Sri Lanka akan menandatangani kesepakatan bernilai US$ 1,1 miliar dengan China. Ini adalah kesepakatan untuk pengendalian dan pengembangan Hambantota, pelabuhan bawah laut di bagian selatan Sri Lanka.
Kesepakatan ini tertunda dalam beberapa bulan terakhir. Alasannya, ada kecurigaan bahwa China akan menggunakan pelabuhan ini untuk pos militer.
Kedua pihak akhirnya meneken kesepakatan setelah China meyakinkan bahwa hanya akan menjalankan kegiatan komersial di pelabuhan jalur utama antara Asia dan Eropa ini. Pemerintah Sri Lanka mengatakan, dana dari kesepakatan ini akan digunakan untuk membayar utang luar negeri.
Dalam proposal kontrak, perusahaan pelat merah China akan menyewa pelabuhan ini selama 99 tahun. Kontrak sewa meliputi pelabuhan dan sekitar 15.000 hektar lahan sekitar pelabuhan untuk zona industri.
Proyek ini akan menggusur permukiman ribuan warga di bagian selatan Sri Lanka. Pemerintah Sri Lanka mengatakan, penduduk akan dipindahkan ke lokasi baru.
China mulai berinvestasi di Sri Lanka sejak 2009, setelah berakhirnya perang sipil yang berlangsung 26 tahun.
Pelabuhan Hambantota yang menghadap ke Samudra India ini akan memegang peran penting pada proyek global China, Belt and Road initiative alias Jalur Sutera. Lewat megaproyek ini, China berniat menghidupkan kembali jalur perdagangan antara China dan Eropa.
Lawan perdagangan China seperti Jepang dan India mengungkapkan kekhawatiran bahwa negara-negara yang akan dilewati Jalur Sutera ini akan menjadi koloni China.
Menghadapi kekhawatiran ini, Pemerintah Sri Lanka memangkas kepemilikan perusahaan China di proyek Hambantota menjadi 70 persen.
"Kami mencapai kesepakatan yang menguntungkan negara tanpa implikasi keamanan," kata Ranil Wickremesinghe seperti dikutip BBC.
Sumber : BBC