DPD Partai Gerindra DKI menuding penyusunan daftar pemilih sementara (DPS) pada Pemilu 2019 masih amburadul. Contohnya, data untuk wilayah DKI Jakarta saja, disinyalir terdapat 1.243.896 data pemilih yang invalid sehingga berpotensi menjadi pemilih siluman dalam pemilihan legislatif (Pileg) maupun pemilihan presiden (Pilpres) pada 2019 mendatang.
Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, M. Taufik, mengatakan, data invalid tersebut jumlahnya sekitar 27 persen, dari total jumlah suara di Jakarta.
"Berdasarkan salinan data elektronik dari KPU Pusat yang kami terima, setelah diteliti dengan seksama ternyata terdapat banyak sekali data yang ngawur. Lebih dari 1,2 juta pemilih yang datanya invalid alias cacat," lanjut Wakil Ketua DPRD DKI itu di Jakarta, Jumat (20/7/2018).
Dikatakan Taufik, kesalahan fatal ini sangat aneh dan kemungkinan dikarenakan kesengajaan maupun human error. Terkait adanya data invalid, pihaknya akan menyerahkan dokumen hasil temuan ini kepada KPU DKI, Bawaslu DKI, dan Dinas Dukcapil pada Sabtu besok.
"Ini bukan hanya bakal merugikan Gerindra saja, melainkan semua partai yang bertarung pada pesta demokrasi tahun depan. Tujuan kami melaporkan kasus invalid tersebut agar kesalahan data pemilih dapat segera diperbaiki karena Gerindra menghendaki penyelenggaraan pemilu yang benar-benar bersih, jujur, adil, dan transparan," ujar Taufik.
Taufik meminta kepada Dinas Dukcapil selaku wakil dari pemerintah agar segera memberesi data DPS Pemilu 2019 yang masih sangat amburadul ini.
Taufik menjabarkan data invalid yang jumlahnya setara dengan 30 kursi DPRD DKI Jakarta, terdiri dari berbagai macam kesalahan maupun manipulasi data. Antara lain nomor induk kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) yang sama terdapat pada beberapa nama dan dapil.
Kemudian, angka yang terdapat pada NIK dan KK mestinya sama-sama terdiri dari 16 digit, namun terdapat puluhan ribu data yang angkanya kurang dari 16 digit. Nama dan alamat sama, tapi terdaftar di beberapa dapil, terdapat ribuan anak di bawah umur 11 tahun, kode kelurahan atau kecamatan tidak ditemukan pada NIK maupun KK, dan banyak lagi lainnya.
Unsur Pidana
Selain itu, DPD Gerindra DKI Jakarta melalui Tim IT-nya berencana melaporkan temuan berupa data invalid dan data ganda tersebut. Karena, keberadaan data yang dapat menjelma menjadi suara siluman saat gelaran Pileg dan Pilpres 2019 ini, dinilai berbahaya karena dapat digunakan untuk memenangkan partai dan pasangan Capres-Cawapres tertentu.
"Kami akan melapor besok atau Senin," jelas Wakil Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Syarif, di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Jumat (20/7/2018).
Ia mengakui, temuan ini berpotensi mengandung unsur pidana Pemilu karena terindikasi dilakukan untuk melakukan kecurangan saat Pileg dan Pilpres, dan diduga dilakukan secara sengaja serta dengan terencana dan sistematis, sehingga jumlahnya sebanyak itu.
"Karena itu, jika setelah dilaporkan ke Bawaslu, Bawaslu nanti yang menentukan ini pidana atau bukan. Kalau pidana, maka akan diteruskan ke kepolisian untuk ditelusuri dan ditangkap siapa-siapa saja pelakunya," jelas dia.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI ini mengatakan, masuknya 1,2 juta data invalid dan ganda itu bisa saja terjadi saat dimutakhirkan di Kemendagri, sehingga tidak menutup kemungkinan DPS di semua provinsi, kota dan kabupaten mengalami hal yang sama dengan DKI.
"Karena itu kita sudah koordinasi dengan DPP agar tim di semua provinsi, kota dan kabupaten di seluruh Indonesia meneliti DPS di wilayahnya masing-masing," jelas dia.
Syarif menyebut, dari 1.243.896 data invalid dan ganda itu, terbanyak ditemukan di wilayah pemilihan Jakarta Barat dan Jakarta Utara.
Disebut data invalid, karena ada banyak nama dengan alamat dan usia yang sama, namun dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK)-nya berbeda. Ada juga nama yang berbeda, namun memiliki alamat dan NIK yang sama. "Ada juga pemilih berusia 91-95 tahun, tapi jumlahnya mencapai 600 orang lebih. Sangat tidak masuk akal, kan?" katanya.
Disebut data ganda, karena ada satu nama yang muncul hingga 3-5 kali dengan alamat, usia dan NIK yang sama. "Pokoknya modusnya macam-macam. Untuk data invalid saja ditemukan enam kategori (modus, red), sementara untuk data ganda ada dua kategori (modus, red)," jelas Syarif lagi.
Meski demikian Syarif mengatakan, ada yang lebih berbahaya yang ditemukan Tim IT DPD Partai Gerindra DKI selama melakukan penelusuran, yakni dari 267 kelurahan di DKI, NIK pemilih di 265 kelurahan empat digit angka di belakangnya diganti dengan tanda bintang, sehingga NIK-NIK itu tak bisa dibaca dengan lengkap.
Data NIK pada DPS Pileg dan Pilpres 2014, menurutnya, tidak seperti itu karena tak ada angka yang diganti bintang.
"Ini menimbulkan kekhawatiran kalau empat digit angka itu akan dikotak-katik oleh siapa pun aktor di balik kecurangan ini, untuk memunculkan pemilih siluman-pemilih siluman baru," jelasnya.
Dua kelurahan yang empat digit angka di belakang NIK pemilihnya tidak diganti tanda bintang di antaranya Kelurahan Semper, Jakarta Utara.
Syarif mengaku kalau DPD Gerindra DKI telah berkoordinasi dengan KPU DKI soal temuan-temuan ini, dan lembaga penyelenggara Pemilu itu berterima kasih karena diberitahu. Sebab, kata KPU DKI, pihaknya belum tentu dapat melakukan penelusuran hingga sekomprehensif itu. Apalagi dengan jumlah temuan yang demikian banyak.
Meski demikian Syarif mengatakan, setelah diberitahu, maka KPU DKI punya waktu 14 hari untuk memperbaiki DPS. "Kalau setelah itu DPS ternyata tidak berubah, maka patut diduga KPU DKI ikut bermain dalam hal ini," tegasnya. (Sammy)