JARILANGIT.COM - Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zen membantah akan melakukan makar seperti yang dilaporkan kepada polisi. Dia menyebut apa yang dirinya lakukan hanya memberikan pendapat di muka umum.
Kivlan mengatakan kebebasan berpendapat sudah diperjuangkan sejak tahun 1998. Dia menyinggung era Presiden BJ Habibie yang menurutnya telah membuat Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Kebebasan Berpendapat.
"Jadi merdeka untuk memberikan pendapat bukan merdeka untuk mendirikan negara," ujarnya sebelum diperiksa di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (13/5).
Lebih lanjut Kivlan mengatakan tidak memiliki keinginan menggulingkan pemerintahan Presiden RI Joko Widodo. Selain itu ia membantah menyebut 'pasukan' dalam pidatonya.
"Saya tidak makar. Saya tidak punya senjata, saya tidak punya pengikut, pasukan. Saya tidak punya niat untuk mendirikan negara sendiri, pemerintahan sendiri, nasional yang baru pengganti jokowi, tidak ada," tuturnya.
Terkait rangkaian demonstrasi di Gedung Bawaslu dan KPU pada pekan lalu, Kivlan menegaskan kehadirannya sebagai undangan.
Sebagai undangan yang hadir, Kivlan mengatakan ingin menyatakan pendapat melalui unjuk rasa yang sudah diatur dalam Undang-undang.
Menurut Kivlan, demokrasi di Indonesia telah mati. Dia juga menilai dirinya menjadi korban kriminalisasi.
Kivlan dilaporkan ke polisi atas kasus dugaan makar dan dugaan penyebaran berita bohong. Hari ini dia datang untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasusnya tersebut.
Laporan dugaan makar itu diterima oleh polisi dengan nomor laporan LP/B/0442/V/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019.
Sementara laporan dugaan menyebar berita bohong diterima polisi dengan laporan LP/B/0441/B/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019. (gst)