JARILANGIT.COM - Stasiun Tugu Jogja atau juga disebut Stasiun Yogyakarta merupakan stasiun kereta api kelas besar tipe A terletak di Kota Yogyakarta. Stasiun yang diresmikan pada tahun 1887 ini termasuk stasiun terbesar yang berada dalam pengelolaan PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi VI Kota Jogja, atau D.I. Yogyakarta.
Ketika menginjakan kaki pertama kali di Stasiun Tugu, kita seolah dibawa ke masa lampau, yakni di era kolonial Belanda, karena memang bangunan Stasiun Tugu ini merupakan peninggalan Belanda. Stasiun Tugu ini merupakan stasiun dengan dua kepemilikan yaitu jalur sisi selatan milik Nederlandsch-Indische Spoorwegmaatschappij (N.I.S), sedangkan sisi utaranya milik Staatsspoorwegen.
NIS dan SS saling berbagi tanah untuk jalur kereta api jurusan Jogja-Solo. Stasiun Tugu inilah yang jadi salah satu saksi bisu sejarah bangsa Indonesia dan memberikan jejak-jejak detil bangunan, eksterior hingga interior stasiun yang menyatu dengan kesibukan lalu lalang kereta api.
Stasiun Tugu yang mulai dibangun tahun 1885 dan resmi beroperasi pada tanggal 2 Mei 1887 ini memiliki kisah misteri yang belum banyak orang tahu. Menurut buku Kisah Tanah Jawa, ketika Stasiun Tugu mau dibangun, kawasan itu masih banyak pohon beringinnya. Di depan pintu masuk ada sebuah pohon beringin besar yang susah banget ditumbangkan.
Warga sekitar menyebutnya dengan pohon beringin Nyai Giri Kencono, yang konon katanya Nyai tersebut adalah sosok penguasa gaib yang digambarkan sebagai makhluk berkepala manusia tapi bertubuh harimau.
Nyai Giri Kencono saat masa pembangunan stasiun meminta tumbal berupa kepala kerbau serta kepala dan jari manusia. Kepala kerbau ditanam di lahan yang akan digunakan pada sebuah upacara simbolik. Sedangkan jari dan kepala manusia dipilih secara langsung oleh sosok gaib tersebut.
Semua tumbal manusia yang dipilih adalah pribumi yang dipekerjakan oleh pihak Kolonial Belanda untuk membangun Stasiun Tugu Yogykarta. Sedikit berbeda dan aneh, prosesi penumbalan dilakukan secara bertahap dengan satu korban setiap bulannya.
Penumbalan pertama terjadi pada 18 Februari 1886 dimana seorang pekerja mendadak jatuh saat memasang tembok. Kepalanya terbentuk bahan material hingga tewas di tempat. Seorang mandor kemudian melakukan prosesi ritual penumbalan dengan memenggal kepalanya dengan kapak.
Kepalanya kemudian dibungkus dengan kain hitam di atas baki bambu lengkap dengan bunga-bunga ubo rampe. Setelah prosesi ritual penumbalan selesai, kepala tersebut ditanam di bawah tegel pintu masuk (pintu dalam atau bangunan lama).
23 Maret 1886, penumbalan kedua terjadi dengan mengerikan. Salah seorang pekerja lembur tiba-tiba kerasukan siluman kera. Pekerja yang kesurupan terus berlari menuju peron selatan kemudian berhenti dan mengambil golok.
Dengan sekuat tenaga sang pekerja tersebut memenggal kepalanya sendiri hingga kepalanya terjatuh pada sebuah lubang galian yang akan dibuat pondasi. Prosesi ritual kedua sedikit berbeda, yang dibungkus kain hitam adalah bagian badan yang selanjutnya diguyur dengan darah ayam cemani. Tubuh dikuburkan berdekatan dengan bagian kepala yang telah terpisah.
Penumbalan ketiga dan terakhir terjadi pada 07 April 1866 saat seorang masinis mencoba lokomotif yang digunakan untuk mengangkut material bangunan. Ketika lokomotif berjalan mundur tiba-tiba menabrak seorang pekerja yang sedang memperbaiki rel.
Bagian kepala pekerja terpenggal oleh roda lokomotif di peron utara. Kepala dibungkus dengan kain merah, sedangkan badan dibungkus kain kuning. Kepala lalu ditanam di ruang dalam dan badan ditanam di peron utara jalur satu (sekarang jalur empat).
Cukup menyeramkan dan membuat ngeri. Bagi kamu yang penasaran dan ingin melihat langsung Stasiun Tugu Yogyakarta bisa langsung saja menuju ke Kota Yogyakarta, tepatnya di Jalan Malioboro. (edt)