JARILANGIT.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan ragu mendorong figur sipil mendaftar menjadi calon pimpininan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK). Alasannya, ICW menduga panitia seleksi sudah memberikan jatah pimpinan untuk kepolisian dan kejaksaan.
"Belakangan ini kami melihat ada semacam aroma yang tidak baik," kata Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto di kantornya, Jakarta, Jumat, 5 Juli 2019. Menurut Agus, hal ini terlihat dari pernyataan pansel, bahwa seakan pimpinan unsur polri dan jaksa dibutuhkan untuk memperkuat koordinasi dengan KPK.
Dia mencontohkan pansel pernah menggunakan Undang-Undang KPK sebagai dalil untuk mengundang kepolisian mendaftar. Pansel menyambangi Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mabes Polri pada 13 Juni silam. Seusai pertemuan, Ketua Pansel Yenti Garnasih, mengatakan komisioner KPK terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. "Unsur pemerintah diantaranya adalah penegak hukum," kata Yenti.
Agus tak sependapat dengan Yenti. Menurut dia, aturan tidak mengharuskan ada unsur polri atau kejaksaan dalam pimpinan KPK. Dia mengatakan yang diharuskan UU adalah unsur pegawai pemerintahan menjadi pimpinan komisi antikorupsi.
Pengistimewaan calon dari institusi tertentu, kata dia, tidak relevan, tapi justru memperkecil peluang masyarakat sipil dan unsur PNS lainnya menjadi pimpinan lembaga antirasuah ini. "Pansel harus hati-hati melihat peraturan," ujar Agus.
Tempo masih berusaha menghubungi Pansel KPK untuk meminta konfirmais atas penilaian ICW tersebut. Tetapi Salah satu anggota Pansel, Hamdi Moeloek, pernah menyatakan bahwa masyarakat pasti memiliki harapan tinggi dan ideal terhadap mereka yang sedang dan akan menjadi pimpinan KPK.
Pansel berjanji akan mencoba mewujudkan harapan itu. "Kami berikan yang terbaik yang kami punya untuk pekerjaan ini," ujar Hamdi.