Cerita Misteri Di Desa Gondo Mayit
Cerita Misteri Di Desa Gondo Mayit

Cerita Misteri Di Desa Gondo Mayit

Siapa yang sudah masuk ke desa ini, tidak akan bisa keluar nurut saja sama ucapan mbah.






di dalam rumah, persis seperti yang di bayangkan mas Erik, rumah desa yang benar-benar seperti pedalaman, tidak mungkin ada listrik, bahkan peralatanya semua benar-benar lawas
mas Damar sudah tertidur lelap setelah di persilahkan untuk istirahat, saat itulah, kaget bukan main, mas Erik mendengar suara gamelan itu.

sekarang mas Erik baru paham, mungkin rombongan itu adalah rombongan orang-orang desa ini, namun, kenapa musik gamelanya seperti dekat skli si mbah menuju ke pintu dan membukanya, di depanya ada anak kecil, wajahnya pucat, dan ekspresinya tidak menyenangkan, semakin di pandang, membuat hati mas Erik jadi gelisah sendiri.

si mbah tampak mengobrol lama, mencoba mencuri dengar, mas Erik hanya mendengar kalimat patah2
kalimat yang di dengar mas Erik hanya. "wayahe. sedo, Bolo, Randak" (giliran. Mati, Saudara, Ilmu)

habis itu, pintu di tutup, si mbah kembali masuk dan mengambil kain, lalu menutup kepalanya dengan kain itu, disana, mas Erik pun bertanya.

"bade pundi mbah?" (mau kemana mbah?)
saat itulah si mbah menawarkan mas Erik apakah mau ikut atau tidak. tawaran itu awalnya membuat ragu mas Erik, karena ia harus menjaga mas Damar, tapi ada keinginan besar yang membuat penasaran, terutama bila melihat wajah anak pucat itu.

seperti ada sesuatu yang ganjil
mas Erik pun ikut, setelah lama menimbang-nimbang keputusan. rupanya, mas Erik di bawa di sebuah rumah, di depanya banyak orang sudah menunggu.

benar dugaanya. ada gamelan yang di tabuh di antara kerumunan itu, tidak beberapa lama, pandangan mas Erik menuju ke pintu rumah.

keluar 4 lelaki setengah baya, mereka mengangkat keranda mayit, yang membuat mas Erik tidak nyaman. dalam pikiranya ia bertanya-tanya. tadi bukanya sudah melakukan prosesi pemakaman, kok di adakan pemakaman lagi.

disanalah, si mbah yang memimpin, ia berjalan di barisan depan.

karena sudah setengah jalan, mas Erik pun terpaksa mau tidak mau harus ikut. di sepanjang perjalanan yang naik turun, tampak wajah-wajah itu menunjukkan ekspresi sumringah.

hal-hal ganjil seperti itu yang membuat mas Erik gak habis pikir. namun ia mencoba menahan diri.
sampailah mereka di sebuah tempat, ada 2 tanah lapang yang kesemuanya sama, pemakman kembar, setidaknya itu yang terlihat. si mayit sudah di turunkan dan ketika keranda di buka, mas Erik hanya diam bengong melihat sesiapa yang akan di makamkan hari ini.

rupanya, yang akan di makamkan malam ini adalah, bocah yang tadi berdiri di depan pintu si mbah.

"Jan*uk lah" batin mas Erik, seolah gak percaya apa yang dia lihat, semakin di lihat, wajahnya semakin sama persis dengan apa yang mas Erik saksikan.

tidak mungkin ia salah lihat.
gw yang dnger mas Erik cerita menatap bingung. "mksude yo opo mas, cah sing di kbur iku podo mbek cah sing nggedor lawang mbah iku?" (maksudnya gimana mas, anak yang di kubur itu sama persis sama anak yang gedor pintu itu kah?)

mas Erik menghisap rokoknya, lama, lalu, mengangguk "ra mungkin" (gak mungkin ah) kata gw mencoba berkilah, namun sanggahan gw hanya di jawab dengan wajah murung mas Erik, gak cuma itu, mas Damar yang terkenal realistis pun hanya diam, matanya tertuju pada segelas kopi yang mulai dingin.

