LBH Jakarta, LBH Masyarakat, dan KontraS.
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum LBH Jakarta Nelson Simamora mengatakan upaya bantuan hukum ditujukan untuk meminimalisir tindakan sewenang-wenang aparat keamanan.
"Orang-orang yang ditangkap yang penting adalah adanya pendampingan dari penasihat hukum. Kalau ada pendampingan oleh penasihat hukum nanti lancar, potensi penyiksaan dan lain-lain, pelanggaran bisa dicegah," kata Nelson saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (25/9).
Untuk saat ini, bantuan hukum bisa diperoleh dengan menyampaikan aduan lewat narahubung. Tim mempersilakan para korban menghubungi Nelson di nomor 081396820400 dan Afif Abdul dari LBH Masyarakat di nomor 089670430522.
Tim juga berencana membuka posko pengaduan. Namun saat ini masih dalam perumusan terkait lokasi dan prosedur yang akan disediakan.
Hingga saat ini sudah ada sekitar dua puluh aduan yang masuk. Beberapa di antaranya adalah pengeroyokan Faisal Amir dan penangkapan empat belas orang mahasiswa.
Nelson menyampaikan awalnya Tim menyiapkan bantuan hukum untuk massa yang mengalami penyiksaan dan penangkapan saat aksi unjuk rasa berlangsung. Namun mereka menemukan banyak tindakan sewenang-wenang aparat di luar waktu unjuk rasa.
"Ternyata ada sweeping, di video-video ada yang ang ada diinjak-injak, kenapa diinjak-injak? Ada yang ditangkap di McDonald's, lagi makan gitu lho. Ternyata itu memang sudah enggak masuk akal lagi," ucap dia.
Sebelumnya, ribuan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di sekitar Gedung DPR/MPR, Jakarta. Mereka menuntut penghentian revisi revisi UU Minerba, revisi UU Pertanahan, RKUHP, revisi UU Pemasyarakatan, dan revisi UU ketenagakerjaan. Mereka juga meminta pencabutan revisi UU KPK dan UU SDA.
Selain itu, mahasiswa juga meminta pembatalan pimpinan KPK bermasalah, menolak TNI/Polri mengisi jabatan sipil, menolak militerisme di Papua, meminta penghentian kriminalisasi aktivis, menghentikan dan menindak pelaku karhutla, serta menuntaskan pelanggaran HAM.
Kerusuhan pecah usai pelemparan batu ke arah polisi. Lalu aparat kepolisian merespons dengan menembakkan water cannon dan senapan gas air mata. (cnn)