JARILANGIT.COM - Pembiaran massa Papua mengibarkan Bendera Bintang Kejora (bendera Papua Merdeka) saat demonstrasi di depan Istana Negara, Kamis (22/8) kemarin, dinilai sebagian kalangan sebagai bentuk standar ganda penguasa dalam menyikapi isu makar. Namun, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menilai pembiaran itu menunjukkan bahwa Jokowi merasa bersalah kepada orang-orang Papua.
“Lalu bagaimana mau marah, mereka sudah menderita mau diinjak lagi, kan enggak adil namanya. Karena itu presiden enggak bisa marah juga gak bisa menghukum. Kalau dihukum malah semakin marah mereka, apa pun benarnya hukuman itu,” kata Arbi Jumat (23/8). Seperti dilansir dari indonesia inside.
Menurut dia, Jokowi menyadari kesalahan sistem yang selama ini diterapkan di Papua. Banyak hak masyarakat di sana yang tak dipenuhi oleh negara. Terbukti, upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua tak pernah tercapai secara siginifikan, meski sudah diberikan otonomi khusus.
Padahal, kata Arbi, banyak dana yang telah digelontorkan ke bumi cendrawasih itu. Namun, kemajuan yang dicapai di Papua belum memperlihatkan hasil yang nyata lantaran banyak unsur yang memengaruhi bobroknya pembangunan di sana.
“Nah orang-orang kita yang dikirim ke sana pada korup, habislah uang itu. Jadi kesalahan itu karena manajemen politik negara kita enggak beres,” kata Arbi.
Dia menyebut solusi untuk membenahi segala unsur di Papua amat kompleks. Sebab, harus ada pembenahan yang betul-betul mendasar dan radikal di sana. Negara harus memberikan pembinaan pada Papua dengan setulus hati, bukan hanya memberi apa yang mereka mau.
Walau bagaimanapun, kata Arbi, Papua adalah Tanah Air Indonesia juga. Penduduknya adalah warga Negara Indonesia dan mereka merupakan saudara sebangsa. Karenanya, sangat urgen bagi Jokowi membenahi daerah itu.
Akan tetapi, karena saat ini protes telah terjadi, Jokowi perlu memikirkan solusi jangan pendek. Salah satunya dengan bernegosiasi bersama para perwakilan Papua. “Kumpulkan saja tokoh-tokoh Papua, yang memberontak, yang memerintah, yang adat dan sebagainya, lalu disuruh bicara, maunya apa. Didukung itu,” kata Arbi.
Foto: Fichri Hakim/Indonesia Inside |