JARILANGIT.COM - Usulan menempatkan perwira tinggi dan menengah TNI ke sejumlah lembaga negara dan kementerian menuai pro dan kontra.
Putusan Presiden untuk mengkaji penempatan perwira tinggi dan menengah TNI ke lembaga negara dan kementerian dinilai berpotensi membawa Indonesia mundur ke belakang seperti jaman Orde Baru.
Terutama mengembalikan kembali Dwi Fungsi ABRI yang menjadi momok demokrasi di era Soeharto.
Keputusan Pemerintah untuk menempatkan perwira TNI di kementerian dan lembaga negara mendapat kritik tajam dari pegiat hak azasi manusia dan demokrasi.
Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia Puri Kencana Putri menilai, rencana ini tak sesuai dengan semangat reformasi yang telah menghapus dwifungsi ABRI.
"Saya pikir ini sangat gegabah, sangat anti semangat reformasi, sangat anti dari semangat akuntabilitas TNI. Ini mencederai penghapusan dwifungsi ABRI pada 1998," kata Puri kepada Kompas.com, Jumat (8/2/2019).
Puri menilai, urgensi untuk mengembalikan lagi tentara dari barak ke mekanisme sipil politik sebagaimana yang terjadi pada penggunaan operasionalisasi dwifungsi ABRI, sudah tidak relevan.
Jika alasannya karena banyak perwira TNI yang tidak mendapat jabatan, menurut dia, hal itu bisa diatasi dengan mempensiunkan perwira-perwira senior.
"Kalau mau dikaryakan (ditempatkan di kementerian/lembaga), dipensiunkan saja dulu. Jangan kemudian dia punya dualisme identitas. Masih berstatus TNI aktif, tapi dikaryakan. Enggak bisa dong," kata Puri.
Puri menilai, lebih baik TNI fokus terlebih dulu membenahi masalah-masalah internalnya sebelum mencoba masuk ke lembaga sipil.
Ia mencontohkan, peran peradilan militer yang sampai saat ini tidak bekerja maksimal dalam mengadili oknum TNI pelanggar hukum.
"Harusnya benahi saja dulu peradilan militer. Jangan sampai kasus (penyerangan lapas) Cebongan terjadi lagi. Jangan sampai penyerangan Polsek Ciracas terjadi lagi," kata dia.
Puri juga mengingatkan bahwa tanpa menempatkan perwira TNI di kementerian/lembaga, sebenarnya TNI saat ini sudah secara tidak langsung terlibat dalam kegiatan-kegiatan sipil.
"Tanpa TNI secara resmi masuk pos kementerian, mereka bisa bisa bikin MOU (dengan kementerian/lembaga). Mereka bisa cetak sawah, jadi penyuluh kesehatan, penyuluh KB, ikut sweeping buku. Padahal bukan aparat penegak hukum," kata Puri.
Senada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik rencana menempatkan perwira TNI di sejumlah kementerian/lembaga.
Kepala Divisi Pembelaan HAM Kontras Arif Nur Fikri mengatakan, rencana penempatan perwira TNI di kementerian sudah jelas diatur pada UU TNI Pasal 47 ayat 2.
Namun, jika penempatan terjadi di luar pasal tersebut, anggota TNI harus mengundurkan diri terlebih dahulu.
"Kenapa skup kementriannya terbatas, karena hal ini terkait dengan kemampuan dan efektivitas keahlian dari anggota TNI tersebut," kata Arif kepada Kompas.com, Jumat (8/2/2019).
"Jangan sampai efektivitas tersebut tidak ada dan hanya dijadikan tempat untuk menunggu waktu penempatan bagi para perwira yang pada akhirnya nanti malah 'magabut' (makan gaji buta)," tambah dia.
Dengan wacana merevisi UU TNI khususnya terkait dengan Pasal 47, Arif melihat ada yang salah dalam proses manajemen internal di Institusi TNI khususnya yang terkait dengan promosi dan kepangkatan.
Menurut dia, yang seharusnya dibenahi oleh institusi TNI adalah mengenai mekanisme transparansi dan akuntabilitas dalam proses promosi dan kenikan pangkat.
"Jangan orang yang tidak mampu atau memiliki latar belakang kasus pelanggaran HAM misalnya justru diangkat dan dipromosikan," kata dia. Arif juga meyakini rencana ini akan menghambat jenjang karier di kementerian/lembaga yang nanti bakal diisi oleh para perwira menegah dan tinggi TNI.
Rencana ini juga akan mengganggu semangat TNI yang profesional, modern dan tunduk pada prinsip demokrasi.
"Poin terakhir bahwa wacana tersebut justru bertentangan dengan aturan dan semangat profesionalisme TNI sebagaimana yang diatur dalam UU TNI Pasal 2," ujar Arif.
Terbaru Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan buka-bukaan soal menempatkan perwira TNI di kementerian dan lembaga negara.
Luhut mengaku menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo mengenai rencana penempatan perwira TNI di kementerian dan lembaga.
Menurut Luhut, Jokowi setuju agar rencana itu dikaji dan dicarikan payung hukumnya.
Hal itu disampaikan Luhut saat menjadi pembicara dalam acara silaturahim purnawirawan TNI-Polri dengan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo di Jakarta International Expo Kemayoran, Minggu (10/2/2019).
"Tenaga TNI banyak yang menganggur. Ada lebih dari 500 perwira menengah kolonel yang nganggur. Saya bilang, Pak (Jokowi) ini bisa masuk," ujar Luhut.
