JARILANGIT.COM - Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan izin impor 50.000 ton daging sapi Brasil hingga akhir tahun 2019 kepada tiga perusahaan pelat merah. Sebelumnya, pemerintah juga mengimport 30.000 ton daging dari India. Padahal, Sapi Brasil Belum Bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku
Dikutip dari kumparan, pemerintah tengah berencana untuk mengimpor daging sapi dari Brasil. Cara ini dilakukan guna menyediakan daging dengan harga murah bagi masyarakat.
Menurut rencana, daging sapi dari Brasil akan dijual dengan harga Rp 80 ribu per kg. Nantinya harga daging sapi Brasil lebih rendah dibandingkan daging sapi lokal yang berada di level Rp 120 ribu per kg dan daging kerbau India Rp 110 ribu.
Hanya saja, niat pemerintah mengimpor daging sapi dari Brasil dikritik oleh para importir. Mereka menilai pemerintah lagi-lagi mengimpor daging dari negara yang belum bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK). Sebelumnya, pemerintah telah mengimpor daging kerbau dari India. ***
Berita sebelumnya mengatakan, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Gatot Trihargo mengatakan rencana pemerintah mengimpor daging sapi dari Brasil sebanyak 50 ribu ton tidak akan mengancam peternak daging sapi lokal. Benarkah ? Simak berita berikut ..
Pengusaha menilai impor daging akan membuat harga daging sapi lokal terguncang.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana mengatakan saat ini sudah ada goncangan terhadap harga daging sapi lokal karena masuknya daging kerbau India yang harganya Rp 70.000 per kilogram (kg). Ditambah lagi dengan wacana daging sapi impor Brasil.
Bila kedua negara tersebut menyasar pasar di wilayah timur Indonesia, maka dampaknya besar dan merugikan peternak lokal.
"Karena harga sapi lokal diconvert jadi daging, itu pasti di atas Rp 100.000. Kalau harus compete dengan India yang katanya Rp 70.000/kg jelas tidak mungkin lah, itu sekarang sapi lokal untuk masuk Jakarta tidak bisa. Nah kalau daging India masuk ke timur itu akan menggilas semua.
Menimbulkan distorsi terhadap harga yang sudah ditentukan sebelumnya dan itu sangat merugikan peternak," kata Teguh ketika dihubungi detikFinance, Jumat (16/8/2019).
Teguh mengatakan, kebijakan impor ini bila diteruskan dapat menggeser keberadaan peternak sapi lokal. Ia bahkan menganggap pemerintah melakukan impor ini untuk menjual minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) ke India dan juga Brasil.
"Kalau posisi mereka itu digeser terus dengan daging sapi impor yang pertimbangannya sangat murah, dan akhirnya mereka tidak merasakan pemanfaatan ekonomi sama sekali, apa yang terjadi? Pasti akan terjadi kondisi pengurasan dan pengurangan dan pada akhirnya peternak Indonesia yang jadi tidak penting," papar Teguh.
Menurutnya, peternak lokal merupakan pemegang posisi penting dalam menjaga keberadaan sapi di Indonesia.
Ia mengungkapkan, sekitar 15 juta sapi di Indonesia tetap bertahan karena peran dari peternak lokal yang sebagian besar merupakan peternak rakyat atau peternak kecil.
"Kita tahu peternakan sapi potong di Indonesia untuk sapi lokal itu adalah peternakan rakyat, dengan kepemilikan ya rata-ta 2-4 ekorlah. Dan itu merupakan usaha sambilan, yang juga pendekatannya usaha tani, yang pasti tidak efisien kalau kita hitung secara ekonomi. Tetapi keberadaan mereka itulah pada hari ini di Indonesia masih ada sekitar 15 juta ekor sapi. Jadi peternak-peternak kecil inilah yang sebenarnya membuat kita masih punya sapi dengan cara mereka," jelasnya.
Teguh menyatakan, ia bersama peternak lain ingin mengajukan untuk bertemu dengan pemerintah dan menyampaikan pendapat mereka agar menemukan solusi yang baik demi kesejahteraan peternak lokal. Ia menegaskan agar pemerintah tidak hanya memikirkan solusi jangka pendek, namun juga jangka panjang.
"Terus terang saja saya mau mengajukan kepada pemerintah untuk solusi, kami peternak ini supaya diundang pemerintah. Tentu saja pemerintah tidak mau pragmatis, tetapi harus berpikir jangka panjang. Jangan sampai untuk solusi jangka pendek malah menghentikan kepentingan jangka panjang," pungkas Teguh. (detik)
Catatan lama dari sebuah opini yang di tulis oleh :
Sejak tahun 1990 Indonesia telah diakui oleh OIE (World Organisation for Animal Health) sebagai negara yang terbebas dari PMK. Sebuah prestasi besar bila mengingat besarnya perjuangan berbagai kalangan yang tanpa lelah selama 12 tahun sejak dari tahun 1974 sampai tahun 1986 membumihanguskan PMK dari bumi Ibu Pertiwi.
Berdasarkan data PMK pernah "menetap" di Indonesia. Pertama kali "singgah" tahun 1887 di daerah Malang Jawa Timur. Merupakan sebuah kerugian yang nyata bila kemudian penyakit ini kembali "mampir kembali" di Indonesia.
Ingat, pemerintah Inggris mengalami kerugian yang sangat besar ketika harus memusnahkan jutaan sapinya akibat terkena PMK. Sinyal lampu kuning yang harus diperhitungkan pemerintah dibanding kilauan tawaran harga yang didengung-dengungkan oleh Brasil yang bisa sampai 60% dari harga daging sapi yang biasa Indonesia beli dari Australia atau New Zealand.
Cecep Hidayat
Peneliti di Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor.