Penerapan CAFTA telah memberi keuntungan yang sangat besar bagi Republik Rakyat China.
 Penerapan CAFTA telah memberi keuntungan yang sangat besar bagi Republik Rakyat China.

Penerapan CAFTA telah memberi keuntungan yang sangat besar bagi Republik Rakyat China.

Peningkatan permintaan produk dari China tentu akan menguntungkan China karena secara langsung memperluas lapangan pekerjaan di China



4 Nopember 2002, pemerintah Republik Indonesia bersama negara ASEAN menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China (source).

Melalui perjanjian China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) ini, maka ASEAN mulai melakukan pasar bebas di kawasan China-ASEAN.

Dan khusus di 6 negara ASEAN (Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina dan Brunai) telah menerapkan bea masuk 0% per Januari 2004 untuk beberapa produk berkategori Early Harvest Package (sumber).

Sejak 2004, tiap tahun pemerintah Indonesia terus mengurangi besaran/persen bea masuk (BM) produk impor dari China. Dalam 5 tahun terakhir (2004-2009), sekitar 65% produk impor dari China telah mendapat stempel BM nol persen dari Dirjen Bea Cukai Departemen Keuangan RI.

Dan pada Januari 2010 ini, sebanyak 1598 atau 18% produk China akan mendapat penurunan tarif BM sebesar 5%.

Dan sebanyak 83% dari 8738 produk impor China akan bebas masuk ke pasar Indonesia tanpa dikenai BM sepersenpun. Ini berarti pemerintah Indonesia telah menerapkan sistem pasar bebas yang seluas-luasnya dengan China.

Beberapa produk yang akan dibebaskan masuk (dari sebelumnya 5% pada 2009) adalah pasta dan sikat gigi, sisir dan jepitan rambut dari besi/alumunium, balpoin, pulpen, pensil dorong/putar, bola lampu, kunci, gembok, hingga peralatan dapur yang terbuat dari besi stainless.

Bila produk-produk seperti balpoin, pulpen, pensil atau bol lampu yang pada 2009 masih dikenakan BM 5% sudah menjamur di Indonesia, bagaimana pada 2019 yang notabene akan bebas masuk alias BM 0%?

Pasar Bebas Indonesia - China dalam Wadah CAFTA

Bisa dipastikan jumlah produk China semakin membanjiri pasar Indonesia. Peningkatan permintaan produk dari China tentu akan menguntungkan China karena secara langsung memperluas lapangan pekerjaan di China, disisi lain industri-industri kecil Indonesia akan mulai berguguran yang pada akhirnya dapat mengurangi lapangan pekerjaan.

Jauh sebelum penerapan pasar bebas Indonesia-China yang seluas-luasnya per 2010, selama 5 tahun terakhir Indonesia mengalami kerugian (neraca) dalam hubungan kerjasama dagang Indoensia-China. Dalam kurun 2003-2009, Indonesia mengalami defisit (kerugian) perdagangan non-migas dengan China sebesar 12.6 miliar dolar AS atau hampir Rp 120 triliun.

Indonesia hanya mengalami surplus perdagangan dengan China pada 2003 sebesar 535 juta dollar AS, tepatnya 1 tahun sebelum pelaksanaan Free Trade Area. Dan sejak 2004 hingga Nov 2009, Indonesia ‘konsisten’ mengalami defisit perdagangan dengan China dan mencapai defisit terbesar pada 2008 yakni USD -7.2 miliar atau setara Rp 70 triliun.

Ini berarti penerapan CAFTA khususnya antara Indonesia-China telah memberi keuntungan yang sangat besar bagi Republik Rakyat China.

Pada tahun 2008, ekspor China ke Indonesia meningkat sebesar 652 % dibanding 2003. Sementara pada periode yang sama, Indonesia hanya mampu meningkatkan ekspor ke China sebesar 265%.

Ini berarti, China mendapat keuntungan hampir 3 kali lipat sejak dibukanya perdagangan bebas dengan Indonesia. Jumlah rata-rata penjualan produk China di Indonesia meningkat hingga 400% dalam kurun 5 tahun terakhir.

Maka janganlah heran bilamana berbagai produk yang kita gunakan/temui sehari-hari bertuliskan “MADE IN CHINA“.

Mulai dari barang elektronik berteknologi tinggi seperti ponsel, kamera, mp3/mp4/mp5 player, setrika, televisi, motor, mesin-mesin, hingga produk-produk berteknologi rendah seperti pakaian (tekstil), mainan anak-anak, makanan, kertas, jam, pensil, perabot rumah tangga, paku dll.

Meningkatnya produk China yang masuk ke Indonesia tidak lepas dari faktor kompetitf harga. Barang-barang impor dari China relatif lebih murah dibanding produk dari industri lokal.

Ditambah dengan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang lebih mencari barang murah (kurang memperhatikan asal/nasionalisme dan komparasi kualitas), maka secara perlahan pasar produk lokal disaingi oleh produk China.

Bila kran perdagangan bebas China-Indonesia sangat menguntungkan pemerintah China, mengapa Indonesia tidak mampu memanfaatkannya secara maksimum produk lokal ?

Catatan ini di olah dari berbagai sumber, sebagian sumbernya telah dihapus oleh pemiliknya !

http://www.aseansec.org/13196.htm

http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AC-FTA

  80
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.