Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, mengeluarkan kebijakan yang nyeleneh ihwal jam operasional rumah makan selama Ramadan. Sementara di daerah lain rumah-rumah makan dilarang buka pada siang hari, di Purwakarta justru dipersilakan beroperasi selama 24 jam.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan kebijakannya memberi kelonggaran kepada pemilik warung untuk buka nonstop itu dia namai “Ramadan Toleran”. "Kami ingin tetap menjunjung tinggi sikap toleran, termasuk saat Ramadan," katanya kepada Tempo, Senin, 6 Juni 2016.
Buat mengkampanyekan Ramadan Toleran, Dedi mengaku sudah mencetak banner 500 buah untuk dipasang di setiap restoran dan pusat-pusat keramaian. "Pemasangannya dimulai hari ini (hari pertama puasa)," ujarnya.
Dedi mengaku tak khawatir kebijakan itu bakal dihujat orang-orang yang tak setuju. Menurut dia, pemasangan banner merupakan bagian dari pengamalan dan penghormatan atas hak asasi manusia. "Kan Purwakarta sudah ditahbiskan sebagai kabupaten toleran oleh Komnas HAM," ujarnya. (tmp)
Menteri Agama Lukman Saefuddin :
Banyak kalangan juga sepakat dengan kebijakan Dedi itu. Alasannya, seseorang muslim yang benar-benar melaksanakan ibadah puasa dengan ikhlas dan semata mencari ridho Allah, tidak akan terpengaruh, meski ada warung yang tetap buka di siang hari.
Mereka juga tidak akan membatalkan puasanya, sekalipun ada orang yang tidak puasa menyantap makan di depan matanya. Iman seorang muslim tida akan goyah hanya dengan sepiring nasi legkap dengan lauk pauk yang lezat. Toh, puasanya semata-mata hanya untuk Tuhannya, Allah SWT.
Apapapun alasannya, seorang muslim yang ikhlas menjalankan ibadah puasa, tidak akan goyah dengan godaan apapun.Kita harus menghormati mereka yang tak berkewajiban untuk menjalani ibadah puasa. Muslim yang baik, kata Menteri Agama Lukman Saefuddin, tidak akan memaksa orang lain menutup sumber mata pencahariannya hanya demi tuntutan untuk menghormati yang sedang puasa. (hrt)
Mengutip kitab Naqd at Tasaamuh al Libraali (Kritik Terhadap Toleransi Liberal) karya Prof. Muhammad Ahmad Mufti yang menyebutkan toleransi liberal didasarkan pada tiga ide pokok yakni sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan; relativisme, yaitu paham yang memandang kebenaran suatu agama itu relatif (tidak mutlak benar) dan pluralisme, yaitu paham yang memandang kebenaran semua agama yang bermacam-macam.
“Sesungguhnya ketiga ide pokok paham tersebut semuanya batil dan bertentangan dengan Islam!” (hid)
Toleransi (tasamuh) artinya sikap membiarkan (menghargai), lapang dada (Kamus Al-Munawir, hlm. 702, Pustaka Progresif, cet. 14). Toleransi tidak berarti seorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dia anut (Ajad Sudrajat dkk, Din Al-Islam. UNY Press. 2009).
Namun, apa yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Muncullah sikap toleran yang kebablasan, khususnya pada sebagian Muslim. Sikap toleran yang kebablasan itu didorong agar dilakukan oleh seluruh Muslim negeri ini.
Alhasil, toleransi digunakan sebagai senjata oleh kalangan liberal dan non-Muslim untuk menyasar Islam dan umatnya. Sedikit-sedikit mereka menyebut kaum Muslim tak toleran jika ada masalah yang menyangkut komunitas non Muslim, meski tak jarang sebenarnya itu menyangkut aturan negara. (his)