Malam melanjutkan ceritanya.
mau tidak mau, mas Erik menyaksikan prosesi pemakaman itu. di tengah pemakaman, mas Erik melihat gelagat yang aneh, dimana, semua orang tampak sedang menari-nari, beberapa bernyanyi dengan nada gamelan mengalun-alun, yang lebih membuat mas Erik tidak bisa mengerti, adalah si bocah, di kubur dengan mata masih terbuka lebar.

gw gak bisa bedain antara mau ketawa atau menahan ngeri mendengar cerita mas Erik.

"piye maksude mas, cah iku wes mati opo durung asline" (gimana sih maksudnya, itu anak sudah mati apa belum sebenarnya?)

Mas Erik masih diam lama, kemudian mas Damar memotong cerita mas Erik.
***

Hening. sepi. sunyi. setidaknya itulah yang di rasakan mas Damar, ia terbangun meski mata masih terkantuk-kantuk. di lihatlah kesana-kemari, ia baru ingat, ia baru saja terlelap di atas ranjang rumah seseorang.

seorang wanita tua yang menawarkan rumahnya.
di carinya mas Erik namun tidak di temukan kawan seperjalananya ini.

maka, dengan tatapan kebingungan sekaligus penasaran, kemana semua orang pergi. mas Damar, mencoba memanggil-manggil mas Erik, namun tak kunjung ada jawaban, begitu juga dengan wanita tua itu.
dengan keadaan masih linglung, ia melihat kondisinya, ukuran Tes*isnya belum normal, namun jauh lebih baik di bandingkan beberapa saat yang lalu.

mas Damar berdiam diri sebentar, di lihatnya langit-langit dari teras rumah, masih gelap. ucapnya dalam hati. artinya, 1 malam-
belum terlewati.

mas Damar pun kembali masuk ke rumah yang lebih terlihat seperti gubuk itu. sampai, ia merasa penasaran dengan ruangan dalam milik si wanita tua itu.

dengan perlahan, mas Damar mendekat.
didalam rumah, mas Damar mencium bebauan yang familiar, rupanya itu adalah bau dari daun sirih yang di gunakan wanita tua itu. bagaimana mas Damar tau bebauan itu, karena rupanya, mas Damar sudah sering menciumnya di rumah mbh buyutnya yang juga menggnakan itu tuk pembersih gigi
tangan mas Damar cekatan memeriksa rumah itu. meski tidak sopan, rasa penasaran mas Damar begitu besar, matanya sibuk mengawasi ini itu, sampai, pandanganya menangkap sebuah kotak dengan ukiran majapala, sebuah ukiran khas jawa, mas Damar pun, mendekat.

pelan, pelan, pelan.
rupanya, kotak itu tidak di kunci, dengan leluasa mas Damar pun mengangkatnya, namun, perasaan mas Damar mendadak tidak enak, bebauan yang awalnya di dominasi bebauan daun sirih tiba-tiba lenyap begitu saja, berganti menjadi bebauan seperti kentang atau umbi kayu yang di bakar
semua orang tau, bebauan itu bebauan apa. biasanya, ketika mencium bebauan lenguh seperti itu maka artinya, tidak jauh dari tempatmu berdiri, ada makhluk familiar yang sudah terkenal sedang mengawasimu. pocong.

namun, mas Damar belum tahu akan hal ini, ia nekat membuka kotak itu begitu kotak di buka, mas Damar menatap heran, karena yang ia lihat hanya tumpukan pakaian bernuansa warna putih, tertumpuk berantakan begitu saja, maka mas Damar bersiap menutupnya lagi, namun, tiba-tiba dia curiga dengan pakaian itu.

di ambilah satu helai pakaian. dan ketika pakaian itu terangkat di tanganya, ia memeriksa dengan seksama, sampai ia yakin dan menatap ngeri pakaian itu. rupanya itu adalah kain kafan yang sudah di ikat sedemikian rupa, membentuk sampul untuk mebungkus mayit.



  196
Pilih sistem komentar sesuai akun anda ▼
Blogger

No comments

» Komentar anda sangat berguna untuk peningkatan mutu artikel
» Terima kasih bagi yang sudah menulis komentar.