Oleh: Prashanth Parameswaran
What’s Behind Indonesia’s China Drone Buy?
Purchase signals Southeast Asian state’s efforts to boost its capabilities and the inroads Chinese drones are making in some markets.
Indonesia telah memutuskan untuk mengakuisisi empat pesawat tanpa awak (drone) dari China, untuk memenuhi kebutuhan TNI Angkatan Udara. Pembelian tersebut menandakan upaya negara-negara Asia Tenggara untuk meningkatkan kemampuannya, dan terobosan pesawat tanpa awak China di beberapa pasar utama.
Pada tanggal 25 Februari, terdapat laporan yang mengutip sumber-sumber di dalam militer Indonesia, yang mengkonfirmasi bahwa negara Asia Tenggara tersebut telah sepakat untuk mengakuisisi empat pesawat tanpa awak dari China.
Meskipun laporan tersebut hanyalah sebuah pengulangan dari apa yang dikatakan oleh para pejabat pertahanan Indonesia pada tahun lalu, namun hal itu tetap memperkuat upaya Jakarta untuk meningkatkan kapabilitasnya dalam hal ini, dan terobosan yang dilakukan oleh pesawat tanpa awak (drone) China di beberapa pasar utama.
Seperti yang telah saya tekankan, para pejabat pertahanan Indonesia telah memberi sinyal akan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan pesawat tanpa awak di negara tersebut, dengan menyadari bahwa negara tersebut tidak memiliki cukup banyak kapal dan pesawat untuk memantau sepenuhnya wilayah udara dan garis pantai yang luas. Jadi tidak mengherankan bila kita melihat Jakarta berusaha melakukan pembelian dalam hal ini dari negara-negara seperti Amerika Serikat (AS).
Indonesia juga telah melihat China sebagai pilihan. Meskipun pesawat tanpa awak China jauh lebih tidak canggih daripada yang diproduksi oleh pemain yang lebih maju seperti Amerika Serikat atau Israel, namun pesawat tanpa awak China juga secara signifikan lebih murah, yang lebih menarik bagi negara-negara yang memperhatikan anggaran seperti Indonesia.
Beijing juga telah meningkatkan kemampuannya, termasuk Wing Loong UAV untuk diekspor, dengan penampilan perdana di Singapore Airshow pada tahun ini, yang menunjukkan keinginannya untuk menargetkan pasar utama Asia.
Pada Juli lalu, Laksda Leonardi—Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan—mengatakan bahwa China telah menawarkan untuk memenuhi kebutuhan Jakarta dalam mempersenjatai Angkatan Udara Indonesia, dalam hal ini adalah dengan mengakuisisi UAV.
Meskipun beberapa rincian tambahan yang konkret diberikan pada waktu tertentu atau setelahnya, komentar Leonardi tersebut—yang juga membahas mengenai kesulitan yang lebih besar untuk mendapatkan beberapa kebutuhan ini dari produsen yang lebih maju—merupakan indikasi kesediaan Indonesia untuk mempertimbangkan berbagai jenis pemain untuk kebutuhan pertahanannya.
Pada tanggal 25 Februari, dalam bukti lebih lanjut dari apa yang telah dilaporkan sebelumnya, Jane dari IHS mengutip beberapa sumber di dalam militer Indonesia, yang mengkonfirmasi bahwa pemerintah telah memperoleh empat UAV Wing Loong I dengan ketinggian sedang dan kemampuan untuk menyerang, dari perusahaan pertahanan dan dirgantara milik pemerintah China, Aviation Industry Corporation of China pada tahun 2017.
Menurut sumber-sumber tersebut, UAV itu akan dioperasikan oleh Skuadron Penerbangan Angkatan Udara Indonesia 51 di Kalimantan Barat, yang saat ini mengoperasikan sistem pesawat tanpa awak taktis buatan Israel Aerostar. Seperti yang ditekankan oleh Jane dari IHS, dengan diperkenalkannya Wing Loong I, ini akan menjadi skuadron gabungan UAV pertama di Indonesia dengan dua jenis pesawat yang berbeda.
Itu adalah bukti kesediaan Jakarta untuk beralih ke beberapa produsen untuk mewujudkan kebutuhan mendesak, dan terobosan yang dapat dilakukan oleh produk pertahanan China di pasar utama Asia seperti Indonesia, di mana faktor-faktor seperti biaya dan kecepatan pengiriman—dibandingkan ketangguhan kemampuan atau pengalaman manufaktur—mungkin lebih penting.
Prashanth Parameswaran adalah Senior Editor di The Diplomat yang berbasis di Washington, D.C., di mana dia kebanyakan menulis tentang Asia Tenggara, urusan keamanan Asia dan kebijakan luar negeri A.S. di Asia Pasifik. Dia juga kandidat PhD di Fletcher School of Law dan Diplomacy di Tufts University. (The Diplomat)
Keterangan foto utama: Pesawat tanpa awak drone China Wing Loong II.