Nasionalisasi Hanya Sekedar Angan-Angan
Nasionalisasi Hanya Sekedar Angan-Angan

Nasionalisasi Hanya Sekedar Angan-Angan

Hilangnya saham pemerintah daerah dan pemerintah pusat atas kontrol tambang terbesar kedua di Indonesia setelah Freeport Indonesia, adalah masalah yang serius



Sebanyak apapun upaya pemerintah meyakinkan masyarakat Indonesia dalam rangka menasionalisasi aset-aset atau tambang yang kini masih dikuasai asing, takkan bisa dipercaya lantaran di sisi lain pemerintah membiarkan divestasi saham PT Newmont dibiarkan lenyap.

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menyampaikan, mungkin banyak orang bertanya mengapa masalah lenyapnya saham hasil divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) diungkit-ungkit terus dan tak ada habisnya?

Tentu saja, menurut dia, masalah hilangnya saham pemerintah daerah dan pemerintah pusat atas kontrol tambang terbesar kedua di Indonesia setelah Freeport Indonesia ini, adalah masalah yang serius.

“Mengapa? Divestasi mengandung tujuan yang serius. Sangat penting dalam konteks kebangsaan dan nasionalisme Indonesia. Juga dalam kontek saat ini, divestasi menyangkut semangat pengelola negara yang tengah bernegosiasi dengan perusahan tambang besar seperti Freeport Indonesia (PT FI), Nusa Halmahera Mineral (NHM) dan berbagai kontrak karya pertambangan mineral lainnya,” tutur Salamuddin Daeng, dalam keterangan persnya, Senin (05/03/2018).

Nasionalisasi, lanjut dia, sebagaimana keinginan divestasi sangat serius saat ini karena ada lebih dari 80% kontrak migas akan diperpanjang pada era pemerintahan Jokowi ini.

“Itulah makna divestasi, jadi menyoal masalah ini amatlah penting,” ujar Daeng.

Dia pun mempertanyakan, bagaimana mungkin pemerintahan dapat dipercaya melakukan langkah nasionalisasi yang besar, jika divestasi yang sudah terjadi yakni PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), dibiarkan melayang, lenyap begitu saja, dilego oleh Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), dan sekarang telah jatuh ke tangan perusahan antah benatah?

Dijelaskan dia, divestasi saham perusahaan tambang asing adalah amanat UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Dalam Pasal 19, pasal 21 dan penjelasannya, pasal 22 dan penjelasannya, dan pasal 25 Undang Undang PMA berisikan semangat nasionalisasi.

“Undang undang yang selalu dicela oleh kaum nasionalis karena memihak pada asing. Tapi ternyata di dalam UU tersebut memuat banyak pasal tentang nasionalisasi yakni melalui divestasi,” ujarnya.

Sekarang, Lnjut Daeng, elite Indonesia telah berprilaku lebih tercela lagi karena nasionalisasi melalui divestasi pun mereka khianati.

“Elite politik telah melepaskan sepenuhnya kekayaan alam Indonesia dari kontrol negara dan rakyat,” katanya.

Secara khusus, lanjut Daeng, divestasi merupakan amanat Kontrak Karya (KK) antara PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) dengan pemerintah Indonesia. Kontrak Karya yang sering dicela para nasionalis karena berpihak kepada investor. Tapi di dalam KK ternyata masih ada pasal tentang promosi kepentingan nasional yang mewajibkan perusahaan tambang asing melakukan divestasi atau melepaskan kepemilikannya hingga 51 % kepada pihak nasional.

“Elite Indonesia telah melakukan pengkhianatan yang lebih buruk lagi,” ujarnya.

Divestasi sudah melayang ini, proses dibeli menjelang Pilkada NTB 10 tahun lalu, dijual lagi menjelang pilkada serentak 2018. Tidak akan ada lagi pasal pasal tentang divestasi dalam pertambangan baru, padahal Pertambangan baru di Sumbawa NTB yang sekarang akan berpoerasi menggantikan PT. Newmont Nusa Tenggara, depositnya berjumlah 3 kali lebih besar.

“Namun begitu pahit kenyataan yang dihadapi rakyat, saham hilang, tambang mewariskan lubang tambang dengan diameter 3 kilometer dengan kedalaman 200 meter dibawah permukaan laut,” ujarnya. (sinarkeadilan)

Penulis : Salamuddin Daeng

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

 
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.