JARILANGIT.COM - Pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak bisa dilakukan secara masif. Ini lantaran pertumubuhan ekonomi di Indonesia masih sangat kecil.
Penegasan itu sebagaimana disampaikan ekonom senior DR Rizal Ramli dalam talkshow Bedah Program Capres-Cawapres #5 Fisipol UGM di Sleman, Kamis (4/4).
Dalam diskusi ini, Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu menilai argumen Tim Kampanye Nasional (TKN) yang diwakili Eva Kusuma Sundari dan Inas Nasrullah Zubir tidak cerdas.
Sebab, mereka menilai untung rugi dari pembangunan infrastruktur tidak perlu dipermasalahkan selama hal itu bertujuan mensejahterakan rakyat.
Bagi Rizal argumen itu tidak cerdas. Apalagi, analogi yang digunakan keduanya juga tidak relevan. Sebab mereka membandingkan kebutuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia sama dengan di China.
"Itu retorika yang tidak cerdas, dia (kubu 01) bandingkan sama China, ngawur berat. China itu pertumbuhan ekonominya 12 persen selama 25 tahun. Jadi kalau dia (China) bangun infrastruktur jor-joranan nggak ada masalah karena ekonominya kan 12 persen. Pasti akhirnya uangnya balik,” jelas mantan Menko Kemaritiman itu.
Dia menguraikan bahwa kondisi pertumbuhan ekonomi di Indonesia berbeda jauh dengan China. Indonesia belum mampu mencapai dua digit pertumbuhan ekonomi, bahkan cenderung stagnan di 5 persen.
Oleh karena itu, Rizal menginginkan pembangunan infrastruktur menyesuaikan perekonomian negara.
"Lha ini ekonomi (pertumbuhan ekonomi Indonesia) bisanya cuma 5 persen, mandek di 5 persen mau bangun (infrastruktur) jor-joran, akhirnya (pakai) uang negara, jangan dong," kata pria yang akrab disapa RR itu.
Proyek infrastruktur ambisius tersebut, sambungnya, hanya menguntungkan bagi pada kalangan orang kaya.
“Tol Pantura rugi Rp 300 miliar setahun. Terus yang lewat jalan tol kebanyakan mobil pribadi kan dan yang truk malah lewat jalan biasa, masak (mobil pribadi) disubsidi Rp 1 miliar setiap hari selama 10 tahun," pungkasnya. (Widian Vebriyanto)