Menyusuri Kebun Kopi Zaman Kolonial
Menyusuri Kebun Kopi Zaman Kolonial

Menyusuri Kebun Kopi Zaman Kolonial

Ringed by eight volcanoes, isolated mountain setting near Yogyakarta is inspiring, Its antique-filled villas coffee plants and authentic Dutch colonial buildings



JARILANGIT.COM - Siapa yang tak suka kopi. Pun kalau tak suka, aromanya cocok dan kekinian untuk pengharum ruangan.

Nah, ada eduwisata unik di Magelang, yakni Coffee Plantation Tour di Resor MesaStila. Ya, kamu tidak akan menyesap kopi dari tapi makan biji seusai disangrai dengan tambahan gula jawa.

Ringed by eight volcanoes, MesaStila hotel’s isolated mountain setting near Yogyakarta is inspiring. Its antique-filled villas are set in 25 hectares of loving tended gardens, coffee plants and authentic Dutch colonial buildings.

Salah satu highlight menginap di MesaStila Magelang yang indah dikelilingi delapan gunung adalah menikmati serangkaian aktivitas yang disediakan, salah satunya Coffee Plantation Tour. Resor bergaya tradisional Jawa ini memang terletak di tengah kebun kopi peninggalan zaman kolonial.

Bermula pada 1928 ketika Gustav van der Swan membuka perkebunan kopi di atas lahan seluas 22 hektar yang dinamakannya Karangrejo Coffee Plantation, seusai Perang Dunia II perkebunan tersebut dijualnya ke keluarga HOS Tjokroaminoto.

Pada 1991 perkebunan itu dijual ke seorang pengusaha berkebangsaan Italia yang sebagian wilayahnya kemudian dibangun resor bernama Losari Coffee Plantation yang resmi beroperasi pada 2004, sebelum berpindah tangan lagi ke pengusaha Indonesia dengan berganti nama menjadi MesaStila.


Sejarah tersebut meluncur lancar dari pemandu yang mengantar para tamu keliling perkebunan kopi yang bermula dari Club House anggun dengan langit-langit tinggi dan pilar-pilar megah, yang dulunya merupakan tempat tinggal Gustav van der Swan.

Dimulai pukul 10:00 WIB, peserta diperkenalkan dengan berbagai spesies kopi yang ditanam di perkebunan, yaitu jenis Robusta, Arabica, Andong Sari, dan Excelsa.

Salah satu staf MesaStila yang memandu menjelaskan tentang perbedaan kopi dari rupa daun. Daun yang paling besar adalah jenis kopi ekselsa atau liberika, untuk ukuran medium adalah robusta, dan yang memanjang kecil adalah arabika.

Lahan kopi di MesaStila 90 persen berjenis robusta. Kata Yoyok, panennya hanya setahun sekali.

"Panen kopi di awal musim kemarau menjelang akhir Juni sampai September sampai 4 bulan. Mereka matangnya tidak bersamaan. Bergerombol ada yang merah dan hijau," ucap Yoyok.

"Yang matang dipetik dipetik duluan. Lalu kembali ke pohon yang sama untuk memetik buah lainnya berjarak 7-10 hari," jelas dia menambahkan.

Lebih lanjut, kata dia, setiap 12 ton biji kopi basah dihasilkan tiap tahun dan hanya menghasilkan 3 ton biji kopi kering. Yakni 4:1 perbandingannya.

"MesaStila masih mengandalkan penjemuran tradisional, yakni oleh matahari. Lalu disimpan 2 tahun untuk fermentasi dan bagus untuk mengurangi kadar kafein dan asam," jelas dia.

Penurunan kadar di atas akan lebih cepat bila dimakan luwak. Itulah proses percepatan berkurangnya kadar kafein dan asam biji kopi.

"Di dalam kebun kopi juga ada pohon peneduh agar pohon kopi dapat berproduksi sesuai yang diinginkan. Ada pohon duren, petai hingga lamtoro," jelas dia.

Untuk diketahui, area Resor MesaStila ada di ketinggian 687 mdpl. Ada sebanyak 30-35 ribu pohon kopi di sana dan ada yang berumur 70 tahun.


Jenis Robusta mendominasi perkebunan seluas 11 hektar itu karena merupakan jenis yang paling cocok dengan kondisi tanah di Magelang. Pemandu juga menunjukkan cara membedakan spesies kopi melalui bentuk dan ukuran daun.

Walau bisnis utamanya adalah hotel, namun perkebunan kopi itu masih menghasilkan, di mana kopinya digunakan untuk konsumsi para tamu dan bijinya dijual di toko suvenir bagi siapa pun yang ingin membawa pulang kopi dari perkebunan zaman kolonial yang masih tersisa. (***)

 
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.