Cerita Misteri Di Desa Gondo Mayit
Cerita Misteri Di Desa Gondo Mayit

Cerita Misteri Di Desa Gondo Mayit

Siapa yang sudah masuk ke desa ini, tidak akan bisa keluar nurut saja sama ucapan mbah.







mas Damar sontak melempar pakaian itu begitu saja.
tiba-tiba, ketika mas Damar bersiap untuk pergi dari tempat itu, matanya tercekat, menatap sosok yang tengah berdiri tepat di depanya. matanya hitam dan wujudnya sangat mengerikan.

kini ada sosok pocong tengah berdiri tepat di depanya.
ingin segera pergi, namun kaki mas Damar malah kaku tak mau di gerakkan, sementara si pocong masih berdiri memandanginya.

bila ada satu permintaan yang bisa mas Damar minta, mungkin ia akan meminta untuk jatuh pingsan. sungguh, peristiwa itu benar-benar peristiwa tak terlupakan disitulah, akhirnya mas Damar mendengar suaranya.

lirih, namun membuat bulukuduk berdiri, si pocong mengatakanya. "tali pocong" "tali pocong"

mas Damar masih mematung, ketakutan benar-benar mengeraskan syarafnya, hingga, suara pintu terbanting membuat mas Damar tercekat panik di lihatnya si mbah sudah kembali dengan wajah marah dan memaki, entah apa yang terjadi, ia melihat si mbah mencengkram ujung kain kafan si pocong, menyeretnya dengan tangan kosong lalu melemparkanya tepat di kebun belakang rumah gubuk itu.

kejadian yang baru saja terjadi,-
membuat mas Damar tidak habis pikir.

wanita itu menatap mas Damar dengan tatapan dingin sembari berujar "nek ra eroh opo opo, ojok grusak grusuk yo le, nyowo onok regane" (jika kamu tidak tahu apa apa, jangan sembarangan ya nak, nyawamu ada harganya)

kalimat itu masih terbayang di pikiran mas Damar bahkan hingga saat ini.

mas Erik baru sadar, sedari tadi, si mbah tidak kelihatan, padahal ia ikut karena si mbah yang menyuruhnya, di tambah rasa penasaran kenapa memakamkan seseorang saja sampai ambil waktu selarut ini, disinilah mas Erik di buat kaget.

"loh, tali pocong'e rung di buka iku loh"
(loh, kenapa tali pocongnya belum di buka?)

namun, tak seorangpun mendengarkan peringatan dari mas Erik, mereka tetap menutup lubang kubur dengan tanah, disinilah mas Erik merasakan firasat teramat buruk.

"Desa Edan" (desa gila)

maka, ia segera meninggalkan tempat itu.
sampai di rumah si mbah, mas Erik melihat mas Damar, mata mereka saling menangkap satu sama lain.

disini, mereka curiga.

Desa ini, mungkin bukan Desa manusia, namun ada hal yang lebih besar dari semua itu. ada misteri apa yang di sembunyikan di desa ini.

ditengah kebingungan, langkah kaki si mbah mengejutkan mereka, wajahnya yang sempat mengeras ketika melihat mas Damar kini sudah berubah seperti sedia kala, seperti saat pertama kali mereka bertemu dengan si mbah.

"le, kamar'e wes si mbah siapke" (nak kamarnya sudah disiapkan) mau tidak mau, mereka pun masuk ke sebuah kamar yang asing, tidak ada hal yang menarik selain ranjang dengan lasa(tikar anyaman) sebagai alasnya, namun, mereka sepakat, keganjilan semua peristiwa ini seperti mengerucut pada sesuatu.

namun, belum ada yang berani menarik kesimpulan sampai, di tengah keheningan ketika mereka sudah saling merebahkan tubuh untuk sekedar membuang lelah. terdengar suara yang tidak asing lagi di telinga mereka.

suaranya riuh, namun sangat tipis, seperti dari tempat yang jauh.

itu adalah suara pitik (ayam) yang pernah terdengar.
mas Erik lah yang pertama bangun, ia melihat kesana kemari untuk memastikan sesuatu sampai, mas Erik akhirnya menggoyangkan badan mas Damar, ia baru sadar, wajah mas Damar terlihat pucat pasi, seperti menyembunyikan sesuatu.

"Mar, krungu ora?" (Mar, dengar apa tidak?)
mas Damar masih diam, mencerna setiap kalimat mas Erik, sampai akhirnya ia mengatakan "Rik, awakmu percoyo, pocong ora?" (Rik, kamu percaya gak sama Pocong?)
kalimat itu mengingatkan mas Erik dengan peristiwa yang baru saja ia alami, matanya menatap tajam mas Damar, ia tidak tau harus menceritakanya darimana.

"aku tau krungu, jare'ne, suara pitik, iku nunjuk'ke nek onok pocong gok sekitar kene" (aku pernah dengar, katanya, kalau dengar suara ayam, artinya ada pocong di dekat sini)

"Mar" akhirnya mas Erik menceritakan kejadian yang menimpanya. "Deso iki gak beres, ayok minggat ae, nd*k mu wes gak popo toh" (Mar, desa ini gak beres, ayo pergi saja, tes*ismu sudah gak papa kan)

mendengar itu, mas Damar kemudian juga mengatakanya.

"Rik. koyok'e si mbah iki"
(Rik sepertinya si mbah) belum selesai melanjutkan kalimat itu, tetiba mata mas Damar menatap ke jendela kamar yang hanya tertutup gorden, disana, ia melihat wajah mengintip.

"Rik. minggat ae tekan kene" (Rik ayo kita pergi saja dari sini)

"opo to, onok opo?" (ada apa?)
"gok cendelo, gok cendelo!!" (di jendela!! di jendela!!) mas Damar menunjuk ke arah jendela, "gok cendelo onok si mbah!!" (di jendela ada wajah si mbah)

kaget, saat itu juga mas Erik langsung mengemasi barang bawaanya, di ikuti mas Damar, mereka bergegas keluar dari rumah itu, namun, baru saja membuka pintu kamar, di depanya, si mbah berdiri, wajahnya menatap mas Damar dan mas Erik bergantian.

"Kate nang ndi to le"
(mau kemana nak?)

mas Damar lah yang pertama maju. "Mbah, ngapunten. kulo bade mantok mbah" (mbah, mohon maaf, kami mau pulang)

"muleh nang ndi" (pulang kemana?)

"ten griya kulo mbah" (ke rumah saya sendiri mbah)

si mbah awalnya hanya berdiri, namun perlahan-lahan, tubuhnya tertekuk, lalu membungkuk menatap mereka dengan senyuman paling mengerikan yang pernah mas Erik dan mas Damar lihat seumur hidup.

"Penyakitmu wes waras le?" (penyakitmu sudah sembuh kah nak?)

mas Damar terdiam lama, disini, mas Erik yang kemudian maju.


  198
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.