Tidak cukup dengan pendekatan hukum yang ada, tidak puas dengan kriminalisasi yang sudah berlaku, rezim akan melakukan intensifikasi penzaliman pasca pengumuman Wiranto. Legitimasi hukum itu sedang dibangun, untuk dapat membuat serangkaian tindakan pembungkaman, baik melalui aktivitas nyata maupun melalui dunia maya.
Pada saat yang sama, duri Demokrat juga terus menusukan serum tetanusnya, membelah kohesi persatuan untuk melawan kezaliman rezim. Melalui Deklarasi prematur untuk berhimpun bersama rezim, padahal sebelumya Demokrat terikat komitmen untuk bersatu melawan kezaliman.
Tak apa, umat ini telah terbiasa melalui berbagai pertarungan sekaligus, untuk menunjukan sikap, karakter dan jatidiri. Sikap yang tak mungkin terbeli, sikap yang tak mungkin berkompromi, sikap yang tak mungkin berbasa basi.
Serangan rezim juga langsung memukul simpul kepemimpinan umat, menohok sensitifitas SARA, ingin menjauhkan umat dari Habibana Muhammad Rizq Syihab. Simpul operasional, juga mulai diamputasi dengan menggoreng kasus lama sampai akhirhya status Tersangka menjadi penghias nama Ust. UBN.
Tak apa, tak mengapa, umat ini siap. Umat ini telah siap, untuk mencabut duri perjuangan dan mengintensifkan perlawanan. Tak apa, umat ini telah siap untuk menangguk banyak pahala di bulan Ramadhan yang mulia, dengan tetap membusungkan dada, berdiri tegak melawan setiap inchi kezaliman.
Tidak saat ini, tidak nanti, tidak juga untuk waktu yang akan datang. Keteguhan umat, untuk tetap menggenggam amanah dakwah amar Ma'ruf nahi munkar, tetap terus digelorakan. Tidak ada rehat di bulan penuh berkah ini, justru semangat jihad akan mengumandangkan bara perjuangan makin berpijar.
Sungguh, suasana ini bagai badar kedua. Keikhlasan 300 pasukan Islam mampu menundukan 1000 lebih pasukan kafir. Kunci ketaatan, akan membuka pertolongan dan kemenangan.
Simpul Demokrat, mulai membuka agitasi pembusukan. Mengumbar manuver keji, setelah sebelumnya juga tdk berbuat banyak bagi umat. Demokrat, telah mengambil pilihan sangat keliru. Membuka ruang terbuka vis a vis dengan umat, padahal belum jelas kompensasi dari rezim.
Belum lagi, barisan partai di kubu rezim tak sepenuhnya semua ridlo Demokrat berhimpun. Akan ada pembagian kompensasi yang menggerus jatah mereka.
Demokrat sendiri, masih harus menunggu pembagian kompensasi setelah pengumuman resmi kemenangan dan rezim. Padahal, pengumuman itu bukan untuk kemenangan rezim, tetapi pengumuman runtuhnya tirani dan kezaliman.
Berbeda dengan Golkar, yang cukup diam dan tak terbuka mengumbar perlawanan terhadap umat tetapi telah, sedang dan akan terus mendapat kompensasi legit, bagian dari saham kekuasaan. Itulah beda Demokrat dengan Golkar.
Golkar telah mendapat bagian untuk peran yang tidak signifikan. Sementara Demokrat, telah berdarah untuk kompensasi yang belum tentu diberikan. Bahkan, oleh otoritas yang sedang melawan rakyatnya sendiri.
Sederhana saja, sikap mendua Demokrat, menyerang terbuka pada barisan umat, jauh lebih baik daripada berkelindan dalam barisan, tapi tetap menjadi duri yang menyakiti. Selamat datang Demokrat, telah sah bagi kami untuk menggelontorkan agitasi yang selama ini kami tahan sekedar untuk menghormati komitmen dan harga diri.
Penulis : Nasrudin Joha