JARILANGIT.COM - Tokoh nasional Rizal Ramli mengaku bingung dengan pencalonan kembali Jokowi sebagai Presiden. Menurutnya kondisi ekonomi Indonesia saat dipimpin Jokowi masih memble. Terkait tudingan itu, Rizal menyebut Jokowi tidak pantas untuk kembali menjabat presiden.
"Saya juga bingung kinerjanya pas-pasan, ekonominya memble kok masih tega-teganya mau dua kali (jadi Presiden)," ujar Rizal, Menko Ekuin era Gus Dur dalam acara 'Mengungkap Fakta-fakta Kecurangan Pilpres 2019' di Grand Sahid Jaya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2019).
Situasi makin runyam karena malah ada isu baru Sri Mulyani bakal jadi Menko Ekuin pada reshuffle pasca Ramadhan ini agar pertumbuhan ekonomi bisa naik, padahal itu tak mungkin karena Sri Mulyani gagal kelola ekonomi sehingga daya beli rakyat ambruk, ekonomi terpuruk dan dunia usaha lesu dan rakyat sangat kecewa dan geram, apalagi oleh Jokowi- Luhut Panjaiatan, RI condong ke proyek OBOR China RRC untuk dagang. Padahal defisit dagang dengan China itu terus terjadi milyaran dolar. Sementara ribuan ulama Aswaja ahlu sunnah wal jamaah, menolak proyek OBOR China komunis itu.
Pertumbuhan ekonomi yang hanya di sekitar 5 persen di tangan Jokowi- JK- Sri Mulyani dinilai tak cukup membuat Indonesia menjadi negara maju. Reformasi struktural di berbagai sektor sangat diperlukan agar perekonomian tak hanya tumbuh tinggi, tapi juga berkelanjutan.
Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan, Amalia Adininggar, mengatakan reformasi struktural sebenarnya sudah dilakukan dengan membangun infrastruktur dan memperbaiki iklim usaha.
Namun hal lain yang perlu ditingkatkan adalah mereformasi ekonomi dari yang berbasis komoditas menjadi bahan jadi atau manufaktur. Masalah ini penting agar barang yang diekspor dari Indonesia memiliki nilai tinggi dan bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi.
"Pertumbuhan 5 persen tak cukup membuat Indonesia maju. Reformasi struktural bisa untuk membuat Indonesia tumbuh tinggi dan jangka panjang," ujar Amalia di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, Selasa (26/3).
Selain itu, reformasi ekonomi juga bisa dilakukan dengan digitalisasi. Menurut dia, transformasi teknologi tanpa sumber daya manusia (SDM) bisa menyebabkan disrupsi ekonomi.
"Makanya perlu SDM yang berkualitas. Transformasi mengubah low skill menjadi high skill," katanya.
Amalia mencontohkan, reformasi struktural tersebut pernah dilakukan Korea Selatan (Korsel) dan Chile. Kedua negara ini membutuhkan waktu selama 50 tahun menjalankan reformasi struktural dan berhasil keluar dari negara 'kelas menengah.'
"Korsel punya inovasi, bisa berpindah low ke high. Chile negara high, tapi dia butuh 50 tahun dari low middle menjadi high. Artinya reformasi struktural dari low middle menjadi high income ekonomi. Kita bisa mencontoh kedua negara itu," tambahnya. (suara)