Denny JA sudah kalap, tak lagi mau mengambil pilihan berdamai dengan siapa, dan bertarung dengan siapa. Denny JA 'menghunus pedang' kepada siapapun yang mengkritik survei bikinannya.
Jika sebelumya Denny JA menghunus pedang dengan rekan sejawatnya di Litbang Kompas, menuding survei kompas kebanyakan micin, kebanyakan Ajinomoto, Kebanyakan Sasa, kini Deny JA juga melabrak Prof. Din Samsudin.
Orang satu ini memang kurang adab, sebelumya Denny JA juga usil menghakimi ide 'People Power' yang diwacanakan oleh Prof. Amien Rais untuk menghadapi kecurangan Pilpres. Seperti kurang kerjaan saja, semua urusan, semua tokoh, dikomentari dan dipersoalkan.
Aneh, mengkritik wacana people power tetapi secara sepihak mengklaim Quick Count sebagai 'people power'. Itulah Su'ul adabnya Denny JA.
Adapun terkait Pak Din, ocehan Denny JA ini sungguh keterlaluan. Misalnya, Denny mempersoalkan Apakah Pak Din Syamsuddin ini merasa dirinya sehebat superman, atau Batman, atau Kapten Marvel?
Bahkan lebih jauh, Deny JA menanggapi kritikan Pak Din atas Quick Count sebagai ketidak pahaman, prasangka dan kecenderungan karakter otoriter.
Seolah hanya Denny JA yang punya hak dan memiliki kewenangan eksklusif untuk bicara masalah Quick Count. Sama persis, sebagaimana ulasan Denny JA ketika menyerang survei Litbang kompas. Denny menuding, kompas hanya jago masalah pemberitaan, sementara untuk urusan survei, Denny JA lah jagonya.
Hanya saja bagi Anda yang membaca secara seksama ulasan saudara Bambang Harimurti yang membacakan nota pembelaan (pledoi) atas tudingan Denny JA, justru terbukti dalam urusan survei, Sesunggunya LSI Denny JA justru baru anak kemarin sore dibandingkan dengan kompas.
Saya tidak tertarik untuk mengulas substansi kritik dan nyinyiran Denny JA kepada Prof Din Samsudin. Saya hanya mau bicara tentang survei lebih spesifik Quick Count yang telah dijadikan 'Tuhan' oleh Denny JA.
Meskipun Quick Count dengan Survei berbeda, tetapi keduanya dihitung berdasarkan sample, bukan data secara keseluruhan, karenanya potensi kesalahan pasti ada. Apalagi jika survei atau Quick Count itu motifnya bukan untuk memotret fakta, tetapi memframing kepentingan politik, tentu keduanya lebih tidak layak untuk dijadikan rujukan.
Quick Count dalam Pilpres 2019 jelas menimbulkan mudhorot, memicu keterbelahan, klaim kemenangan, tensi tinggi diantara pendukung dan calon, padahal belum ada pengumuman resmi dari KPU.
Tentang mudhorot yang ditimbulkan Quick Count juga jelas terindera, bukan praduga. Bahkan, ada Presiden yang masih berstatus calon mengklaim pemenang Pilpres berdalih Quick Count ini, mengaku mendapat selamat dari pimpinan negara-negara dunia, yang membuat mayoritas rakyat jengah, muak, dan jika tidak bersabar menunggu pengumuman KPU, mungkin sudah melakukan tindakan yang tak terkendali.
Adapun kenapa Denny JA menuhankan Quick Qount ?
Pertama, Quick Count adalah sawah ladangnya Denny, tempat mencari hidup dan penghidupan. Denny, mungkin telah menganggap survei dan Quick Count adalah dzat yang memberinya rezeki, yang menghidupkan dan yang mematikan.
Kedua, Quick Count khususnya hasil Pilpres 2019 ini bukan sekedar pertarungan Prabowo vs Jokowi. Ini juga pertaruhan kredebilitas Denny JA melawan kehendak publik. Denny akan sangat malu dan kehilangan muka jika keputusan KPU berbeda dengan rilis Quick Count terbitan LSI.
Ketiga, pertaruhan karier Deny JA di dunia survei puncaknya pada Pilpres tahun ini. Jika hasil Quick Count Denny meleset, sudah pasti Ga akan ada lagi proyek survei baik dari partai koalisi BPN Prabowo maupun TKN Jokowi karena tahu kelakuan Denny JA.
Jadi jelas kan kenapa Denny JA menuhankan Quick Count ? Membabi buta secara diktator menghakimi Prof Din Samsudin ? Ini persoalan perut dan masa depan lembaga surveinya Denny JA.
Dengan kenyataan ini maka wajar, jika Denny JA disebut majalah time sebagai tokoh yang paling berpengaruh. Berpengaruh merusak dan memecah belah segenap elemen anak bangsa.
Jadi siapakah tokoh itu ? Yang berpengaruh memecah belah bangsa dengan rilis Quick Count nya ? Dialah Denny JA.
Penulis : Nasrudin Joha