Incest Marak Dimana-mana, Inilah Dampak Buruk Pernikahan Sedarah
Incest Marak Dimana-mana, Inilah Dampak Buruk Pernikahan Sedarah

Incest Marak Dimana-mana, Inilah Dampak Buruk Pernikahan Sedarah

Incest adalah hubungan seks antara laki-laki dan perempuan di mana mereka terkait dengan keturunan yang sangat dekat sekali



Munculnya berbagai fenomena penyimpangan seksual akhir-akhir ini, sebagaimana diberitakan sejumlah media telah mengundang keprihatinan. Sebut saja kasus pernikahan sedarah yang dilakukan kakak beradik saudara sekandung di Bulukumba, Sulawesi Selatan, Dilansir dari Kompas.com.

Kasus ini mencuat ke permukaan setelah Hervina (28) melaporkan suaminya, Ansar (32) atas dugaan melakukan pernikahan sedarah dengan adik kandung perempuannya sendiri.

Ansar yang sudah beristri ini nekad menikahi adik bungsunya lantaran telah hamil 4 bulan. Setelah keduanya berhubungan layaknya suami istri. Kini mereka harus menerima dampaknya. Tak hanya terancam ditangkap, keduanya juga akan di usir dari kampung halaman dan dikucilkan keluarga. Sang istri sendiri sudah melaporkan suaminya tersebut ke Polres Bulukumba pada Senin (1/7/2019) lalu.

"Saya sudah melapor ke Polres Bulukumba. Saya harap saya bisa mendapat keadilan dan kepastian hukum dan berharap polisi bisa segera menangkap Ansar," kata Hervina usai melaporkan suami sahnya itu ke polisi.

Tidak hanya itu, temuan kasus incest begitu banyak. Antara lain yang berasal dari Garut - Seorang bapak di Garut, UR (42), mencabuli anak kandungnya, yang sekarang telah berusia 15 tahun. Akibat ulah bejat UR itu, sang anak hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan. Polisi turun tangan menyelidiki kasus cabul hubungan sedarah atau incest ini. (detik.com, 2/7).

Juga terjadi di Tanah Laut, melalui iNews.id - telah dilaporkan dua orang bapak di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan (Kalsel), ditangkap polisi karena dugaan cabul terhadap anak kandungnya. Salah satu korban saat ini tengah mengandung hasil perbuatan tersebut. Pelaku yang bernama M Jailani alias Amat, warga Kelurahan Pelaihari, telah menggauli berulang kali korban hingga hamil.

Pelaku lainnya adalah Imam Solikin, warga Martadah Baru, juga digelandang polisi lantaran diduga telah meniduri anak kandungnya. Insiden ini terjadi sesaat setelah memarahi korban lantaran terlibat masalah di sekolah. "Kedua tersangka mencabuli anak yang masih di bawah umur. Mereka terancam Undang-Undang Perlindungan Anak," kata Kapolres Tanah Laut, AKBP Sentot Adi Dharmawan, Kalsel, Rabu (3/7/2019). (inews.id, 4/7).

Kasus ini terus terjadi, makin marak dan makin mengenaskan. Mengapa keluarga dekat bisa kehilangan rasa sayang dan perlindungan kepada para korban? Mengapa justru penyimpangan seperti ini marak di sini, negri mayoritas muslim ?

Kasus incest banyak, ada apa?

Berdasarkan data dari Komnas perempuan, yang dilansir IDN Times - menyatakann bahwa kekerasan inses (hubungan sedarah) tercatat paling banyak dilaporkan sepanjang 2018. Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah mengatakan, terdapat 1.071 kasus inses dalam satu tahun.

"Pelaku tertinggi inses adalah ayah kandung dan paman. Fakta yang mengkhawatirkan di tengah kuatnya konstruksi sosial yang menempatkan laki-laki sebagai wali dan pemimpin keluarga," ujar Yuniyanti dalam peluncuran Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan (Catahu) 2018 di Jakarta, Rabu (6/3).

