JARILANGIT.COM - Laporan ilmiah Pusat Studi Amerika Serikat di Universitas Sydney, Australia mengungkapkan jika pecah perang Cina - Amerika Serikat, maka teknologi canggih militer Cina bisa membuat Amerika Serikat terseok-seok mempertahankan sekutu-sekutunya.
Laporan itu dipublikasi pada Senin, 19 Agustus 2019, juga menyebut militer Amerika Serikat adalah sebuah kekuatan yang tidak berkembang yang saat ini dalam bahaya karena terlalu dieksploitasi dan kurang persiapan dalam menghadapi sebuah konfrontasi dengan Cina.
Jika laporan ilmiah ini benar adanya, maka penilaian ini memiliki implikasi yang luas bagi sekutu-sekutu Amerika Serikat seperti Australia, Taiwan dan Jepang yang bergantung pada jaminan keamanan Amerika Serikat.
Dikutip dari channelnewsasia.com, Selasa, 20 Agustus 2019, pemerintahan Presiden Donald Trump memiliki sejumlah kekhawatiran kalau Washington tidak akan bisa mempertahankan sekutu-sekutunya dalam menghadapi agresi Cina. Laporan ilmiah Universitas Sydney ini juga mengindikasikan kalau Amerika Serikat kemungkinan bakal terseok-seok, bahkan akan meminta bantuan jika memang diperlukan.
"Cina tumbuh dan semakin mampu menantang tatanan regional dengan kekuatan sebagai hasil dari investasi skala besar dalam sistem militer yang maju," tulis laporan ilmiah Pusat Studi Amerika Serikat di Universitas Sydney.
Di bawah kepemimpinan Presiden Cina, Xi Jinping, anggaran bidang pertahanan Cina dinaikkan sekitar 75 persen menjadi US$ 178 miliar atau sekitar Rp 2.500 triliun, kendati kuat dugaan jumlah uang yang digelontorkan lebih banyak dari angka tersebut.
Beijing telah menginvestasikan dana pada pengembangan sistem rudal balistik presisi dan sistem penangkal intervensi yang bisa mempersulit militer Amerika Serikat menjangkau area-area yang diperebutkan dengan cepat.
Laporan ilmiah Universitas Sydney itu juga menyebut hampir sebagian besar masyarakat Amerika Serikat, sekutu dan mitra-mitranya tempat pangkalan militernya di wilayah barat Pasifik kekurangan infrastruktur dan berada dalam sebuah ancaman besar. Kondisi ini bisa digunakan Beijing untuk menguasai teritorial Taiwan, kepulauan di Jepang atau Laut Cina Selatan sebelum pasukan militer Amerika Serikat tiba di sana. (tempo)