By Asyari Usman
Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan, belum lama ini, bahwa pertemuan antara Jokowi dan Prabowo akan segera berlangsung. Sudah ada sambung rasa, tinggal tunggu waktu saja, kata mantan bawahan SBY itu.
Dari satu sisi, upaya untuk mempertemukan ‘pemenang palsu’ dan ‘pemenang asli’ pilpres 2019 itu, patut dihargai. Tetapi, di lain pihak, upaya ini sangat mengherankan. Sebab, kalau Jokowi benar-benar menang bersih, mengapa harus minta bertemu dengan Prabowo? Untuk apa bertemu? Abaikan saja!
Apa yang kalian takutkan kalau memang kalian menang dengan jujur dan adil? Apa yang kalian khawatirkan jika kalian menang tanpa kecurangan?
Barangkali supaya Anda kelihatan negarawan. Negarawan dari mana? Negarawan dari Republik Rakyat Ditipu (RRD)? Kalau negarawan dari republik ini, memang pas. Setuju sekali.
Atau, Anda ingin bertemu supaya Anda tampak merangkul semua elemen bangsa. Merangkul bagaimana? Yang kalian lakukan selama ini justru memecah-belah bangsa ini. Memecah-belah umat. Memecah-belah rakyat. Itulah yang kalian kerjakan.
Nah, mengapa kalian sibuk sekali berusaha mempertemukan Jokowi dengan Prabowo?
Simpel saja. Karena kalian tidak memiliki dasar moral yang kuat untuk mengklaim kemenangan. Kalian gelisah. Hati kalian tidak tenang. Karena kalian tahu persis Prabowo-lah yang menang di pilpres 2019 ini.
Sedikit-banyak, nurani ketakutan kalian muncul juga. Tak bisa disembunyikan. Kalian takut karena kalian tahu mayoritas rakyat memilih Prabowo. Kalian sadar betul bahwa kalian mencurangi Prabowo.
Saya yakin kalian sudah buat kalkulasi bahwa kalian tak akan bisa duduk tenang di atas kursi hasil perampokan kemenangan Prabowo. Kalian dikejar bayangan sumpah jabatan. Dikejar oleh kebohongan-kebohongan kalian sendiri.
Ini yang membuat kalian ingin sekali menjumpakan Jokowi dengan Prabowo Subianto (PS). Supaya nanti Pak PS bisa kalian rayu dengan senyum dajjal kalian. Agar Prabowo mau mengalah dan kemudian meminta rakyat agar tidak lagi menuntut penegakan kejujuran dan keadilan. Agar tidak lagi menuntut penegakan kedaulatan rakyat.
Kalian katakan bahwa sudah ada sambung rasa antara Jokowi dan Prabowo. Sahingga, satu klik lagi terjadilah pertemuan. Setelah pertemuan lahirlah legitimasi perampokan kemenangan itu. Inilah yang kalian inginkan.
Kalian katakan, ada sambung rasa? Sambung rasa yang bagaimana?
Bagi Pak PS, sambung rasa itu hanya punya satu makna. Yaitu, sambung rasa sebagai isyarat pengakuan kecurangan kalian. Mohon maaf sekali, menurut tafsiran ‘sambung rasa’ versi Kamus Besar Bohong Intensif (KBBI) tidak akan pernah ada kesetaraan antara ‘rasa tipudaya’ kalian dengan ‘rasa jujur’ Pak PS. Sebagai pemimpin yang bersih, tegas, dan lugas, insyaAllah Pak Prabowo tidak bisa lagi kalian tipu.
Mungki juga lebih pas ‘sambung rasa’ itu adalah ‘rasa bersalah’ kalian duduk sungkam di depan ‘rasa kesatria’ Prabowo. Atau, ‘rasa berdosa’ kalian bersimpuh di depan ‘rasa menang bersih’ Pak Prabowo. Selain rasa-rasa ini, tidak ada yang cocok buat kalian.
Tak akan mungkin tersambung ‘rasa gelisah’ kalian dengan ‘rasa tenang’ Prabowo yang menang tanpa curang.
(Penulis adalah wartawan senior)