JARILANGIT.COM - Empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas ditembak aparat ketika berdemonstrasi pada 12 Mei 1998, sampai saat ini kasus penembakan mahasiswa dan kasus pelanggaran HAM lain di saat menjelang dan sesudah turunnya Soeharto belum tuntas.
Pada 12 Mei 1998, demonstrasi sampai sore berlangsung tertib dan damai, dengan pembacaan puisi dan menyanyikan lagu. Demonstrasi itu juga pertama kalinya didukung oleh seluruh civitas academika Trisakti termasuk para dosen.
Awalnya mereka ingin menuju DPR namun terhambat oleh barikade aparat, setelah proses negosiasi, mahasiswa pun mundur. Saat itu, seseorang berteriak pada mahasiswa dan lari ke belakang barisan aparat, lalu ketegangan pun muncul....
Mahasiswa kemudian mundur, dan tiba-tiba terjadi tembakan gas air mata dan juga penembak jitu. Awalnya John mengira para penembak menggunakan peluru karet.
Aktivis mahasiswa Trisakti 1998 John Muhamad masih mengingat saat itu tiba-tiba terdengar teriakan mahasiswa.
"Innalilahi, saya langsung lari gedung F, saya lihat Hendriawan Sie mahasiswa Fakultas Ekonomi, kaku sudah meninggal, tak lama kemudian terdengar lagi Innalilahi, saya lari kencang lalu melihat Heri Hertanto yang mengerang kesakitan," jelas John.
Anggota Brimob sedang mengamankan kerusuhan di sekitar Kampus Trisakti pada 12 Mei 1998 (kompas) |
Hanya selang beberapa detik saja, teriakan mahasiswa kembali terdengar. Kali ini John mendapati adik kelasnya di Fakultas Arsitektur, Elang Mulia Lesmana.
"Elang masih hidup saat itu, tidak bisa ngomong, dia diam, kayak kesakitan, tangannya dingin," ungkap John.
Penembakan empat mahasiswa termasuk Hafidin Royan pada sore itu memicu kemarahan mahasiswa Trisakti lainnya, mereka melempar apa saja ke arah pasukan penembak jitu yang berada di atas gedung.....(bbc)
BJ Habiibi membacakan sumpah Presiden menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri |
Dan kini
Kepala Staf Presiden, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, menyinggung potensi upaya gerakan massa, yang kecewa terhadap hasil Pemilu 2019. Ia mengkhawatirkan gerakan itu diarahkan hingga menimbulkan terjadinya peristiwa berdarah seperti tragedi Trisakti pada 1998 lalu.
Untuk itu diupayakan rekonsiliasi terutama dengan digagasnya pertemuan Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Menurutnya, hal ini dilakukan agar kondisi politik nasional stabil dan aman.
"Kita sama sekali tidak menginginkan. Ini juga kita harus menyiapkan diri dengan baik karena kita harus ingat bahwa kita pernah memiliki sejarah yang sangat tidak bagus di mana peristiwa Trisakti itu menjadi sebuah pembelajaran bagi kita semuanya," ujar Moeldoko, di Gedung Bina Graha Jakarta, Jumat 26 April 2019.
"Jangan nanti ada upaya-upaya yang memanfaatkan situasi ini dengan cara-cara yang seperti itu, kita paham kalau ada cara-cara bagaimana menciptakan sebuah trigger dengan upaya-upaya bisa dengan cara disiapkan dengan sebelumnya dan seterusnya," katanya.
Dia mengultimatum, agar kelompok-kelompok tertentu tidak mencoba-coba untuk membuat situasi seperti itu. Lanjutnya, pihak keamanan akan mengambil langkah-langkah jika ada upaya memanfaatkan situasi sehingga terjadi kerusuhan seperti tragedi Trisakti dulu.
Terlebih lagi, kalau memang upaya itu dipersiapkan dengan matang, dirancang dan disusun untuk sengaja menimbulkan situasi keamanan yang rusuh. "Untuk itu kita juga siap menghadapi situasi itu," kata mantan Panglima TNI itu.
Indikasi upaya gerakan massa dengan maksud membuat situasi rusuh, terus dalam pantauan. Hanya ia mengingatkan, agar cara-cara seperti ini tidak dilakukan.
Jika memang dalam proses pemilu itu ada sesuatu yang dinilai curang, sudah ada jalur yang bisa ditempuh. Bukan dengan membuat situasi keamanan negara menjadi tidak menentu.
"Untuk itu saya juga harus mengimbau jangan mencoba-coba untuk membuat atau menciptakan cara-cara seperti itu karena akan banyak merugikan masyarakat. Kita harus menyelesaikan cara-cara dengan cara kesatria, bukan dengan cara-cara yang tidak baik," katanya. (v)