Kita terpingkal-pingkal menyaksikannya. Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf benar-benar kehabisan akal bagaimana menghadapi gelombang perlawanan rakyat atas pencalonan Jokowi-Ma'ruf. Kejadian demi kejadian di lapangan begitu membuat rasa geli dan iba kita beraduk jadi satu.
6 Maret kemarin, Jokowi naik kereta ke Bogor, digambarkan seolah-olah dikerubungi masyarakat. Buzzer 01 heboh viralkan kemana-mana. Ada penumpang kereta yang usil mengunggah foto kejadian yang sebenarnya. Ternyata, Jokowi hanya dikerubungi fansnya yang jumlahnya belasan. Sisanya, lebih banyak penumpang yang cuek dan tak peduli. Mereka duduk dan tak peduli dengan kehadiran Jokowi. Mereka mungkin sebal. Atau muak karena pencitraan yang overdosis.
9 Maret, Jokowi ke Palembang. Hanya disambut ratusan orang di Jembatan Ampera. Bolehlah ada gimick dibentangkannya kain khas Palembang sepanjang Jembatan dan memecahkan rekor MURI. Tapi ada kejadian yang benar-benar memalukan yang terjadi di lokasi. Bukannya kemeriahan yang kita saksikan. Tapi justru acara Jokowi diisi oleh ratusan milenial yang terus mengacungkan jari khas 02 selama acara. Bahkan dilakukan diatas panggung atau saat foto bareng Jokowi.
9 Maret Jokowi ke Lampung. Bukannya disambut meriah. Justru ada saja kelakuan rakyat yang membuat malu Jokowi. Ditengah-tengah pidato, Jokowi diserbu seorang ibu yang menanyakan uang pengganti pembebasan tanah yang diambil pemerintah. Seolah-olah rakyat dengan telanjang mau bilang; mana sih gemar gembor ganti untung yang diceritakan Jokowi?
Yang lebih konyol, di tanggal yang sama. Saat Kyai Ma'ruf datang ke Tanjung Morawa, Deli Serdang dalam kegiatan Tabligh Akbar. Acara ini digagas oleh Gerakan Nasionalis Religius (Genius). Ekspektasi saat berangkat dari Jakarta, massa yang hadir bisa ribuan atau puluhan ribu. Targetnya 4 ribu. Ternyata, sampai pukul 12 siang, massa yang hadir cuma belasan. Acara batal. Kyai pulang dengan rasa malu luar biasa. Duh, kasihan.
Beda jauh sekali dengan seluruh acara yang didatangi Prabowo atau Sandi. Tidak ada pengerahan massa atau uang transport untuk hadir. Tapi jumlah yang hadir bisa puluhan ribu. Di semua tempat. Entah kota provinsi atau kota terpencil. Pokoknya semua membludak tak terhitung banyaknya.
8 Maret 2019. Saat Prabowo ke Bandung, histeria nampak di sepanjang jalan protokol Kota Bandung. Walaupun, rencana Prabowo ke Ruang Pertemuan Sabuga dan GOR Arcamanik sudah dibatalkan sepihak oleh pengelola. Tapi, ajaibnya, puluhan ribu orang justru mengantar iring-iringan Prabowo ke PP PERSIS dan Universitas Kebangsaan dengan meriah.
9 Maret kemarin, Prabowo ke Garut. Awalnya mau naik helikopter. Tapi karena cuaca, Prabowo akhirnya mengambil jalan darat. Bakal terlambat tiba. Tapi ya begitu. Puluhan ribu warga sabar menunggu Prabowo dan megeluk-elukan di sepanjang acara. Bahkan para kyai kharismatik seluruh Garut ketika berkumpul di Ponpes Darussalam, mendoakan Prabowo jadi presiden.
Yang lebih mengharukan lagi, beberapa kelompok rakyat Garut yang kebetulan tak punya uang untuk membeli baliho, membuat dan menjahit sendiri baliho 02 dari karung bekas. Nuansa perjuangan yang heroik terasa sekali.
Belum lagi kalau Prabowo jadi datang ke Martapura Kalimantan Selatan di Haul Guru Sekumpul, 10 Maret ini. Ada 3 juta sampai 5 juta jamaah Haul yang sedang berkumpul. Walaupun sudah menyampaikan akan datang sebagai jamaah biasa, Prabowo pasti akan disambut luar biasa oleh umat yang sedang berdoa bagi keberkahan bangsa dan berharap akan hadirnya pemimpin yang dirindukan oleh rakyat.
Jokowi pusing tujuh keliling. TKN gelisah setiap malam. Kalau sudah waktunya tiba, pemimpin akan hadir tanpa bisa dihalang-halangi. Bahkan, walaupun ada indikasi penggiringan opini oleh lembaga-lembaga survey yang memberitakan kemenangan 01, sepertinya rakyat sudah tidak mau peduli dan tidak mau dibohongi. Data survey berbanding terbalik dengan sepinya sambutan rakyat ke Jokowi di daerah-daerah.
Tragis sekali cara rakyat mengalahkan Jokowi. Dia diolok-olok, dibully, 'digulingkan dengan prosedur demokrasi' dengan tanpa wibawa sama sekali. Begitulah kalau rakyat muak dan marah. Mereka akan jatuhkan pemimpin yang dianggap tidak punya kapasitas itu dengan memalukan.
Kita menonton drama komedi sisa-sisa aksi Jokowi hingga 17 April nanti dengan sedih. Tapi kadang dengan ketawa terpingkal-pingkal sih. Kasihan Jokowi, tapi, ya mau bagaimana lagi. Semua karena kepalsuan yang terlalu memuakkan yang dilakukannya sendiri.
Semoga Jokowi tabah. Dan saat pengumuman kekalahannya, dia bisa pulang ke Solo dengan legowo. (sumber: Netizen/medsos/k)