Mantan Relawan Jokowi pada Pilpres 2014 Ferdhinand Hutahaean menyebut sangat tidak lazim jika utang dijadikan instrumen andalan penyusunan anggaran dalam menjalankan roda pemerintahan.
“Yang namanya utang maupun pinjaman sesungguhnya lumrah dilakukan. Namun menjadi tidak lumrah ketika utang dan pinjaman menjadi andalan untuk membiayai pemerintahan dan membiayai negara,” kata Ferdhinand saat dihubungi aktual.com, di Jakarta, Jumat (22/9).
Ia menegaskan bahwa utang dan pinjaman menjadi sangat wajar, sepanjang dalam membayar masih dalam tataran mampu dan aman.
“Nah, dari kebijakan utang yang dilakukan presiden justru mulai mengkhawatirkan. Apakah kemudian pemerintahan ini dapat membayar utang yang bersumber dari pendapatab negara? Ini yang sesungguhnya menjadi bahaya karena saat ini kemampuan pemerintah membayar utang sangat mengkhawatirkan. Ini terlihat dari rendahnya pendapatan negara dari sumber utama yakni pajak,” papar dia.
“Dalam kondisi seperti itu, pemerintah akhirnya memilih berutang untuk bayar utang. Inilah yang tidak dihitung secara matang oleh pemerintahan Jokowi, ujung-ujungnya lebih besar pasak dari tiang,” sebut tokoh rumah amanat rakyat (RAR) itu.
“Yang nantinya, berdampak bisa menjadi negara gagal dan berakibat kepada kebangkrutan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, utang pemerintah pusat sampai akhir Juli 2017 telah mencapai Rp3.779,98 triliun. Kantor berita Antara, kemarin, mengabarkan 80,6 persen dari utang tersebut berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) dan pinjaman sebesar Rp734,98 triliun atau 19,4 persen. (Ak)