JARILANGIT.COM - Pasca mengungkap pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Chairman&Co-Founder Freeport -McMoRan, Inc James Robert Moffett di Istana pada 6 Oktober 2015, Menteri ESDM 2014-2016 Sudirman Said mendapat 'serangan' dari sejumlah pihak yang menentang testimoninya tersebut.
Sudirman dituding telah berbohong soal pertemuan Jokowi dengan Moffett. Di Twitter, tagar #SudirmanSaidBohong sempat menduduki posisi 5 Besar Trending Topic.
Sudirman tidak ambil pusing dengan tuduhan miring terhadapnya. Dia menghargai seluruh pendapat baik pro maupun kontra terhadap keterangannya terkait pertemuan tersebut.
"Apa saya punya potongan tukang bohong ? Di balik saja yang menuduh saya berbohong itu siapa-sapa saja, dan cek sekelilingnya.
Itu tuduhan musiman, seperti kaset rusak, menyuarakan tuduhan dan cerita karangan yang sama," katanya dalam penjelasan tertulisnya yang diterima Bisnis, Jumat sore 22 Februari 2019.
"Yang pada nulis karangan bebas itu, memasang identitas saja tidak berani. Bagaimana rakyat mau percaya ?"
Sudirman mengatakan jika ada pihak yang memintanya bertanggungjawab atas testimoninya, dia mengaku siap bertanggungjawab.
"Untuk kepentingan bangsa, negara dan rakyat seluruhnya, saya siap melakukan apa saja. [Dengan catatan], sepanjang tidak melanggar peraturan dan kepatutan," katanya.
Dalam acara Diskusi dan Bedah Buku Satu Dekade Nasionalisme Pertambangan karya Simon Felix Sembiring ,Ph.D pada Rabu 20 Februari 2019, Sudirman mengungkap tabir kejadian penting di balik persetujuan perpanjangan izin Freeport pada 7 Oktober 2015.
Ternyata, yang memberikan persetujuan perpanjangan bukan Sudirman.
Sudirman menjelaskan pada hari Selasa 6 Oktober 2015 sekitar jam 08.00 WIB, dirinya menerima pemberitahuan dari ajudan Jokowi untuk menghadap ke Istana.
Sekitar pukul 08.30 WIB, Sudirman tiba di Istana. Hanya menunggu sekitar 10 menit, Sudirman dipersilakan masuk ke ruang kerja Presiden.
"Sebelum masuk, saya diberitahu Asisten Pribadi Presiden bahwa pertemuan ini tidak ada. Lalu saya pun masuk. Ini agak dramatis, setelah masuk ke ruang kerja Presiden, saya kaget karena di dalam ternyata sudah ada Moffett (James Robert Moffett, Chairman&Co-Founder Freeport-McMoRan, Inc)," kata Sudirman.
Sudirman pun mendengarkan arahan Presiden. "Tolong siapkan surat seperti yang dibutuhkan. Kira-kira demi menjaga kelangsungan investasi," begitu arahan Presiden.
Setelah pertemuan singkat tersebut, Sudirman dan Moffett menuju ke satu tempat. Waktu itu Sudirman didampingi oleh seorang staf khusus.
Di pertemuan itu, Moffett menyodori draf. Sudirman pun bereaksi dengan menegaskan tidak akan mengikuti apa yang diinginkan Moffett sesuai isi draf tersebut.
"Saya bilang ke Moffett, kalau saya ikuti draf ini, itu berarti saya didikte. Itu berarti negara didikte oleh korporasi. Saya tegaskan, silakan buat surat dan saya akan buat draf yang isinya akan melindungi kepentingan nasional,"
Sore harinya kira-kira pukul 16.00 WIB, Sudirman kembali ke Istana menemui Presiden, membawa draf surat untuk disampaikan ke Moffett.
"Saya sampaikan ke Presiden, saya belum meneken surat tersebut. Apa komentar Presiden, beliau bilang kok begini saja tidak mau," ungkap Sudirman.
Tidak lama setelah kejadian penting itu, mencuat kasus yang menghebohkan: Papa Minta Saham. Pada Oktober 2016, karir politik Sudirman berakhir, diberhentikan dan digantikan oleh Ignasius Jonan.
Pengamat politik The Habibie Center, Bawono Kumoro, meminta mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said untuk menunjukkan bukti terkait pertemuan rahasia antara Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan bos Freeport McMoRan Inc. James R Moffett pada 2015 lalu.
Bukti itu, menurut Bawono, penting karena bisa menjelaskan ke publik bahwa pertemuan yang disebut-sebut rahasia tersebut benar adanya. Jika tidak, publik akan mempertanyakan motivasi Sudirman Said yang kini menjadi Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi itu.
"Jadi apakah statement tersebut sebagai bentuk serangan balasan ?" kata Bawono, Jumat, 22 Februari 2019.
Bawono juga khawatir bila hal ini dibiarkan berlarut-larut akan bergulir dan menjadi permasalahan hukum dan terkategori fitnah.
"Kalau itu diungkapkan sebagai serangan balasan dan tidak disertakan bukti-bukti tersebut patut disayangkan." (bt)