JARILANGIT.COM - Tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno disebut banyak menggunakan pemberitaan di media sebagai bukti dalam permohonan gugatan sengketa pemilihan presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi. Hal itu dipaparkan oleh lembaga pemantau Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif.
"Sebanyak 30 persennya kliping media," kata Ketua Kode Inisiatif, Very Junaidi di Tebet, Jakarta, Minggu 26 Mei 2019.
Hal ini menurutnya berpotensi jadi kelemahan dalam permohonan tersebut. Pasalnya kubu Prabowo-Sandiaga jadi menggunakan data sekunder, alih-alih bukti primer yang lebih kuat lagi.
"Saya justru tertarik melihat apakah buktinya itu akan sangat kuat atau tidak. Jadi ya bukti primer, bukti hasil pengawasan, hasil dari saksi di TPS. Kalau hanya menggunakan link berita media, seperti dalam permohonan, agak sulit untuk dapat dikabulkan di MK," ujar Very.
Meskipun demikian Very mengakui tidak tertutup kemungkinan kubu Prabowo-Sandi menyampaikan bukti-bukti tambahan dalam persidangan. Dia menilai bisa saja tim hukum memiliki strategi sendiri.
"Ini bisa saja sebuah strategi," kata Very.
Sebelumnya, tim hukum telah resmi mendaftarkan gugatan sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi, Jumat malam, 24 Mei 2019. Tim dipimpin langsung oleh Bambang Widjojanto.
"Alhamdulillah kami sudah menyelesaikan permohonan mengenai sengketa perselisihan hasil Pilpres," kata Bambang di kantor MK Jakarta Pusat. (v)
BPN Gugat ke MK, TKN: Hukum Berdasarkan Bukti Bukan Dugaan
Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf Amin, tak gentar dengan langkah hukum yang dilakukan oleh Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sekretaris TKN Hasto Kristiyanto mengharapkan, penyelesaian gugatan hasil rekapitulasi suara nasional di MK nanti dapat menjawab semua tudingan-tudingan kecurangan yang selama ini selalu dilontarkan oleh pasangan Prabowo-Sandi dan tim pemenangannya.
"Hukum ini kan berdasarkan bukti-bukti material tidak bisa hukum didasarkan pada perasaan atau dugaan. Tapi berdasarkan sebuah fakta-fakta yang disebut sebagai bukti material," kata Hasto usai menghadiri Peringatan Nuzulul Qur'an, di Kantor DPP PDI Perjuangan Lenteng Agung Jakarta Selatan, Minggu, 26 Mei 2019.
Ia menambahkan, pembuktian dalam persidangan sengketa pemilu sangat penting. Menurut dia, bukti-bukti yang kuat serta kesaksian sesuai dengan fakta, apabila benar terjadi kecurangan selama proses pemilu kemarin adalah satu-satunya jalan untuk menjawab segala tuduhan yang selama ini dilontarkan oleh tim pemenangan Prabowo-Sandi.
"Ya tentu saja bukti ini di dalam sengketa Pemilu kan harus memiliki dampak terhadap hasil perolehan suara, sehingga dampak tersebut melebihi dari selisih antara paslon 01 dan 02, yang melebihi 16 juta," ujarnya.
Dia menambahkan, "Tanpa itu maka bukti-bukti tidak memiliki kekuatan hukum apalagi hanya berdasarkan link berita. Nanti itu yang otentik itu berdasarkan dokumen C1 dan kemudian juga berdasarkan pernyataan para saksi."
Dengan demikian, ia berharap tim hukum pasangan Prabowo-Sandiaga dapat menyuguhkan semua bukti yang otentik, serta fakta yang dapat membuktikan bahwa proses Pemilu 2019 lalu benar terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Jika Bukti Cuma Link Berita, Prabowo-Sandi Bisa Jadi Bulan-bulanan di MK
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai penyertaan link berita sebagai bukti gugatan perselisihan hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi ( MK) akan sangat lemah jika tanpa disertai bukti lain.
Bahkan, pemohon yang berasal dari tim kuasa kukum Prabowo-Sandi bisa menjadi bulan-bulanan dalam persidangan apabila tak memiliki bukti lain.
Feri mengatakan, link berita hanya bisa dijadikan sebagai bukti penunjang. Tim kuasa hukum Prabowo-Sandi karena itu harus memiliki bukti yang lebih sahih dari sekadar link berita.
"Kalau hanya itu (link berita) sangat lemah. Kurang kuat untuk mendukung dalil-dalil pemohon terkait dengan perselisihan hasil Pilpres 2019," kata Feri saat dihubungi, Senin (27/5/2019). (kompas)