Papua Target Amerika dan sekutunya setelah Timor Leste Lepas dari Indonesia
Papua Target Amerika dan sekutunya setelah Timor Leste Lepas dari Indonesia

Papua Target Amerika dan sekutunya setelah Timor Leste Lepas dari Indonesia

Dalam teori operasi intelijen, serentetan kerusuhan yang dipicu oleh OPM dengan memprovokasi TNI dan Polri, tujuannya tiada lain untuk menciptakan suasana chaos



Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sekarang secara gencar mengembangkan manuver, kiranya perlu dicermati secara intensif dan penuh kewaspadaan. Betapa tidak. Pada 28 April 2013 lalu, kantor perwakilan OPM di Oxford, Inggris secara resmi dibuka.

Bayangkan, pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris dihadiri oleh Walikota Oxford Mohammaed Niaz Abbasi, anggota Parlemen Inggris, Andrew Smith, dan mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin.

Bagaimanapun juga hal ini secara terang-benderang menggambarkan adanya dukungan nyata dari berbagai elemen strategis Inggris baik di pemerintahan, parlemen dan tentu saja Lembaga Swadaya Masyarakat.

Mari kita simak pernyataan anggota parlemen Andrew Smith, dalam acara pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris tersebut. “Kami akan bekerja sama dengan orang-orang di kantor baru kami di Port Moresby, PNG pada strategi menuju tujuan penentuan nasib sendiri bagi Papua Barat.”

Pernyataan Andrew Smith harus dibaca sebagai isyarat bahwa gerakan internasionalisasi Papua sedang gencar dilakukan baik di lini pemerintahan maupun parlemen di Amerika, Inggris, Australia dan Belanda.

Penekanan Andrew Smith terkait upaya melibatkan PNG, harus dibaca sebagai bagian integral dari aliansi strategis Amerika Serikat-Inggris-Australia untuk meng-internasionalisasi isu Papua, sebagai langkah awal menuju kemerdekaan Papua, lepas dari Indonesia.

Gerakan Internasionalisasi Papua Bermula dari Washington (US)

Sebuah sumber mengungkap adanya usaha intensif dari beberapa anggota kongres dari Partai Demokrat Amerika kepada Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk membantu proses ke arah kemerdekaan Papua secara bertahap. Gerakan ini sudah bermula sejak awal 2000-an.

Informasi ini kiranya masuk akal juga. Dengan tampilnya Presiden Barrack Obama di tahta kepresidenan Gedung Putih sejak 2008 lalu, praktis politik luar negeri Amerika amat diwarnai oleh haluan Partai Demokrat yang memang sangat mengedepankan soal hak-hak asasi manusia.


Karena itu tidak heran jika Obama dan beberapa politisi Demokrat yang punya agenda memerdekakan Papua lepas dari Indonesia, sepertinya memang akan diberi angin.

Maka kejadian pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris, sudah seharusnya dipandang sebagai bukti nyata bahwa gerakan internasionalisasi Papua yang dirintis oleh beberapa anggota Kongres dari Partai Demokrat di Washington, tidak bisa dianggap enteng.

Beberapa fakta lapangan lain juga cukup mendukung. Sejak pertengahan 2000-an, US House of Representatives, telah mengagendakan agar DPR Amerika tersebut mengeluarkan rancangan FOREIGN RELATION AUTHORIZATION ACT (FRAA) yahg secara spesifik memuat referensi khusus mengenai Papua.

Undang-Undang Foreign Relation Authorization Act (FRAA) akan dijadikan Pintu Masuk Menuju Papua Merdeka. Melalui FRAA ini, Amerika akan menindaklanjuti UU FRAA melalui serangkaian operasi politik dan diplomasi yang target akhirnya adalah meyakinkan pihak Indonesia untuk melepaskan, atau setidaknya mengkondisikan adanya otonomi khusus bagi Papua, untuk selanjutnya memberi kesempatan kepada warga Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.

