Jagat maya twitter sempat heboh malam tadi. Pasalnya beredar potongan klip pendek video durasi 41 detik.
Dalam video tersebut nampak pentolan Jasmev 2014, Kartika Djoemadi. Yang kini menjabat sebagai Komisaris utama Reksadana.
Perlu diketahui, Jasmev atau Jokowi Ahok Social Media Voulenteer sendiri dibentuk saat eskalasi pertarungan di Pilkada DKI 2012 kian meningkat.
Demi menyeimbangkan dan mengkatrol popularitas Jkw-Ahok yang saat itu memegang prinsip from nothing to something. Akhirnya relawan ini bisa disebut sukses, membrainwash pikiran massa Pilkada DKI 2012.
Akibat kesuksesan itu, akhirnya relawan Jasmev tetap dipertahankan oleh sumbu kekuasaan di Ibukota. Manakala mereka ingin kembali raih impian jadi pemenang. Kali ini dalam ajang Pilpres 2014.
Pusat pelatihan relawan pun dibentuk secara resmi, melibatkan beberapa pesohor negeri yang kondang namanya. Ada Surya Paloh, Kartika Djoemadi, Dede Budhyarto atau Biawak dan masih banyak lainnya.
Dalam prakteknya, kelakuan buzzer sosmed ini sungguh tidak wajar. Dan menjurus kearah social destruction di sosial media. Itulah sebabnya dunia maya, sejak kurun waktu 2012 - sampai kini raih predikat, arena membully.
Bagi siapa? Bagi lawan debat tentunya. Atau yang tidak sepaham. Belum lagi jika sudah arahan sebelumnya di WAG soal tema yang akan diangkat.
Hal ini dibuktikan oleh testimoni salah seorang peserta pelatihan Jasmev, Fanya Fanilla yang merasa menyesal telah ikut menjadi buzzer produsen hoax, seraya memamerkan certificate tersebut dalam salah satu thread di kaskus.
Pengakuan Buzzer Jokowi
“Dulu hampir lupa waktu setiap hari selalu online untuk memenangkan Jkw. Setiap hari harus memuja Jkw, Jkw hebat, Jkw merakyat, Jkw tiada cacat dan lain sebagainya. Sampai nasihat orangtuaku tidak aku gubris. Aku bangga menjadi relawan Jkw, tapi ketika kini semua terbuka aku kecewa. Fakta bahwa Jkw tidak seperti yang digambarkan. Hebatnya hanya cerita yang tak jelas darimana asalnya. Penyesalan yang sangat menggelikan,” tulis Fanya Fanilla.
Pentolan Jasmev, Kartika Djoemadi dalam rilis uanh diterima oleh rmol di 26 Maret 2014 mengatakan bahwa citra jkw dibentuk sebagai ekses langsung dari fabrikasi pencitraan non stop para relawan jasmev.
"Jadi, popularitas Jokowi di media sosial secara nasional telah dirancang lama oleh tim Arwuda Indonesia, bahkan sejak Jokowi masih menjadi Wali Kota Solo, jauh sebelum calon presiden lain masuk di media sosial," ujarnya.
Kartika menegaskan JASMEV adalah gerakan yang bersifat nirlaba dan semua yang tergabung di dalamnya adalah relawan yang tidak dibayar sama sekali. JASMEV juga tidak mempunyai kantor atau markas yang didanai oleh konglomerat seperti yang sering dituduhkan oleh pihak lawan politik selama ini. JASMEV hanyalah wadah virtual tempat berkumpulnya para relawan Pak Jokowi di media sosial.
"Kami rutin berkomunikasi secara virtual untuk mendiskusikan materi kampanye yang faktual dan elegan, bukan menyerang lawan politik lain,”pungkasnya.
Masihkah kita percaya dengan berbagai alibi petahana, yang mengatakan bahwa sosial media sudah tidak bisa dipercaya? Faktanya justru sosial media yang mengantarkan dirinya melenggang ke istana. (mumtaz)