Lama tak terdengar kabar, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan muncul dengan sebuah tulisan yang berjudul 'Anak Perusahaan'. Tulisan yang beredar di blog pribadinya www.disway.id tersebut, berisikan suara hati dan doa para eksekutif anak perusahaan BUMN soal posisi hukum perusahaan sedang digugat statusnya di Mahkamah Konstitusi.
Pendiri Jawa Pos Group ini pun menuliskan bahwa para eksekutif anak-anak perusahaan BUMN ingin MK mengabulkan permohonanan pencabutan status anak perusahaan BUMN, bukanlah BUMN.
Gugatan itu diajukan karena selama ini mereka ketakutan dijerat korupsi ketika bisnis anak perusahaan BUMN merugi. Jangankan berlindung di UU Perseroan Terbatas (PT), mau berlindung ke UU BUMN saja para eksekutif ini tidak bisa. Dan mereka tetap harus tunduk pada UU Keuangan Negara.
Berikut tulisan Dahlan Iskan:
'Anak Perusahaan'
Oleh Dahlan Iskan
Siapa tahu. Diam-diam banyak yang berdoa. Terutama para eksekutif BUMN. Lebih terutama lagi para eksekutif anak-anak perusahaan BUMN.
Bunyi doa itu mungkin begini: semoga Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan anak perusahaan BUMN bukanlah BUMN.
Saat ini, Anda lebih tahu, MK sedang menyidangkan sengketa pemilihan umum.
Pengacara pasangan calon presiden (capres) 02, menjadi pemohonnya. Isi permohonannya Anda sudah lebih tahu dari saya. Salah satunya bersinggungan dengan anak perusahaan BUMN.
Wajar kalau mereka ikut dag-dig-dug. Hati mereka ikut komat-kamit berdoa. Kalau doa mereka terkabul horeee…
Perjuangan lama mereka mencapai hasilnya. Para eksekutif anak perusahaan BUMN bisa lebih leluasa dalam mengembangkan bisnis. Tanpa ketakutan yang berlebihan.
Tidak ada lagi ancaman merugikan keuangan negara. Para eksekutif itu bisa berlindung sepenuhnya pada UU Perseroan Terbatas (PT). Seperti perusahaan swasta pada umumnya. Pun bisa bersaing lebih seru dengan swasta.
Mereka cukup berbekal pada persetujuan RUPS (rapat umum pemegang saham). Itulah lembaga tertinggi dalam sebuah perusahaan. Begitu RUPS sudah setuju tidak ada lagi persoalan hukum.
Tidak akan lagi dikenakan UU Keuangan Negara. Tidak akan ada lagi kesalahan prosedur. Bila kesalahan itu sudah dilaporkan ke RUPS. Dan RUPS sudah menyetujuinya.
Sejarah baru.
Angin baru.
Suasana baru.
Selama ini tidak begitu.
Jangankan berlindung di UU Perseroan Terbatas. Mau berlindung ke UU BUMN saja tidak bisa. Tetap harus tunduk pada UU Keuangan Negara.
Sudah banyak ahli hukum dagang. Banyak ahli hukum perusahaan. Yang bersaksi di pengadilan. Bahwa mereka tidak harus disalahkan berdasar UU Keuangan Negara.
Mereka itu perusahaan. Bukan instansi pemerintah. Bentuknya pun sudah PT. Bukan PN (perusahaan negara) atau PD (perusahaan daerah).
Namun sudah begitu banyak saksi ahli. Yang setinggi apa pun. Bersaksi di pengadilan. Belum pernah satu pun berhasil meyakinkan pengadilan.
Tetap pengadilan memutuskan mengenakan UU Keuangan Negara. Bahkan hal itu sudah dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung.
Sudah kuat sekali. Sangat kuat.
Pun sudah sejak lama begitu.
Sampai belakangan ini.
Akankah tidak lama lagi ada putusan MK seperti yang mereka harapkan ? Yang intinya berlawanan dengan putusan MA ?
Adakah putusan MA itu jadi bahan pertimbangan MK ? Atau akankah MK punya keputusannya sendiri? Yang akan menafikan putusan MA ?
Bukankah kalau begitu putusan MK yang akan berlaku ? Yang derajatnya lebih tinggi?
Wallahualam.
Saya bukan ahli hukum.
Apakah memang begitu. Saya tidak sepenuhnya tahu. Biarlah para ahli hukum yang berdiskusi.
Saya juga bukan ahli doa. Namun saya tahu itulah doa para eksekutif anak perusahaan BUMN.
Begitu krusial persoalan anak perusahaan BUMN itu sekarang. Sampai masuk ke arena politik tertinggi. Saya pusing.