JARILANGIT.COM - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) angkat bicara soal perintah kepada perusahaan-perusahaan pelat merah untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Dalam rapat tersebut, salah satu agendanya yaitu pergantian pengurus perusahaan.
Menurut Deputi Jasa Keuangan, Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo, perintah ini hanya untuk lima perusahaan yang telah go public. Dari kelimanya, empat di perbankan, yakni PT Bank Mandiri (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (BBNI), PT Bank Tabungan Negara (BBTN), dan PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI). Satu perusahaan di industri migas, yakni PT Perusahaan Gas Negara (PGAS).
Gatot mengungkapkan, tujuan pertama diselenggarakannya RUPSLB yaitu untuk melihat kinerja laporan keuangan selama semester pertama 2019.
Kedua, perubahan susunan pengurus perseroan. Sedangkan agenda lainnya, masing-masing perusahaan bisa mengusulkan agenda tambahan. "Untuk aksi korporasi yang perlu persetujuan pemegang saham seperti akuisisi dan penerbitan bond," kata Gatot melalui siaran resminya, Kamis (18/7).
Menurut Gatot, langkah-langkah ini merupakan evaluasi kinerja BUMN yang setiap tahun dilakukan. Proses RUPSLB pun harus dilakukan sesuai aturan pasar modal seperti tahun-tahun sebelumnya. Sementara ini, baru PGN yang menyampaikan rencana RUPSLB melalui keterbukaan informasi di laman resmi Bursa Efek Indonesia (BEI).
RUPSLB PGN akan digelar pada 30 Agustus 2019 dengan dua agenda utama yakni evaluasi kinerja perseroan sampai dengan semester pertama 2019 dan perubahan susunan pengurus perseroan. Sementara itu, empat bank pelat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) belum menyampaikan rencana RUPSLB melalui keterbukaan informasi BEI.
Sebelumnya, kabar Menteri BUMN Rini Soemarno akan merombak pejabat sejumlah BUMN secara besar-besaran ramai diperbincangkan oleh publik.
Padahal, dalam Sidang Kabinet Paripurna, Selasa lalu (6/8/2019), Jokowi mengeluarkan instruksi khusus kepada menteri Kabinet Kerja. Instruksi tersebut berisi larangan kepada menteri untuk membuat suatu kebijakan strategis, minimal hingga Oktober 2019 atau sebelum periode kedua pemerintahan Jokowi.
"Para menteri diminta untuk tidak mengeluarkan kebijakan strategis dan juga penempatan atau penggantian jabatan atau posisi tertentu. Dua hal itu," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Moeldoko menjelaskan, alasan utama Jokowi mengeluarkan instruksi tersebut karena dibutuhkan masa transisi lebih, sebelum pemerintahan baru berjalan efektif pada Oktober mendatang.
"Ya ini kan saat-saat kritis ya. Relatif tinggal berapa bulan. Jadi jangan sampai nanti punya beban ke depannya. Itu aja sebenarnya," tegasnya. (katadata/edt)