Sebagai contoh, menurut Luhut, di Kemenko Maritim banyak posisi yang bisa diisi oleh perwira TNI.
Sebab, banyak jabatan yang tidak pekerjaannya tidak dikuasai sipil.
Menurut Luhut, penempatan perwira TNI di kementerian atau lembaga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi para perwira.
Luhut mengatakan, saat ini pemerintah sedang mengkaji untuk merevisi Undang-Undang TNI.
"Saya jelaskan (kepada Jokowi) tidak sampai setengah jam. Saya bilang itu akan ciptakan lapangan kerja lagi bagi perwira TNI," kata Luhut.
Sebelumnya Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Tentara Nasional Indonesia ( TNI) Brigjen Sisriadi mengungkapkan, ada 60 posisi yang bisa diisi perwira menengah dan tinggi TNI di kementerian/lembaga negara.
Hal itu akan dipastikan melalui Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang kini sedang direvisi oleh TNI.
"Akan ada 40-60 perwira menengah dan tinggi yang bisa ditempatkan di kementerian atau lembaga. Sebenarnya ini permintaan dari kementerian atau lembaga terkait, bukan dari TNI," kata Sisriadi di Balai Media TNI, Jakarta Pusat, Rabu (6/2/2019).
Sisriadi menjelaskan, perwira-perwira yang masih aktif dan fit bisa ditempatkan di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), dan Badan Siber Sandi Negara (BSSN), dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
"Itu permintaan dari kementerian dan lembaga terkait, jadi bisa dimanfaatkan perwira menengah dan tinggi yang ada," ujar dia.
Namun, Sisriadi belum bisa mengungkapkan berapa banyak permintaan kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga perwira menengah dan tinggi.
"Saya enggak bawa datanya, yang pasti sudah dihitung per kementerian dan lembaganya. Tapi kami batasi juga. Nanti kalau semua perwira ditempatkan, TNI akan kehabisan tenaga," kata Sisriadi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memastikan bahwa restrukturisasi TNI akan segera dilakukan.
Restrukturisasi tersebut sebagai implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Implementasi dari perubahan Perpres tersebut, yakni peningkatan kapasitas sebanyak lebih dari 60 jabatan di struktur TNI.
"Akan ada jabatan untuk perwira menengah dan tinggi baru sebanyak 60 jabatan. Dapat diisi oleh yang tadinya kolonel, naik menjadi bintang atau yang tadinya bintang satu, (diisi) bintang dua atau tiga," ujar Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (29/1/2019).(*)
Luhut mengaku menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo mengenai rencana penempatan perwira TNI di kementerian dan lembaga.
Menurut Luhut, Jokowi setuju agar rencana itu dikaji dan dicarikan payung hukumnya.
Hal itu disampaikan Luhut saat menjadi pembicara dalam acara silaturahim purnawirawan TNI-Polri dengan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo di Jakarta International Expo Kemayoran, Minggu (10/2/2019).
"Tenaga TNI banyak yang menganggur. Ada lebih dari 500 perwira menengah kolonel yang nganggur. Saya bilang, Pak (Jokowi) ini bisa masuk," ujar Luhut.
Sebagai contoh, menurut Luhut, di Kemenko Maritim banyak posisi yang bisa diisi oleh perwira TNI.
Sebab, banyak jabatan yang tidak pekerjaannya tidak dikuasai sipil.
Menurut Luhut, penempatan perwira TNI di kementerian atau lembaga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi para perwira.
Luhut mengatakan, saat ini pemerintah sedang mengkaji untuk merevisi Undang-Undang TNI.
"Saya jelaskan (kepada Jokowi) tidak sampai setengah jam. Saya bilang itu akan ciptakan lapangan kerja lagi bagi perwira TNI," kata Luhut.
Sebelumnya Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Tentara Nasional Indonesia ( TNI) Brigjen Sisriadi mengungkapkan, ada 60 posisi yang bisa diisi perwira menengah dan tinggi TNI di kementerian/lembaga negara.
Hal itu akan dipastikan melalui Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang kini sedang direvisi oleh TNI.
"Akan ada 40-60 perwira menengah dan tinggi yang bisa ditempatkan di kementerian atau lembaga. Sebenarnya ini permintaan dari kementerian atau lembaga terkait, bukan dari TNI," kata Sisriadi di Balai Media TNI, Jakarta Pusat, Rabu (6/2/2019).
Sisriadi menjelaskan, perwira-perwira yang masih aktif dan fit bisa ditempatkan di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), dan Badan Siber Sandi Negara (BSSN), dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
"Itu permintaan dari kementerian dan lembaga terkait, jadi bisa dimanfaatkan perwira menengah dan tinggi yang ada," ujar dia.
Namun, Sisriadi belum bisa mengungkapkan berapa banyak permintaan kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga perwira menengah dan tinggi.
"Saya enggak bawa datanya, yang pasti sudah dihitung per kementerian dan lembaganya. Tapi kami batasi juga. Nanti kalau semua perwira ditempatkan, TNI akan kehabisan tenaga," kata Sisriadi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memastikan bahwa restrukturisasi TNI akan segera dilakukan.
Restrukturisasi tersebut sebagai implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Implementasi dari perubahan Perpres tersebut, yakni peningkatan kapasitas sebanyak lebih dari 60 jabatan di struktur TNI.
"Akan ada jabatan untuk perwira menengah dan tinggi baru sebanyak 60 jabatan. Dapat diisi oleh yang tadinya kolonel, naik menjadi bintang atau yang tadinya bintang satu, (diisi) bintang dua atau tiga," ujar Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (29/1/2019).(*)