Bersyukurlah menjelang bulan suci Ramadhan rupiah melorot dan harga pangan naik
Bersyukurlah menjelang bulan suci Ramadhan rupiah melorot dan harga pangan naik

Bersyukurlah menjelang bulan suci Ramadhan rupiah melorot dan harga pangan naik



Rupiah jatuh justeru ketika presiden dan ketua BKPM sedang melancong ke luar negeri sambil mengumbar infor bahwa miliaran dollar AS akan masuk ke Indonesia. Dana tersebut dieroleh dari para investor dari berbagai negara seperti Jepang, Rusia, Korea Selatan, dan negara maju lainnya.

Ada yang mencoba menyederhanakan persoalan dengan menyebut bahwa kejatuhan rupiah dipicu oleh isu kenaikan suku bunga The Fed. Lebih sederhana lagi, ini paling sering, menyalahkan pemerintah sebelumnya. Mereka mengacu pada pernyataan dan angka-angka statistik yang disajikan oleh para menteri bidang pangan, tak terkecuali menteri perikanan yang sedang menikmati pujian dari seantero nusantara.

Tapi tampaknya persoalan tidak sesederhana itu. Bila banyak orang lebih suka memburu dollar, yang tembus 13.600 pada 20 Mei, ini jelas karena merosotnya kepercayaan mereka kepada para pengelola ekonomi. Mereka sudah tidak percaya pada pernyataan-pernyataan bombastis para menteri, termasuk presiden, tentang percepatan pembangunan dan hebatnya prestasi yang telah dicapai.

Paling menggemaskan tentu saja penyataan bahwa produksi pangan berlimpah oleh menteri pertanian dan perikanan sehingga tidak perlu impor lagi. Dalam soal harga daging sapi, menteri pertanian Amran Sulaiman pernah bilang bahwa harga akan turun tajam karena pasok sapi dari gudang-gudang sapi di Indonesia Timur akan lancar. Stok sapi nasional, katanya, cukup untuk memenuhi pemintaan pasar. Kenyataannya harga daging sapi malah terus melayang di atas 115 ribu per KG.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang sering dipuji karena sering menyatakan produksi ikan berlimpah meski ternyata harganya gak kunjung turun, juga tak beda. Hasil Sidak Wakil Presiden Jusuf Kalla menemukan bahwa kebijakan-kebijakan Susi telah menyebabkan industri perikanan mati suri karena hanya bekerja 30% dari kapasitas terpasang. Pengangguran pun membludak akibat akibat PHK pekerja pabrik, kapal, dan cold storage, sementara ekspor ikan merosot.

Setelah dikirimi surat teguran oleh JK pada Maret lalu, Susi menjawab bahwa semua kebijakannya telah diketahui oleh presiden. Sayangnya, seperti dalam masalah besar lainnya, presiden memilih diam.

Sedangkan ketika melawat ke Rusia bersama Jokowi pada 22 Mei, Susi menyatakan akan menggunakan drone untuk mengawasi lautan Indonesia. Sayang dia tak menyebut kapal milik KKP yang diusir dari Laut Natuna oleh kapal penjaga pantai RRT, dan dia diam saja. Dia tampaknya mengikuti sikap presiden dan pimpinan TNI, setelah pemerintah RRT secara resmi menyatakan bahwa Laut Natuna adalah wilayah perikanan tradisional Cina.

Kini, menjelang bulan Ramadhan, harga-harga pangan naik dan masyarakat seolah disuruh menerima kenyataan ini sebagai tradisi yang tak bisa dihindari. Padahal tradisi ini adalah akibat ulah para menteri yang suka mengumbar janji bahwa stok pangan cukup sampai lebaran. Akibatnya para pedagang suka menimbun barang dagangannya, dan baru melepasnya setelah harga melesat.

Para pedagang ini paham betul bahwa omongan para petinggi tersebut sesungguhnya bualan belaka. Maka, ketika stok menipis, impor tak terhindarkan. Ketika ini terjadi, para para produsen di negeri seberang sudah keburu teken kontrak dengan negara lain. Akibatnya, karena stok terbatas, mereka memasang harga tinggi untuk Indonesia.

Presiden sendiri juga masih suka bergaya optimistis, seolah semua persoalan bisa diselesaikan dengan cepat. Di hadapan para pengusaha besar Korea di Seoul pada pertengahan bulan ini, Presiden Jokowi menyatakan bahwa Indonesia sedang melaksanakan pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Para pengusaha Korea tersebut seolah dianggap tak tahu-menahu situasi pembangunan di Indonesia.

Maka mereka tak terkejut tentunya ketika, hanya beberapa hari kemudian, Jokowi menyatakan pemotongan anggaran belanja belanja pemerintah sampai Rp 52 triliun. Padahal persentase anggaran untuk pembangunan infrastuktur dalam APBN sejak Jokowi berkuasa, sama saja dengan presiden sebelumnya.

Sementara itu telah muncul pula berita bahwa proyek listrik 35 ribu megawatt, yang didominasi perusahaan-perusahaan RRT, telah meleset sangat jauh dari target. Tahun pertama hanya tercapai 0,3%! (ir)
 
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger