JARILANGIT.COM - Ratusan guru honorer di Kota Bandung tak bisa mendapatkan upah tambahan dari pos anggaran dana hibah Pemkot Bandung. Hal itu tidak terlepas dari perubahan kebijakan standardisasi dan klasifikasi guru honorer.
Kebijakan itu adalah Peraturan Wali Kota (Perwal) No 014/2019 tentang pemberian Honorarium peningkatan mutu bagi guru dan TAS Non PNS. Dalam aturan tersebut klasifikasi guru yang bisa mendapatkan honorarium adalah guru klasifikasi A dengan syarat harus S1, mengajar 24 jam dan SK pengangkatan 2005 ke atas. Sedangkan guru klasifikasi B belum S1, dan S1 mengajar 24 jam di bawah SK 2005.
Dengan sistem ini, huru honorer mendapatkan sekitar Rp 2,4 juta per triwulan dan SMP sekitar Rp 3 juta per triwulan. Padahal, sebelum ada perwal ini biasanya semua guru honorer tersebut mendapatkan dana hibah dari Pemkot Bandung sebagai tambahan penghasilan mereka. Jumlahnya sekitar Rp 3 juta per tahun.
"Adanya Perwal baru justru membuat ratusan guru honorer tak bisa mendapatkan lagi uang honorarium dan menimbulkan gejolak," ujar Ketua Forum Guru Independen (FAGI) Kota Bandung, Iwan Hermawan, kepada wartawan Jumat (10/5).
"Banyak guru yang harus mengajar 24 jam di dua sekolah. Kan untuk mendapatkan satu sekolah 24 jam itu susah lho, terutama sekolah swasta," sambungnya.
Ia menjelaskan, guru honorer di sekolah negeri kebanyakan ditempatkan untuk mengisi posisi guru yang pensiun. Sehingga untuk mengejar 24 jam harus mengajar di dua tempat.
Kendala lain di antaranya guru honorer ada yang belum terdaftar di Dapodik (data pokok pendidikan), masa kerja kurang, jumlah siswa tidak sesuai standar, jenjang pendidikan Paud formal harus S1 dan non formal harus SMA.
"Kalau datanya tidak sesuai maka guru akan terhapus dari daftar penerima. Biasanya, mereka hanya mendapatkan gaji dari sekolah sekitar Rp 300 sampai 400 ribu perbulan," katanya.
"Kami sudah meminta audiensi dengan walikota. Kalau cara ini tak berhasil, maka kami akan membawanya ke PTUN agar Perwal dibatalkan," tegasnya.
Iwan menilai, sebenarnya Pemkot Bandung bisa mencontoh Pemprov Jabar dalam menghitung pemberian honor bagi guru. Yakni, pemberian honor berdasarkan jam kerja. Sehingga, ada keadilan untuk semuanya. Terlebih, Perwal ini bermasalah karena sosialisasi yang kurang.
Salah seorang guru honorer SD di salah satu sekolah di Kota Bandung, Tedi Bule (42 tahun) mengungkapkan, sebelum ada Perwal baru, ia selalu memperoleh dana hibah sebesar Rp 820 ribu per bulan. Jumlah itu pun diterima sesama guru honorer lainnya.
Namun, tahun ini ia tak bisa mendapatkan honorarium. "Saya udah 14 tahun jadi guru honorer. Masa karena kesalahan operator yang salah input harusnya 24 jam, saya malah ditulis 20 jam terus saya ga dapat honorarium," kata Tedi.
"Saya sekarang jadi cuma dapat gaji dari sekolah Rp 300 sampai 400 ribu. Padahal mau lebaran dan istri saya sedang hamil. Kan saya butuh uang untuk lahiran anak kedua saya," katanya. (bal)