JARILANGIT.COM - Survei dari Precision Public Policy Polling (PPPP) Amerika menyimpulkan elektabilitas (tingkat keterpilihan) Jokowi-Maruf Amin kalah dari Prabowo-Sandiaga. Elektabilitas Jokowi-Maruf terpaut 16% dari penantangnya.
Director of Operations of Precision Public Policy Polling (PPPP) Amerika, Jokovic Martinez menjelaskan hasil survei lembaganya menyimpulkan bahwa masyarakat Indonesia sudah tidak percaya dengan kebohongan capres petahana, Joko Widodo.
"Dari 3.032 responden, sebanyak 58 persen menyatakan bahwa Indonesia sedang dikelola oleh pemerintahan Joko Widodo memburuk. Indonesia dianggap dalam ancaman utang yang makin meningkat, naik 69 persen menjadi Rp4.416 triliun pada 2014-2018," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima awak media, Senin (8/4/2019).
Jokovic melanjutkan dalam temuan survei ini, 54 persen responden menginginkan presiden baru. Sedangkan ang masih menginginkan Joko Widodo kembali jadi Presiden hanya 37 % dan 9 % responden tidak memeberikan jawaban.
"54 persen responden menganggap Joko Widodo tidak menjalankan pemerintahan dengan benar, yang menghasilkan clean government dan banyak temuan bocornya uang negara yang digunakan untuk proyek proyek infrastruktur," tandasnya.
Ketika nama Joko Widodo dan Prabowo ditanyakan kepada 3.032 responden untuk dipilih sebagai Preside, jika pemilihan presiden digelar hari ini, maka hasilnya kata dia sebanyak 38 persen memeilih nama Joko Widodo.
"Sementara yang memilih Prabowo sebanyak 40 %. Dan ketika Nama pasangan Joko Widodo -Maruf Amin dan pasangan Prabowo Subianto- Sandiaga Uno disodorkan pada 3.032 respondent untuk dipilih ,dengan pertanyaan ,jika pemilihan presiden digelar hari ini siapa yang anda pilih? Maka jawaban responden sebanyak 36 % memberikan suaranya pada Joko Widodo -Maruf Amin dan sebanyak 51 % memberikan suaranya pada Prabowo Subianto -Sandiaga Uno," tegasnya.
Sementara sisanya, kata dia, yakni 13 ersen resonden mengaku masih belum memutuskan pilihan. Dari 13 % yang belum memutuskan untuk memilih, ketika ditanyakan kembali siapa yang dipilih nanti ,maka jawaban nya sebanyak 3 % pasti memilih Joko Widodo -Maruf Amin dan sebanyak 4 % memilih Prabowo Subianto- Sandiaga Uno, sementar 6 % tetap tidak memutuskan untuk memilih.
"Rendahnya tingkat keterpilihan Joko Widodo -Maruf Amin yang hanya 36 % dalam jajak pendapat ini ,disebabkan karena sebanyak 55 % responden menyatakan kalau Joko Widodo itu pembohong," tukasnya.
Salah satu contohnya, kata dia, sekalipun jelang pemilihan presiden 2019 ,PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memberikan diskon atau turun kepada pelanggan R-I 900 VA RTM (Rumah Tangga Mampu) mulai 1 Maret 2019, responden tetap tidak percaya sebab setelah pemilihan presiden pasti tarif akan dinaikan kembali.
"Dengan demikian, dapat kita simpulkan dari Jajak Pendapat ini, Prabowo Subianto -Sandiaga Uno akan memenangkan pemilihan presiden, dengan tingkat keterpilihan sebesar 55 %," bebernya.
Untuk diketahui, jajak pendapat ini dilakukan kepada warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilihan 2019 dan juga untuk distribusi media umum.
Wawancara lengkap dilakukan 22 Maret- 4 April 2019 dengan jumlah responden 3.032 dari 800.091 TPS di 499 kabupaten / kota di 349 provinsi.
Wawancara dipilih secara acak dan dilakukan melalui telepon menggunakan profesional- staf peneliti survei terlatih (agen langsung) dari pusat panggilan telepon Precision Public Policy Polling di Jakarta.
Proses jajak pendapat dimonitor secara ketat untuk memastikan sampel representatif dari pemilih terdaftar di pemilih KPU tercapai berdasarkan partai, geografi, jenis kelamin, usia dan demografi lainnya.
Adapun Margin kesalahan untuk ukuran sampel sebanyak 3.032 adalah +/- 1,78% pada tingkat kepercayaan 95%.
Sekilas Tentang Precision Public Policy Polling PPPP (Precision Public Policy Polling) memiliki pengalaman lebih dari 5 tahun dalam menciptakan dan menumbuhkan bisnis serta minat aktif dalam politik dan kebijakan publik di Asia.
Pada tahun 2013, PPPP menyadari kampanye dan organisasi advokasi sering mengalokasikan sejumlah besar dana untuk penelitian survei. Harga penelitian survei pun dinilai membuat organisasi yang lebih kecil tidak menikmati manfaat mengukur opini publik.
Menanggapi ketidakefisienan dalam survei kebijakan publik, Polling Kebijakan Publik Presisi dibentuk untuk mengukur dan melacak opini publik dengan cara yang terjangkau.(plt)