Mega bertemu Prabowo di Teuku Umar, Paloh langsung bermanuver menemui Anies di Gondangdia. Umat yang hatinya hancur karena tragedi Lebak Bulus, merasa ditinggal Prabowo setelah `melahap hidangan nasi goreng Teuku Umar` melabuhkan harapan kepada Anies.
Paloh memahami perasaan itu, memahami ada realitas politik yang disebut Eva Kusuma Sundari sebagai `reduksi politik` dan langsung bermanuver. Paloh, lantas berdeklamasi tentang peluang mengusung Anies Baswedan sebagai capres pada Pilpres 2024.
PDIP sewot, Paloh dianggap merusak ikhtiar PDIP merangkul semua elemen dan menutup lubang polaritas. Manuver Paloh, dianggap membuka ruang polaritas baru, dengan menampung residu aspirasi politik untuk Pilpres 2024.
Namun, PDIP di TV swasta (26/7/2019) menyebut ikhtiar Paloh bukan untuk target 2024. Tapi manuver untuk kursi menteri. Pernyataan ini disampaikan Eva, dan khusus untuk yang ini Nasrudin Joha membenarkan Eva.
Paloh, tak mau kehilangan komitmen jatah kekuasan, setelah berjibaku dan berkeringat membela Jokowi dalam Pilpres. Paloh, tidak mau hanya kerja bakti politik. Sementara, kue kekuasan justru oleh PDIP dibagi dengan Gerindra.
PDIP sendiri melihat Paloh itu seperti harimau, memelihara harimau itu dilematis. Kalau tidak makan jatah daging banyak, salah-salah daging majikan dikoyak untuk hidangan.
Paloh, melalui Nasdem dianggap terlalu pelit berbagi jatah gizi politik. Mainan impor melalui Menteri Perdagangan, dianggap terlalu dimonopoli oleh Nasdem. Mainan kasus di Kejagung, juga kadangkala membuat pusing PDIP.
Meninggalkan Nasdem tanpa alasan, jelas akan membuat manusia berbrewok paling tebal se-Indonesia akan naik pitam. Membuat narasi rekonsiliasi, berbagi konsesi dengan partai Gerindra untuk memperoleh legitimasi kekuasan, dianggap cara yang paling halus untuk menjauhkan Nasdem dari kue kekuasan yang legit.
Mendag dan Jaksa Agung itu terlalu legit untuk Nasdem. Kalaupun Nasdem dapat jatah, baiknya Nasdem dimutasi ke kementrian yang lain. Mungkin ditaruh di Menko PMK menggantikan Puan Maharani, cukup untuk permen politik jatah Nasdem.
Ini yang dibaca Nasdem, manuver mewacanakan Anies bukan untuk Anies, tapi untuk bernego jatah menteri. Pesan tegas Nasdem, jika tidak dapat jatah bagus, minimal seperti kabinet sebelumya, Nasdem tidak ragu membentuk poros baru dan menampung seluruh kekuatan residu politik (meminjam istilah Eva) untuk menjadi kelompok Penekan menghantam Jokowi.
Apalagi, Nasdem punya metro TV yang bisa menjadi basis menampung sekaligus menjadi corong kanal residu politik. Residu politik, maknanya semua elemen yang kecewa pada Jokowi dan Prabowo yang saat ini tak mendapat ruang aktualisasi. Meskipun, saya tak setuju istilah ini, ini melecehkan.
Karena, saya sendiri tak pro Jokowi atau Prabowo, karena keduanya tak komitmen pada syariat Islam. Jadi, saya tersinggung jika barisan umat yang teguh dan komitmen pada syariah Islam dianggap residu politik.
Kembali ke pembahasan, jadi pertemuan Anies Paloh adalah untuk itu, untuk mengirim pesan bahwa Nasdem harus dapat jatah layak. Jika tidak, Nasdem bisa merusak ikhtiar rekonsiliasi yang ditempuh Mega-Prabowo di Teuku Umar, dengan menjadi penampung dan corong perlawanan kaum residu.
Anies sendiri, mendapat benefit dari pertemuan dengan Paloh berupa dukungan yang sedikit bisa membuat kaum penentang Anies yang rata-rata kaum cebong, yang berhari-hari mempersoalkan anggaran getah getih, bisa sedikit mereda. Karena bos cebong dari kalangan Nasdem, telah bertemu Anies.
Jadi, wahai umat jangan kalian baper dengan isu pencapresan Anies. 2024 itu masih lama. Jangankan lima tahun lagi, kurang beberapa hari saja politik bisa berubah. Coba ingat kasus Machfud MD yang batal mendampingi Jokowi. Sekarang, apa jaminannya Paloh akan mengusung Anies sebagai Capres di 2024 ?
Dan kalian wahai umat, tidak kapok berharap pada makhluk? Dahulu kalian berharap pada Prabowo, setelah tragedi macan jadi kucing kalian kecewa. Lantas, apakah tidak mungkin tragedi macan jadi kucing ini terjadi pada Anies? Yang Ketum partai saja bisa jadi kucing, apalagi cuma Anies? Yang tidak punya partai?
Jadi, berhentilah berharap pada makhluk. Berharaplah hanya pada Allah SWT dengan berkomitmen teguh memperjuangkan syariat Islam. Jangan lagi berjuang untuk tokoh atau individu tertentu, tapi berjunglah hanya untuk Islam.
Kesimpulan akhir, pertemuan Teuku Umar dan Gondangdia itu murni pertemuan elit untuk rebutan kursi kekuasan. Bukan pertemuan elit yang sedang sibuk memikirkan nasib umat. Jadi, kalian yang menjadi rakyat kecil, jangan ke-GR-an.
Mereka hanya peduli pada jatah kursi, jatah menteri. Mereka, tak peduli pada korban 21-22 Mei, apalagi 700 nyawa KPPS. Bagi mereka, tumbal demokrasi Pilpres kemarin hanya bangkai tikus yang tergilas di jalan. Tidak punya arti.
Oleh : Nasrudin Joha