Manuver Semakin Liar, Jokowi Mesti Kendalikan Dua Poros Dalam Koalisinya
Manuver Semakin Liar, Jokowi Mesti Kendalikan Dua Poros Dalam Koalisinya

Manuver Semakin Liar, Jokowi Mesti Kendalikan Dua Poros Dalam Koalisinya

Perang Urat Saraf Poros Gondangdia Vs Poros Teuku Umar. Poros Gondangdia bentukan Paloh secara simbolik mengatakan siap berhadap-hadapan dengan poros Teuku Umar (PDIP-Gerindra)



JARILANGIT.COM - Jokowi akan kehilangan kendali bila terdapat dua "poros" di dalam koalisi parpol yang mendukung pemerintahannya di periode kedua.

Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan hal itu terkait isu kemunculan Poros Gondangdia (Nasdem, PKB, Golkar, PPP) dan Poros Teuku Umar (PDIP) di dalam Koalisi Indonesia Kerja.

Tantangan Jokowi akan lebih berat karena harus bernegosiasi dengan dua kekuatan politik pendukungnya yang bersitegang. Jokowi diprediksi tidak punya kendali penuh atas koalisinya jika dua poros itu terus bermanuver.

"Jokowi tidak akan punya kendali penuh, karena soal-soal koalisi ditentukan oleh adanya tokoh luar," kata dia kepada Kantor Berita RMOL, Jumat (26/7).

Arya menilai manuver politik yang sudah terjadi akan semakin liar. Karena itu Jokowi mesti cepat mengambil alih situasi.

"Ada pertemuan ini, pertemuan itu. Sekarang Pak Jokowi harus ambil alih. Siapa yang diajak, siapa yang enggak. Dengan begitu wibawa Jokowi sebagai presiden akan dilihat oleh partai koalisi," sarannya.

Perang Urat Saraf Poros Gondangdia Vs Poros Teuku Umar

Di Teuku Umar, Menteng, Jakarta, dua ketua umum partai politik jawara Pemilu 2019 bertemu. Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto menggelar reuni berdimensi masa depan.

Pertemuan Teuku Umar mengajak memori publik kepada romantisme PDIP dan Gerindra ketika bergandengan tangan di Pilpres 10 tahun lampau mengusung MegaPro (Mega-Prabowo).

Bagi sebagian kalangan, pertemuan dua pemimpin partai nasionalis itu menguntungkan bagi perjuangan agenda-agenda nasionalis-sekuler di parlemen maupun eksekutif selama lima tahun ke depan.

Lebih dari itu, pertemuan tersebut membuka kembali peluang kebersamaan PDIP-Gerindra. Tak sebatas dalam koalisi pasca Pilpres 2019, namun juga untuk agenda Pilpres 2024. Jokowi saja belum "selesai, sudah membahas formula lima tahun lagi. Visioner!

Sejauh "lemparan batu" dari Teuku Umar dan hampir bersamaan pula, di kawasan Gondangdia terjadi pertemuan yang tak diduga-duga. Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, mengundang Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, makan siang bersama.


Ngakunya tak membahas politik, hanya berbicara agenda-agenda strategis pembangunan Jakarta. Namun di ujung perjumpaan, Surya Paloh selangkah lebih maju dari Teuku Umar. Dia sudah memberi sinyal dukungan dirinya bersama Nasdem kepada Anies untuk berlaga di 2024.

Tak terhindari hawa perang urat saraf yang terjadi di balik dua pertemuan siang tadi. Bahkan perang urat saraf ini sudah dimulai para pimpinan parpol Koalisi Indonesia Kerja pada Senin malam (22/7) lalu dari Gondangdia. Empat bos parpol koalisi bertemu "dadakan" di markas DPP Partai Nasdem tanpa mengundang Megawati.

Berbagai jurus "ngeles" sah saja dipakai para elite parpol yang terlibat ketika media massa menyorot ketidakhadiran Mega. Ada yang bilang pertemuan itu tidak direncanakan sebelumnya, spontanitas, enggan mengganggu Mega yang sedang sibuk mempersiapkan Kongres PDIP bulan depan.

Ada juga yang bilang cuma mau memberi ucapan selamat ulang tahun kepada Surya Paloh selaku tuan rumah. Tidak bermaksud balas dendam kepada Mega, apalagi Jokowi.

Apapun jurus ngeles bisa dipakai. Tapi kabar bahwa mereka sebetulnya kecewa karena tidak diundang sebelumnya dalam "rekonsiliasi" Prabowo-Jokowi di MRT Jakarta pada Sabtu (13/7), berhembus kuat. Ketum-ketum partai pengusung Jokowi-Maruf resah rekonsiliasi tersebut mengubah peta pembagian kekuasaan yang seharusnya dibicarakan baik-baik di internal koalisi.

Surya Paloh cerdik menggotong Anies Baswedan "the rising star", Anies yang memiliki basis pendukung kuat di kalangan Islam sekaligus merepresentasikan tokoh intelektual berkiblat Barat.

Poros Gondangdia bentukan Paloh secara simbolik mengatakan siap berhadap-hadapan dengan poros Teuku Umar (PDIP-Gerindra) yang lebih dulu menyusun "blue print" kepemimpinan nasional 2024-2029.

Perang urat saraf Poros Gondangdia Vs Poros Teuku Umar. Lalu bagaimana nasib bangunan Koalisi Indonesia Kerja? Kita tunggu episode-episode kejutan selanjutnya garapan para sutradara politik ini.

 
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.