Inses adalah hubungan seks antara laki-laki dan perempuan di dalam atau di luar ikatan perkawinan, di mana mereka terkait dengan hubungan kekerabatan/keturunan yang dekat sekali. Misalnya hubungan seksual antara ayah-anak, ibu-anak, adik-kakak, paman-keponakan, dan sebagainya.

Inses banyak terjadi di kalangan rakyat dari tingkat sosial-ekonomi yang sangat rendah dan pada orang-orang keturunan bangsawan, dengan alasan untuk melanggengkan trah "darah biru/kebangsawanannya".

Bahaya hubungan seks sedarah (consanguinity), dan perkawinan di antara sesama kerabat dekat (inbreeding) bagi keturunan adalah munculnya penyakit-penyakit genetik, cacat mental dan fisik.

Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya inses. Pertama faktor Eksternal berupa lingkungan yang cenderung apatis dan kurang menaruh empati dan simpati kepada seseorang, menyebabkan seseorang merasa Iebih akrab dan bisa diterima oleh saudaranya sendiri, daripada orang lain.

Kedua, faktor Internal yang antara lain tingginya libido seseorang, sementara tidak ada tempat pelampiasan hasrat seksualnya, sehingga memungkinkan ia mencari jalur alternatif yaitu dengan melakukan hubungan seks terhadap keluarga dekat. Selanjutnya, faktor kemiskinan juga menjadi salah satu peluang terjadinya inses.

Rumah yang tidak layak, tanpa pemisah (kamar). Tempat tidur anak dan orangtua yang tanpa sekat, memungkinkan seorang ayah yang tak mampu menahan nafsu birahinya akan mudah terangsang melihat anak perempuannya tidur. Dalam kondisi seperti ini, peluang terjadinya inses sangat besar.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa di negara yang tidak melegalkan pornografi dan prostitusi serta memiliki tingkat kemiskinan tinggi seperti Indonesia, perilaku inses memang lebih rentan terjadi.

Padahal di negara Barat yang taraf hidupnya tinggi, bahkan melegalkan pornografi dan prostitusi, kasus inses juga banyak terjadi. Misalnya di Perancis, di sana inses bukanlah kejahatan.

Sedangkan di Amerika kasus inses juga terjadi tapi negara menetapkannya sebagai tindakan ilegal dengan sanksi yang bervariasi di berbagai negara bagiannya bagi pelaku, Di Massachusetts, negara bagian AS hukumannya bisa mencapai 20 tahun. (dianaruntu.wordpress.com.

Di sini, tak tegasnya sanksi memberi andil yang besar akan kondisi semakin akut. Sehingga terjadi krisis moralitas seksual yang sudah sangat memprihatinkan. Mungkin sudah tak jauh beda denga masyarakat Barat, yang mayoritas non muslim dan sudah biasa gaul bebas.

Bahkan di Barat, ketika incest dianggap tidak lagi ilegal, kemudian negara bisa saja mensahkan hubungan keluarga dekat ini (legal) jika mayoritas masyarakat setuju. Seperti kasus di Rumania dan Jerman yang berpeluang untuk melegalkan hubungan inses, karena banyaknya protes. (republika.co.id, 14/7/2015)

Sedang di Indonesia, liat saja hampir tak pernah sepi dalam kehidupan kita, pemberitaan atau kita mendapati di sekitar lingkungan ada persoalan penyimpangan seksual. Setiap hari –bahkan- kita dijejali beragam informasi yang menyayat hati seputar perilaku anak manusia dalam memenuhi syahwat biologisnya.

Tidak hanya jauh dari norma-norma sosial dan agama, yang terjadi bahkan sudah menafikan kodrat kemanusiaannya. Kita tentu sering mendengar, membaca atau menyaksikan fakta dimana seorang ayah menggauli anak kandungnya, kakek memperkosa cucunya, seorang bocah mati dalam kondisi mengenaskan setelah sebelumnya disodomi oleh tetangganya, dan masih banyak lagi kisah tragis seputar masalah penyimpangan seksual.