Waspadai Modus Kosovo Untuk Papua Merdeka

Dalam teori operasi intelijen, serentetan kerusuhan yang dipicu oleh OPM dengan memprovokasi TNI dan Polri, tujuannya tiada lain untuk menciptakan suasana chaos dan meningkatnya polarisasi terbuka antara TNI-Polri dan OPM yang dicitrakan sebagai pejuang kemerdekaan.

Beberapa elemen LSM asing di Papua, akan menyorot setiap serangan balasan TNI dan Polri terhadap ulah OPM memicu kerusuhan, sebagai tindakan melanggar HAM Tapi sebenarnya ini skenario kuno.

Skenario semacam ini sebenarnya bukan jurus baru bagi Amerika mengingat hal ini sudah dilakukan mantan Presiden Bill Clinton ketika mendukung gerakan Kosovo merdeka lepas dari Serbia, dan bahkan juga mendukung terbentuknya Kosovo Liberation Army (KLA).

Isu-isu HAM, memang menjadi ”jualan politik” Amerika mendukung kemerdekaan Papua. Karena melalui sarana itu pula Washington akan memiliki dalih untuk mengintervensi penyelesaian internal konflik di Papua.

Rand Corporation Rekomendasikan Indonesia Dipecah Jadi 7 Wilayah

Dalam buku saya, (Tangan-Tangan Amerika (Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia, penulis Hendrajid), terbitan Global Future Institute pada 2010, bahwa dalam skema yang dirancang Pentagon melalui rekomendasi studi Rand Corporation, Indonesia harus dibagi 8 wilayah, yang mana salah satu prioritas jangka pendek adalah memerdekakan Papua. Ini yang kemudian saya istilahkan dalam buku saya sebagai BALKANISASI NUSANTARA.

Internasionalisasi Papua dan Bahkan Aceh, yang sudah menerapkan otonomi daerah, ternyata masih merupakan isu sentral dan agenda mereka hingga sekarang. Bahkan dalam scenario building yang mereka gambarkan, wilayah Indonesia harus dipecah menjadi 7 bagian.

Sekadar informasi, rekomendasi Rand Corporation ihwal memecah Indonesia jadi 8 bagian tersebut dikeluarkan pada tahun 1998. Artinya, pada masa ketika Presiden Clinton menjabat sebagai presiden.

Dalam skenario Balkanisasi ini, akan ada beberapa negara yang terpisah dari NKRI. Yang sudah terpisah Yaitu Timor Timur yang terjadi pada 1999 masa pemerinthan BJ Habibie. Lalu Aceh, sepertinya sedang dalam proses dan berpotensi untuk pecah melalui “sandiwara” MoU Helsinki dan kemungkinan (telah) menangnya Partai Lokal di Aceh pada Pemilu 2009. Kemudian Ambon, Irian Jaya, Kalimantan Timur, Riau, Bali. Dan sisanya tetap Indonesia.

Sudah terbukti melalui MOUS Helsinki untuk Aceh. Uni Eropa sejauh ini memang sudah menjadi pemain sentral di Aceh pasca MoU Helsinki. Misalnya saja Pieter Feith, Juha Christensen sementara dari persekutuan Inggris, Australia dan Amerika, mengandalkan pemain sentralnya pada Dr Damien Kingsbury dan Anthoni Zinni.

Mereka semua ini dirancang sebagai agen-agen lapangan yang tujuannya adalah memainkan peran sebagai mediator ketika skenario jalan buntu terjadi antara pihak pemerintah Indonesia dan gerakan separatis.

Beberapa Sosok Asing di balik Gerakan Pro Papua Merdeka

Salah satu sosok yang harus dicermati adalah Eni Faleomavaega, Ketua Black Caucuses Amerika yang mengkampanyekan Irian Jaya sebagai koloni VOC bukan koloni Belanda di Kongres Amerika. Kabarnya, perwakilan Partai Demokrat dari American Samoa ini memimpin sekitar 38 anggota Black Caucuses yang mengklaim bahwa cepat atau lambat Papua akan merdeka.

To be Continued....
 
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.