Belum lagi, dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, seseorang yang punya kecenderungan seks menyimpang sengaja memasang kamera tersembunyi (hidden cam) di tempat tempat yang sangat privat, baik kamar hotel, kamar mandi, toilet, dan sebagainya.

Di sisi lain, budaya permisif (liberal) yang melanda bangsa ini memberikan peluang bagi masyarakat -tak hanya anak muda- untuk berperilaku bebas dan tak terkendali. Pergaulan tak ada batas yang menjurus pada free sex, kumpul kebo dan sejenisnya sudah menjadi style masyarakat kebanyakan.

Semua itu jika dibiarkan berlarut-larut tanpa ada upaya, baik bersifat preventif, dengan mencegah terjadinya krisis moralitas seksual lebih lanjut, maupun upaya solutif pencarian jalan keluar terhadap persoalan yang satu ini, maka tidak menutup kemungkinan kondisi moralitas bangsa ini akan semakin hancur. Sedangkan negara, ketika dihadapkan pada persoalan seperti ini, kadang tak bisa dan tak mampu menjangkaunya.

Pasal zina pun jika diterapkan membutuhkan delik aduan. Pasal perkosaan anak juga baru bisa diterapkan jika korban di bawah umur dan ada aduan dari korban atau keluarga. UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, mengatur masalah incest sesuai uu perlindungan anak di pasal 59.

Karena itu, sangat mengecewakan jika Indonesia menyamakan kasus incest dengan kasus pemerkosaan biasa. Didalam pasal 46, tidak mengenal pidana penjara paling sedikit, namun hanya mengenal hukuman pidana penjara paling lama dua belas (12) tahun.

Dan kalau mereka melakukan inses suka-sama suka, dan pihak keluarga diam saja, maka kemaksiatan ini akan berlanjut tanpa ada yang bisa mencegahnya. Tak bisa dipungkiri, kebobrokan masyarakat Barat sudah menular secara masif ke negri muslim ini. Tak bisa dibiarkan. Astaghfirullah.

Dampak buruk pernikahan sedarah

Pernikahan sedarah dilarang dalam hukum agama dan negara karena berdampak buruk.

Pernikahan sedarah bisa menyebabkan anak lahir cacat, baik secara fisik maupun psikologis, bahkan tingkat kecerdasan yang rendah.

Salah satu penelitian menyebutkan, 40% anak hasil hubungan sedarah yang memiliki pertalian darah dekat akan membuat anak lahir dengan cacat fisik, hingga defisit intelektualitas yang parah.

Berikut ini adalah beberapa risiko yang bisa terjadi dari anak hasil pernikahan sedarah seperti dilansir Surya.co.id dari id.theasianparent.com berjudul: Dampak yang bisa terjadi pada anak hasil pernikahan sedarah

Menderita cacat lahir serius, seperti kelainan jantung bawaan, kaki bengkok, bibir sumbing, hingga down syndrome.

- Gangguan mental pada anak

- Kelainan resesif autosomal yang diakibatkan adanya penyatuan dua gen abnormal

- Cacat fisik

- Gangguan intelektualitas yang parah

- Tingkat pertumbuhan lambat

- Kanker

- Sistem kekebalan tubuh yang lemah, hingga rawan jatuh sakit

- Berisiko tinggi mewarisi penyakit yang diderita ibu atau ayahnya

- Badan kerdil

- Berat lahir rendah

- Kematian bayi

Oleh : Aishaa Rahma

(Pegiat Sekolah Bunda Sholiha, Malang)

Kompas : Kakak Nikahi Adik Kandung Sendiri di Bulukumba, Inilah Dampak Buruk Pernikahan Sedarah


 
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.